Pagi menyapa, Adel kini tengah menatap mentari seperti biasa agar sedikit nya bisa mengurangi rasa sepi.
Ini sudah menjadi kegiatan rutin setiap paginya. Menatap sinar pagi yang menyambutnya dari bangun tidur.
"Nasi goreng datang.... "
Adel menghentikan aktivitasnya yang sedang melamun mengingat masa lalu.
"uang saya tidak cukup untuk membeli makanan mahal di restaurant itu.ya...jadi sorry aja,saya cuma bisa ngasih sarapan ini buat kamu"Emer meletakkan nasi goreng itu di atas paha Adel.
Adel menerimanya. Ia tertawa melihat ekspresi Emer yang terkesan memaksakan diri agar terlihat konyol.
" Ahh,, kak Emer bisa aja.. Aku aja udah seneng ada orang baik hati yang mau buatin sarapan nasi goreng buat aku"
"syukurlah kalau gitu, berarti saya bisa tabung uang saya buat masa depan kita nanti.. "
Adel tersedak. Ia memukul lengan Emer gemas. Lalu kembali menyuapkan nasi goreng itu kedalam mulutnya.
Pemandangan seperti inilah yang ingin Emer lihat setiap harinya. Adel tersenyum, Adel tertawa, Adel bahagia, karena dirinya. "cause of me" Ucap syukur Emer dalam hatinya.
Rey's_ pov
Hari ini rasa malas benar-benamenyerbuku. Aku bahkan datang ke kantor dengan setelan dasi yang berbeda warna dengan baju kemeja yang aku pakai. Johan sekertaris ku harus mengatur ulang jadwal ku. Aku resah. Lama-lama perasaan yang tidak jelas ini menghancurkan perasaan yang sudah aku tanam lama hanya untuk Celin. dua hari yang lalu, sat kami sedang makan di restaurant favorit kami, Emer menghubungi ku supaya Celin dan aku bisa pergi ke RSJ. karena Adel tidak mau makan sebelum ia bertemu dengan Celin.
Dan kalian tahu? apa yang terjadi saat kami sudah tiba?. Adel memeluk Celin dan meminta nya untuk menyuruh ku menyuapi nya. Aku tau kalau Celin sebenarnya pencemburu, tapi demi Adel ia memberikan sendok yang sudah ia genggam kepada ku.
"kamu tahu Adel? aku harus menjaga perasaan kakakmu. jadi lain kali kamu harus makan sendiri, oke!! " aku lihat wajah Celin merenggut kesal karena perkataan ku. Namun aku tetap melanjutkan menyuapi Adel. Aku tidak tahu, lisanku seperti menolak tapi hatiku menerimanya dengan senang hati.
Pintu ruangan terbuka dan Johan berdiri dengan tatapan menahan kesal. "Loe itu kenapa sih? ". Dia berjalan cepat lalu duduk di kursi yang berada dihadapan ku.
Aku menjawabnya dengan gelengan kepala.
Johan adalah orang kepercayaan sekaligus teman masa kecilku. Kami sama-sama melanjutkan pendidikan di Negeri Kincir angin. Saat pulang ke Negara sendiri aku langsung mengajaknya bekerja menangani perusahaan properti milik ayahku.
Aku berjalan menuju aquarium disamping meja kerjaku.
"Gue bingung sama situasi ini, gue seneng Celin nerima cinta gue 3 tahun lalu sampe sekarang gue bersyukur hubungan kita awet-awet aja. Tapi, kalau udah lihat Adel, perasaan ini.... itu kayak hilang diterpa angin gitu.. "Suaraku bahkan terlihat memprihatinkan di telinga ku sendiri.
" Di dunia yang loe pijak sekarang, loe berhasil ngewujudin banyak impian loe. Satu, loe udah ngejalanin amanat almarhumah nyokap loe. Dua, loe bisa ngejalanin perintah bokap loe walau nyatanya terpaksa!. Ketiga, loe bisa macarin Celin gadis yang terkenal super duper galak, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, tanda tangani berkas-berkas ini dan syukuri takdir loe sekarang?? "
Aku terdiam dan sekali lagi merenung.
"Gue mau berhenti... "
Johan terlihat terkejut dan bangkit dari kursinya.
"Maksud loe? apa yang barusan loe omongin gak serius kan? "
"Gue serius..., Gue mau berhenti buat ngunjungin Adel di RSJ itu"
"H.. h.. syukurlah.. gue kira loe mau berhenti dari perusahaan bokap loe sendiri! "
"Loe gila, gue maksa loe buat kerja disini! masa gue berhenti sih! "
"Loe gak usah khawatir, disana ada dokter yang jagain dia kan? "
"Apa sih!! gue gak kawatir sana sekali"
"terserah loe deh!!! " Johan menepuk bahu kananku.