Ada Apa Dengan Aura Ku?

"Hei hei kalian. Apa kalian menyadari sesuatu?" tanya Javar pada kedua temannya.

Mendengar hal tersebut, kedua temannya berhenti melakukan latihan mereka. Mereka pun berjalan mendekati Javar dengan menaikan salah satu alis mereka karena penasaran dengan pertanyaan yang di berikan Javar.

"menyadari apa, Javar?" Ajie mempertanyakan apa yang Javar pertanyakan.

"Apakah kalian sudah mencoba mengalirkan aura kalian ke senjata kalian?" Javar menatap fokus pada mata kedua temannya.

Huh? Apakah dia hanya ingin menanyakan itu? Bukankah dia sendiri sudah melihat apa yang aku lakukan? Apakah dia belum mengerti cara mengalirkan aura ke senjatanya? Hehehe, akhirnya aku bisa sombong padanya. Menyeringai Ajie.

"Sudah aku coba. Aku tahu kok, dengan mengalirkan aura ke senjata ku, serangan ku meningkat drastis. Aku pun dapat memotong beberapa batu menggunakan katana ku. Lihat lah!" Ajie mengarahkan jari telunjuknya ke batu-batu yang telah ia potong sambil menunjukan senyuman sombongnya.

"Hmmm bagus lah jika kau sudah mengerti itu. Sepertinya aku akan lebih mudah menjelaskannya pada kalian. Apakah kalian pernah mencoba memfokuskan aura kalian ke satu titik senjata kalian? contohnya ke ujung senjata kalian?" Javar kembali bertanya ke dua temannya tanpa menghiraukan ekspresi wajah yang Ajie tunjukan.

Sial. Sepertinya apa yang dia tanyakan lebih jauh dibandingkan yang aku pikirkan. Sebaiknya aku perhatikan dulu apa yang Javar lakukan. Ajie pun lalu berkata, "Ujung senjata?" sambil memiringkan kepalanya menjawab pertanyaan dari Javar.

Izan segera melihat ke ujung tombaknya dan berpikir apa yang Javar katakan.

"Lihat lah!" Javar menyuruh kedua temannya memfokuskan mata mereka ke arahnya lalu menunjukan apa yang akan dia lakukan.

Javar mendekati sebuah batu, lalu memfokuskan auranya ke ujung pedangnya. Aura yang awalnya berwarna bening, berubah menjadi sedikit lebih keruh. Semakin ia memfokuskan auranya, semakin gelap pula warna aura tersebut. Setelah beberapa detik ia mengumpulkan aura tersebut, warna auranya berubah menjadi merah. Disaat warna aura tersebut berubah menjadi merah, ia mengarahkan aura tersebut ke batu yang telah ia pilih.

Lalu apa yang terjadi?

Bruk!

Batu yang berada dekat dengan Javar hancur seketika hanya dengan tersentuh aura merah yang ia keluarkan.

Melihat hal tersebut mata Ajie dan Izan bersinar terang. Mulut mereka terbuka lebar tanpa mereka sadari. Mereka sangat terkejut melihat hal tersebut.

"Oi oi serius nih? Aura kita bisa semengerikan itu?" tanya Ajie tak percaya dengan apa yang telah Javar lakukan.

Javar mengelap keringat yang mengalir di dahinya lalu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Ajie. "Ya! Kita semua bisa. Namun, sepertinya hal tersebut membuat kita kelelahan. Aku mencobanya 2 kali sebelum percobaan ini. Artinya aku sudah mencobanya 3 kali berturut-turut. Tetapi, hal tersebut membebani tubuh ku. Sepertinya aku tak bisa mencoba untuk yang ke 4x nya."

"Bukankah itu terlihat keren, meskipun efek sampingnya lumayan berat? Hei biar aku juga mencobanya! Punya ku pasti lebih baik darimu!" Ajie penasaran dengan apa yang akan terjadi dengan aura yang ia keluarkan.

Izan pun tak kalah penasarannya dengan Ajie. Dia menganggukan kepalanya karena setuju pada apa yang Ajie katakan.

