"Hmmm apa yang kalian lakukan?" tanya Rovel pada Javar, Ajie, dan Izan.
Rovel tak tahu harus berkata apa-apa. Tak ada satupun muridnya yang mengangkat benda tersebut. Apakah mereka tidak menyukai benda tersebut? Ataukah benda tersebut masih terlalu ringan? Aku yakin ada sesuatu yang salah dengan mereka.
Ajie, Javar, dan Izan tak bisa mengangkat gelang berwarna coklat tersebut. Meskipun mereka telah mengeluarkan seluruh kekuatan mereka, gelang tersebut tetap tak bergerak seinci pun.
Gelang coklat tersebut lebih berat dibandingkan gelang abu-abu. Setidaknya benda tersebut berkali-kali lipat lebih berat dari gelang abu-abu. Namun karena mereka tak bisa mengangkatnya, mereka tak mengetahui seberapa berat benda tersebut.
Rovel merasa kesal melihat hal tersebut. Ia menunjuk benda tersebut seraya berkata, "hei kalian cepatlah angkat benda tersebut. Jika kalian tidak suka dengan yang warna coklat, bapak akan kembali dulu ke ruangan bapak untuk mengambil yang lebih baik,"
Mendengar ucapan pak Rovel, Ajie, hanya bisa tersenyum sedih. Guru ini sungguh baik. Namun, kebodohannya membuat kebaikannya terbuang sia-sia. Jika saja guru ini pintar, dia pasti menjadi guru idaman seluruh murid.
Mendengar hal tersebut, Javar pun mengeluarkan air mata. Dengan wajahnya yang tampan, postur tubuh yang ideal, dan kebaikannya, murid mana yang tak luluh melihat dirinya. Tapi sayangnya, kebodohannya membuat semua itu hilang.
"Maaf pak. Sebenarnya kami tak bisa mengangkat yang berwarna coklat karena terlalu berat. Bahkan yang abu-abu sekali pun sangat sulit untuk diangkat. Apakah bapak punya yang lebih ringan?" ucap Javar secara jujur.
"Ahhh . . . jadi seperti itu rupanya." Rovel memejamkan matanya dan menganggukan kepalanya.
Ternyata pemikiran Rovel selama ini salah. Dia tak mengetahui bahwa mereka tak bisa mengangkat benda tersebut. Rovel tak bisa memikirkan, kenapa benda ringan tersebut tak dapat diangkat oleh mereka.
"Sepertinya tubuh kalian masih terlalu lemah. Untuk beberapa hari kedepan, bapak akan memberikan kalian latihan fisik terlebih dahulu. Sekarang kalian minggir sebentar. Bapak akan mengambil kembali barang-barang ini terlebih dahulu." Rovel mengumpulkan barang-barang tersebut, lalu memasukannya kembali ke dalam tas besar.
Pak Rovel memasukan benda-benda tersebut dengan mudah. Lalu ia mengangkat tas besar tersebut tanpa mengeluarkan ekspresi apapun.
Hal tersebut membuat Javar, Ajie, dan Izan tercengang. Mereka sudah kesusahan hanya dengan mengangkat satu gelang saja. Namun, pak Rovel dapat mengangkat semua benda tersebut tanpa bersusah payah.
"Hmmm . . . baiklah kalian semua. Karena kalian tak berhasil mengangkat benda-benda tersebut, bapak akan mengurangi tingkat kesulitan pelatihan kalian. Sekarang kalian larilah mengelilingi seluruh kerajaan terlebih dahulu. Tak ada kecurangan, tak ada yang menggunakan jalan pintas. Kalian semua harus menggunakan jalan utama yang berada di sebelah tembok pertahanan." ucap Rovel.
Mendengar ucapan pak Rovel, Ajie dan Javar linglung. Mengelilingi seluruh kerajaan? Apakah dia serius? Pelatihan macam apa ini? Apanya yang mengurangi tingkat kesulitan? Bukan kah ini sama sulitnya dengan mengangkat benda-benda tadi?
