Rey's Hope

"Adel, Adhwa!, kalian sembunyi yaa disana! " Perintah bunda dengan nada takut dan khawatir.

"tapi Adel mau sama bunda" Adel kecil menangis.

"Adhwa sayang bunda? " tanya Bunda pada putri sulung nya.

"sekarang bawa Adel adik kamu, buat sembunyi didalam drum sana!, lindungi dia semampu kamu ya sayang! "

"iya bunda! " Adhwa berlari dengan tangan Adel yang ia tarik.

Keduanya bersembunyi dengan keringat deras mengucur dari pelipis mereka. Sama-sama merasa khawatir, Adhwa kehabisan kata menenangkan Adel yang bertanya ' apa yang sedang terjadi sebenarnya? '.

"dorrrr..... " suara tembakan pistol memekakan telinga.

"Bunda..... " Andai insan saat itu tidak sibuk menyelamatkan diri masing-masing, siapapun yang mendengar teriakan Adel akan ikut tersayat hatinya..

Adel sangat kaget, ia berlari hingga terlepas dari pelukan Adhwa. Tepat di tempat kejadian, Adel kecil melihat kedua orang tuanya tewas meregang nyawa dengan peluru yang menembus jantung mereka masing-masing.

Adel menangis histeris lalu berlutut disamping jenazah ayah dan bunda. Darah mengalir deras melewati betis nya. Tiba-tiba

"bru kkkk"

"Adel.... " Adel terjatuh diantara kedua orang tuanya. Dengan sekuat tenaga Adel berusaha melihat seseorang yang menindih tubuhnya dari belakang. Dan saat itulah, ia melihat Adhwa ikut meregang nyawa demi melindunginya dari injakan orang yang berlari kesana-kemari merasa ketakutan.

Air mata nya kian mengalir deras, sederas air terjun meluncur. Dunia nya hanyut dalam sekejap direnggut oleh orang-orang yang bertopi serta bersenjata. terasa cabikan yang kejam merobek hatinya. Di usia yang masih belia, Adel menyaksikan keluarga yang disayanginya menghembuskan nafas terakhir tanpa kata.

"H... Hh... Hh... " masa lalu itu kembali melalui mimpi buruknya. Kesedihan yang mendalam membuat adel menangis tanpa suara serta tidak bisa bicara. Air mata meluncur deras melewati pipinya.

Tiga belas tahun berlalu. Namun peristiwa itu tidak pernah luput dari ingatannya. Saat peristiwa itu, umurnya baru enam tahun. Ia hidup tanpa merasakan kasih sayang keluarga lagi. Nenek dan kakek nya sudah lama tiada. Yang tersisa hanyalah om dan tante yang selalu menyalahkan nya atas peristiwa itu. "kalau kamu gak maksa mereka buat main layang-layang dipantai, mungkin hidup om sama tante gak akan sesusah ini nih" banyak bentakan dan teriakan saat kejadian naas itu. Dua tahun kemudian, Adel masuk kerumah sakit jiwa karena suka berteriak saat suasana sedang ramai. Dan sejak saat itu, Adel mulai mengenal ADELARD RADMILO EMERY. Seorang bocah yang umurnya empat tahun lebih tua darinya. Emer selalu ikut ayahnya yang kebetulan dokter yang bertugas merawat Adel.

Saat itu Emer melihat Adel yang sedang duduk melamun menghadap jendela. tiba-tiba ada perasaan aneh yang muncul menelusuk hatinya. Benarkah di umurnya yang menginjak usia dua belas tahun, Emer jatuh hati terhadap Adel.

"Di sepagi ini, dunia sudah basah dengan hujannya" batin Adel berkata.

"lagi ngapain? " Tanya Emer yang baru saja datang dengan diikuti dua orang perawat dibelakangnya.

Adel menghapus air matanya kasar. Sementara Emer tersenyum sambil mengusap kepalanya. "saya udah pernah bilang bukan? jangan pernah menyembunyikan air mata kamu di hadapan saya! "

"kak Celin mana? " tanya Adel dengan bahasa isyarat.

* * * *

Sudah lama Celin dan Rey tidak pergi ke salah satu restauran Jepang favorit mereka. Dulu, ketika dua tahun pertama hubungan mereka, mereka sering menghabiskan waktu bersama di restauran itu. Salah satu restauran terbaik yang pernah mereka kunjungi.

Celin terkekeh pelan mendengar lelucon-lelucon yang Rey lontarkan. Itu adalah salah satu daya tarik Rey yang membuat Celin si gadis cuek jatuh di pelukannya. Rey benar-benar pandai dalam membuat seseorang nyaman terhadapnya. Maka dari itu, Celin selalu berhati-hati ketika melihat Rey dekat dengan wanita lain.

"Kamu tahu Celin? sesuatu yang paling bikin aku rindu, disaat kita ada di tempat yang berbeda atau berjauhan? "

Celin menggeleng pelan. Rey tersenyum, lalu meraih tangan Celin, lalu dikecup nya.

"Aku kangen tawa kamu, ketika aku sedang melontarkan lelucon-lelucon ku. Setiap kali aku melihatmu tertawa, sebanyak itulah cinta ku kian menguat"

Celin tersipu malu, lalu mengeratkan tangan mereka yang kini saling bertautan.

Tiba-tiba ponsel Rey berdering, cukup nyaring hingga beberapa pengunjung lainnya menoleh kepada mereka. Dahinya berkerut, ketika membaca sederet nama yang menghubunginya.

"ini Emer, kenapa dia mengganggu kita? coba deh lihat ponsel kamu! "

Celin mengangguk, kemudian mengambil ponsel di tas mungilnya.

"astaga... sepuluh panggilan tidak terjawab, maaf ponselku sedang dalam mode silent. coba kamu angkat dulu! "

Rey mengangguk, kemudian menggeser tomscreen hijau.

"halo..... " sapanya. Cukup lama dia terdiam. Dan lagi dia mengerutkan dahinya dan langsung menatap Celin cemas.

"kata Emer, kita harus segera ke RSJ. Adel gak mau makan sebelum kamu datang! "

"Baiklah, ayok kita kesana! Dasar adik kecil yang manja... " Kekeh Celin lalu menarik tangan Rey tidak sabar.

"kamu perempuan yang baik, aku harap perasaan ini tidak akan pudar! " ucap Rey dalam hati.