Ajie dan Izan segera mencari batu yang akan mereka jadikan bahan uji coba. Setelah mereka menemukan batu yang mereka cari, Ajie dan Izan memfokuskan aura ke satu titik senjata mereka. Setelah beberapa detik, aura yang Ajie keluarkan berubah menjadi warna kuning, sedangkan aura yang izan keluarkan berubah menjadi warna biru. Lalu, mereka mencoba menyentuhkan aura mereka ke batu yang terdapat di dekat mereka.

Lalu apa yang terjadi?

Boom!

Batu yang Ajie sentuh menggunakan auranya meledak! Hal tersebut membuat Ajie dan Javar terkejut. Hasil yang ia dapatkan lebih hebat dibandingkan kekuatan yang Javar tunjukan!

Sedangkan apa yang terjadi dengan batu yang di sentuh aura Izan?

Menghilang! Batu tersebut menghilang!

Setelah Ajie dan Javar mencari-cari kemana batu tersebut berada, akhirnya mereka menyadari sesuatu. Batu tersebut terlempar lebih dari 10 meter sebelum akhirnya hancur bertubrukan dengan batu lainnya.

Luar biasa! Setiap orang memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Apa yang sebenarnya mereka temukan?

"Oi oi oi! Apa yang sebenarnya terjadi dengan aura kita?" tanya Ajie pada kedua temannya dengan wajah kebingungan.

"Hei itulah yang ingin aku tanyakan pada kalian!" teriak Javar dengan menaikan alisnya.

"Hmmm." Izan mengelus-elus dagunya dengan tangan kanannya.

"Hei hei, bagaimana cara kalian melakukan hal tersebut?" tanya Javar pada kedua temannya.

"Oi! Aku hanya melakukan apa yang kau tunjukan. Tak ada yang berbeda dengan cara yang kau tunjukan!" jelaskan Ajie.

Apa yang Ajie lakukan benar seperti yang Ia katakan. Semua hal yang ia kerjakan mulai dari mengumpulkan aura di satu titik hingga mengubah aura menjadi sebuah warna sama persis seperti yang ditunjukan Javar. Lalu apa yang membuat hal tersebut berbeda?

"Ahhh . . . sial! Aku sungguh penasaran. Aku tidak sabar mendengar hal tersebut dari pak Rovel!" Ajie menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal.

"Aku setuju!" respon Javar terhadap pernyataan Ajie.

Ajie, Javar dan Izan mengepalkan tangan mereka erat-erat sambil tersenyum lalu menganggukan kepala mereka. Mereka setuju satu sama lain tentang apa yang akan mereka tanyakan besok kepada pak Rovel.

.

Pak Rovel yang sedang berada di dalam ruangannya telah melihat apa yang Ajie, Javar, dan Izan lakukan tanpa sepengetahuan mereka. Ia sedaritadi mengintip mereka dari jendela kamarnya lalu tertawa kecil. "Akhirnya mereka bisa mengembangkan aura mereka sendiri. Sepertinya besok aku akan menjelaskan apa yang telah terjadi."

Dengan berpikir seperti itu, ia membayangkan apa yang akan ia ajarkan pada muridnya besok.

"Sudah lama aku tak merasa sesemangat ini." Pak Rovel tersenyum lebar dan tertawa terbahak-bahak.

.

Di sisi lain lapangan di timbunan semak-semak, dua orang anak lelaki dan seorang anak perempuan sedang mengamati apa yang Javar, Ajie, dan Izan lakukan. Mereka terkejut saat melihat apa yang ketiga anak lelaki tersebut lakukan.

"Oi oi oi, apakah itu serius? Kekuatan seperti itu bisa dihasilkan tanpa harus meminjamkan kekuatan dewa? Apakah ini yang dinamakan [ZING] yang dimaksud oleh pak Hanif? Apakah benar orang-orang melupakan tehnik tersebut? Atau tehnik tersebut telah dikembangkan sedemikian rupa hingga bisa menghasilkan kekuatan sebesar itu?" Tanya Faraz (salah satu anak lelaki dari ketiga orang tersebut) kepada kedua temannya dengan mata terbuka lebar.