"Sekarang kalian bersiaplah. Kalian akan segera memulai berlari mengelilingi kerajaan. Bapak akan memberikan waktu hingga sore hari. Kalian harus bisa kembali kesini sebelum matahari terbenam," ucap Rovel.
Mendengar ucapan pak Rovel, Ajie, Javar, dan Izan menelan ludahnya.
Bukankah ini terlalu sulit? Apakah ini benar-benar pelatihan atau kah ini sebuah penyiksaan? pikir Ajie
Apakah ini metode untuk berlatih tehnik kuno? Apakah dengan begini kami akan menjadi lebih kuat? Untuk saat ini, sebaiknya aku mempercayai kata-kata pak Rovel. Pikir Javar.
"Baiklah kalian. Bersedia . . ." Rovel mengangkat tangnya tinggi-tinggi, lalu ia menurunkannya secara cepat. "Mulai!" ucap Rovel memberikan aba-aba pada Ajie, Javar, dan Izan.
Mendengar aba-aba tersebut, mereka segera berlari keluar akademi menuju dinding selatan.
Akademi berada dekat dengan dinding selatan. Oleh sebab itu, mereka pergi menuju dinding selatan dan memulai mengelilingi kerajaan dari dinding tersebut.
Mereka berlari dengan seluruh kekuatan mereka. Mereka tak mempedulikan siapapun yang melihat mereka. Tak ada waktu untuk menyapa seluruh orang yang ada di kerajaan. Mereka terus berlari hingga batas kemampuan mereka.
Javar, Ajie, dan Izan hanya memiliki waktu sekitar 11 jam sebelum matahari terbenam. Dari waktu tersebut, mereka harus bisa mengatur waktu semaksimal mungkin. Tak boleh sedetikpun mereka berhenti berlari. Mereka tak tahu apakah mereka bisa mencapai akademi sebelum matahari terbenam.
Keyakinan Javar, Ajie, dan Izan menguatkan hati mereka. Demi kekuatan, mereka rela mempertaruhkan apapun. Di dimensi waktu sebelumnya ataupun dimensi waktu saat ini, mereka tetap bekerja dengan keras. Meskipun hanya Javar saja yang mengetahui apa yang mereka lakukan di dimensi waktu sebelumnya, tapi dia mengerti sifat mereka.
Javar, Ajie, dan Izan merupakan anak yang giat berlatih. Meskipun metode berlatih yang sekarang berbeda dengan metode berlatih dimensi waktu sebelumnya, mereka tetap berlatih dengan giat. Tak ada satupun yang mengeluh dengan pelatihan gila tersebut. Mereka harus yakin bahwa mereka akan menjadi kuat dengan melakukan pelatihan tersebut.
1 jam telah berlalu sejak pertama kali mereka berlari. Mereka baru berlari sekitar 15% dari total rute lari mereka. Meski baru 1 jam berlari, keringat bercucuran dengan deras dari tubuh mereka.
2 jam telah berlalu sejak pertama kali mereka berlari. Saat ini mereka telah berlari sekitar 29% dari total rute lari mereka. Namun, mereka mulai mengeluarkan sedikit keringat. Mereka mulai kekurangan cairan tubuh.
3 jam telah berlalu sejak pertama kali mereka berlari. Semakin lama mereka berlari, semakin pelan kecepatan lari mereka. Saat ini mereka baru berlari sekitar 42% dari total rute lari mereka. Namun, keringat sudah tak keluar lagi dari tubuh mereka. Mereka mulai kehabisan cairan tubuh. Bibir mereka mulai kering. Napas mereka mulai berat. Namun mereka tak berhenti berlari.
4 jam telah berlalu sejak pertama kali mereka berlari. Saat ini mereka baru berlari sekitar 53% dari total rute lari mereka. Meskipun mereka dehidrasi, mereka tetap berlari melewati batas tubuh mereka.