"Hei pelankan suara mu, jika tidak pak Hanif bisa menemukan kita!" ucap Nadia (salah satu anak perempuan dari ketiga orang tersebut) memperingati kedua temannya.

Crunch Crunch Crunch!

Reza terus memakan cemilan yang berada di tangannya tanpa mempedulikan apa yang kedua temannya katakan.

Mereka bertiga adalah tiga orang murid yang dipilih oleh pak Hanif (seorang guru yang di akui kepala sekolah) untuk mengikuti kompetisi bertarung akademi. Saat ini mereka sedang bersembunyi karena lelah berlatih kekuatan fisik.

Setelah mereka melihat apa yang Ajie, Javar, dan Izan lakukan, akhirnya mereka mengerti kenapa mereka harus melakukan pelatihan fisik. Meskipun begitu, mereka tetap malas melakukan pelatihan fisik.

.

Sementara itu di luar akademi dekat dengan pintu gerbang selatan akademi, seorang lelaki paruh baya sedang berjalan mengelilingi akademi dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Hmmm . . . kemana perginya murid-murid ku?" Mr Hanif berpikir sambil mengelus-elus dagunya

"Pasti ini kerjaan si Faraz. Sungguh memalukan. Bagaimana bisa aku tertipu oleh murid ku sendiri?" eluh pak Hanif.

Apa yang terjadi dengannya adalah, ia membiarkan murid-muridnya berlari mengelilingi dinding luar akademi tanpa pengawasan darinya. Pak Hanif bertujuan melatih murid-muridnya meningkatkan kekuatan fisik mereka.

Namun disaat mereka akan berlari, Faraz sempat berkata, "tenang saja pak. Percayakan pada kami. Kami pasti akan mengelilingi akademi," sembari tersenyum lebar. Hal tersebut membuat pak Hanif percaya dengan perkataan Faraz.

Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

Mengelilingi akademi hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit, tetapi hingga 1 jam Faraz, Nadia, dan Reza tak kelihatan batang hidungnya sama sekali. Hal tersebut membuat pak Hanif yakin, bahwa ia telah dibohongi.

Merasa kesal karena tertipu, pak Hanif berkata, "Jika aku menemukan mereka, akan aku paksa mereka berlatih 5x lebih keras. Tidak tidak tidak, aku akan membuat mereka berlatih 100x lebih keras!"

Pak Hanif menguatkan kepalan tangannya dan berjalan menuju akademi dengan menghentakan setiap langkahnya. Setiap langkahnya, membuat tanah di sekitarnya bergetar dan menghasilkan jejak sepatu yang ia kenakan.

.

Keesokan harinya di lapangan depan kelas bertarung, seperti biasa Ajie, Javar, dan Izan datang setelah matahari terbit. Namun, terlihat lingkaran hitam dibawah mata Ajie dan Javar. Mereka terlalu gembira dengan apa yang akan mereka tanyakan hari ini. Hal tersebut membuat mereka susah tidur dimalam hari. Alhasil mereka tidak tidur semalaman.

"Hei, kenapa kau memiliki lingkaran hitam di bawah matamu?" tanya Javar pada Ajie dengan nada lesu.

"Apakah kau tidak melihat dirimu sendiri? Sepertinya kau membutuhkan cermin untuk melihat muka jelek mu itu," Ajie membalas pertanyaan Javar dengan hinaan.

"Ah aku tidak punya tenaga untuk bercanda dengan mu." Javar melambaikan tangan kanannya dan memalingkan mukanya.

Izan hanya terdiam melihat kelakuan kedua temannya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa baginya. Ia satu-satunya yang bisa tidur nyenyak. Meskipun dia meresa gembira, ia tetap bisa tertidur layaknya hari-hari biasa.

Tak lama mereka datang, pak Rovel pun datang ke lapangan tersebut.

Tanpa mempedulikan lingkaran hitam yang berada di bawah mata Ajie dan Javar, ia berkata, "Selamat pagi anak-anak. Sepertinya kalian sangat senang hari ini."