5 jam telah berlalu sejak pertama kali mereka berlari. Saat ini mereka baru berlari sekitar 63% dari total rute lari mereka. Tubuh mereka terasa lelah dan sakit. Pandangan mereka mulai kabur. Apakah hanya sampai sini saja kemampuan mereka?
Tidak, belum saat nya. Kami harus terus berlari. Meskipun kaki kami patah, meskipun otot kami robek, meskipun tubuh kami kering karena kehilangan cairan, kami harus terus berlari.
Mereka terus berlari tanpa tahu sudah berapa lama mereka berlari. Mereka tak mengetauhi, kapan mereka akan menyelesaikan lari tersebut. Namun mereka terus berlari, terus berlari.
Meskipun mereka terjatuh karena rasa letih. Mereka bangkit kembali. Kegigihan mereka lah kekuatan mereka.
Kami harus bisa. Kami harus menjadi kuat. Hanya dengan pelatihan seperti ini kami bisa menjadi kuat. Itu lah yang dipikirkan oleh mereka selama ini.
Dengan pemikiran seperti itu, mereka terus berlari tanpa tahu sudah berapa jauh mereka berlari.
.
Sore hari pun tiba. Di akademi Rovel terus menunggu kedatangan mereka. Rovel yakin, mereka akan bisa mencapai akademi sebelum matahari terbenam. Rovel yakin, mereka adalah anak-anak yang gigih.
Rovel membuat pelatihan gila ini bukan karena kebodohannya. Ia telah mengalami pelatihan gila ini sebelumnya. Oleh karena itu dia tahu, semakin seseorang melewati batas kemampuan mereka, semakin mudah pula mereka mempelajari tehnik kuno tersebut.
Tehnik kuno tidak populer lagi dikalangan murid akademi karena pelatihannya yang keras. Oleh sebab itu, tak ada satupun guru yang mau mempelajari hal tersebut. Manusia zaman sekarang terlalu mengandalkan kekuatan dewa.
Kekuatan dewa memanglah kuat. Seseorang akan mendapatkan kekuatan tersebut secara instan. Tapi kekuatan tersebut hanyalah pinjaman. Tidak ada yang menjamin bahwa dewa akan meninggalkan umat manusia dan mengambil kembali kekuatan mereka.
Berbeda dengan tehnik kuno yang akan dipelajari oleh Javar, Ajie dan Izan. Tehnik ini benar-benar berasal dari manusia. Melewati batas tubuh diri sendiri adalah syarat untuk dapat melatih kekuatan ini. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatihan yang keras, kegigihan dalam berlatih, dan bakat. Namun bakat tak menjamin kemampuan seseorang. Pepatah mengatakan, seseorang dengan bakat biasa saja namun berlatih dengan giat, akan melampaui orang berbakat yang pemalas.
Dengan pemikiran seperti itu, Rovel terus menunggu kedatangan murid-muridnya.
Tepat sebelum matahari terbenam, tiga orang murid terlihat sedang berlari menuju lapangan akademi tempat Rovel berada. Melihat hal tersebut, Rovel tersenyum lebar. Tangannya dikepal dengan kuat. Keyakinan Rovel tak disia-siakan oleh murid-muridnya.
"Selamat datang kembali, Javar, Ajie, Izan," ucap Rovel pada murid-muridnya yang menutup mata sambil berdiri, dan nyaris jatuh
Mereka bertiga tersenyum puas. Meskipun wajah mereka pucat, badan mereka kotor, dan ada sedikit bekas luka akibat terjatuh, senyuman tersebut menghilangkan kelelahan dalam diri mereka.
"Kami berhasil!" ucap Javar, Ajie, dan Izan secara bersamaan.
Setelah mengucapkan hal tersebut, mereka bertiga pingsan saat itu juga.
Melihat hal tersebut, Rovel hanya bisa tersenyum lebar dengan mata yang berkaca-kaca seraya berkata, "selamat atas keberhasilan kalian."