Provokasi!

Hanya hembusan angin yang terdengar, Namun itu hanya bertahan beberapa saat hingga bisikan-bisikan kecil pecah di sekitar Viance.

"Siapa dia?"

"Bukanya dia anak Madam Hera? Viance, Kan?"

"Ah... Aku ingat, Ternyata dia anak seorang penipu yang mengatakan Seleksi Akbar adalah hal yang buruk"

"Tidak heran anaknya seperti itu, ibunya tidak mendidiknya dengan benar"

"Seleksi terkutuk? Huh, dia dan seluruh keluarganya lah yang terkutuk!"

"Dasar sampah"

Mendengar berbagai hal, Viance menahan amarah yang bergejolak dihatinya. Bisikan-bisikan remaja di sekitarnya seakan menusuk tepat di jantungnya. Apa hak para remaja itu mengatakan bahwa ibunya adalah seorang penipu?!.

'Kau yang penipu! Seluruh keluargamu penipu!'

Berterima kasihlah pada 'kepekaan Berlebihan' Viance yang membuat seruluh Indra nya menjadi lebih tajam. Bahkan bisikan jahat yang berada jauh di belakang Viance pun terdengar.

"Huh! Mengatakan Seleksi Akbar adalah hal yang buruk, bahkan putrinya ikut andil dalam Seleksi. Apa yang pantas disebutkan dalam hal ini?"

"Hmm coba ku pikirkan... Bukankah itu Munafik?"

"Hahaha.. benar sekali, Apa penipu itu kekurangan dana? Sehingga mengirim Putrinya mengikuti Seleksi Akbar yang 'terkutuk' ini demi tunjangan sepuluh tahun"

Viance tidak bisa menahan amarahnya, menoleh cepat kearah belakang. Wajahnya sudah memerah karena kemarahan.

"Hei! Beraninya kau mengatakan seperti itu kepada ibuku!"

Edna disebelah Viance kebingungan dengan situasi, tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa dia lakukan hanya memegang tangan Viance dengan erat, bahkan tangannya sendiripun berkeringat.

"Viance, tenanglah" Edna berbisik frustasi di sebelahnya. Dia tidak tahu bahwa pertanyaan singkatnya akan berubah menjadi bencana.

Dikuasai amarah, Viance menyingkirkan tangan Edna dengan kasar. tidak siap dengan tindakan kasar Viance, Edna yang sedari tadi gemetaran langsung terjatuh dengan keras.

"Tenang? Huh, apa kau akan tenang saat ibumu di hina orang lain?!" Viance Tidak menghiraukan Edna yang terjatuh disebelahnya. Tatapanya tetap mengarah pada orang yang mengeluarkan kalimat hina itu.

"Wah... wah.. Apa ini cara bicara yang diajarkan penipu itu pada mu? Kau bahkan tidak sopan terhadap teman yang membelamu" ,Suara ringan tanpa ekspresi terdengar dari belakang Viance, Menoleh cepat. Viance melihat seorang pemuda yang sama yang beberapa saat lalu memotong ucapan kepala desa.

"Apa hakmu ikut campur! Kau bahkan bukan dari desa kami!" Viance berteriak marah. Matanya berubah merah, Ada saat tombol seseorang tidak boleh di sentuh. Dan tombol sensitif Viance yaitu ibunya tersentuh pada saat ini.

"Apa hakku? Tentu saja, saat ketidakadilan ada, maka aku bisa ikut campur"

"Kau.."

"Apa?" Pemuda itu menyeringai kearah Viance, dia berpikir akan sangat membosankan untuk menunggu para penguji tiba, tapi ternyata sebuah permainan yang menarik di suguhkan di depannya. "Ibumu bilang bahwa Seleksi Akbar adalah hal yang terkutuk, kan? Lalu mengapa dia mengirim mu Jika bukan karena uang?" Senyum pemuda itu semakin lebar saat melihat ekspresi Viance.

Viance mencoba mengatur kemarahan yang menggebu dalam dirinya. Pada saat bersamaan, Viance terkekeh pelan mendengar kalimat yang dilontarkan pemuda itu. "Bukankah kalian sama saja" suaranya pelan ketika wajah Viance perlahan menunduk, senyum yang nampak menakutkan terlintas di wajahnya.

"Apa?"

Wajah amarah Viance menghilang seketika digantikan oleh ekspresi dingin, bahkan para remaja di dekatnya merasakan suhu udara turun disekitar mereka.

"Bukankah kalian sama saja? Kalian hanyalah 'tumbal' bagi keluarga kalian sepuluh tahun kedepan. Apa yang perlu kalian banggakan dengan mengikuti ujian ini?" Viance memiringkan kepalanya menunjukan ekspresi bingung yang dibuat-buat

"Kau! Jaga bicaramu!" Pemuda kota itu berteriak marah, tidak bisa membantah perkataan Viance.

"Jaga bicaraku? Ahh, apa kalian lupa? Ibuku tidak mengajariku sopan santun saat bicara?" Viance tersenyum membalikan ucapan pemuda itu.

"Ha.. ha..hahaha" pemuda kota tertawa dengan keras beberapa saat, kemudian tiba-tiba diam menatap Viance tanpa ekspresi, "Benar sekali, apa yang bisa diajarkan seorang penipu kepada anaknya? Bahkan demi uang ibumu rela menjadikanmu 'tumbal' sama seperti kita." menjeda sesaat kalimatnya, pemuda kembali memprovokasi Viance, "Ah biar aku tebak, bukanya ibumu memaksamu untuk ikut? Jika aku pikir... Bukanya ibumu lebih memilih uang dari pada dirimu?"

Mendengar ini. Pikiran Viance dipenuhi gejolak. Keyakinannya pada ibunya perlahan goyah. Apa benar yang dikatakan pemuda ini? jika iya, mengapa ibunya tega melakukan itu? , kemudian sebuah pemikiran yang ganjal muncul di benak Viance, dari mana pemuda itu tau bahwa dirinya dipaksa oleh ibunya untuk mengikuti ujian?

Jika dipikir kembali, ibunya selalu menceritakan tentang betapa buruknya seleksi Akbar melalui dongeng sejak Viance kecil. Seleksi Akbar tumbuh menjadi hal yang buruk pada benaknya. Jika ibunya ingin menanamkan Citra yang buruk tentang Seleksi Akbar, lalu mengapa sekarang ibunya justru memaksa dirinya untuk ikut?

Melihat Viance tidak menanggapi, pemuda itu tersenyum penuh kemenangan. Tidak ingin mengakhiri permainan yang menyenangkan ini dengan cepat. Ketika pemuda kota itu ingin kembali memprovokasi Viance, seseorang tiba-tiba berseru.

"Lihat! Ada sesuatu yang muncul diatas batu!"

Semua orang mengalihkan pandagan mereka kearah podium batu, Tidak terkecuali Viance. Terlihat dengan jelas di sana, di atas batu, sebuah titik kecil yang perlahan membesar membentuk sebuah pusaran hitam seukuran orang dewasa.

Bahkan Viance yang percaya akan adanya kemampuan super. saat ini meyakini bahwa matanya sendiri berusaha untuk menipunya!.

Belum sepenuhnya tersadar dari keterkejutan. Sebuah bayangan manusia perlahan keluar dari pusaran hitam itu. Viance mau tidak mau takjub. Apa ini?!, Apa ini sebuah portal antar dimensi yang pernah di ceritakan di buku-buku fantasi?

Dua orang manusia keluar dari pusaran tersebut, penampilan mereka hampir sama. Namun, tampak berbeda. Viance tidak tahu cara mendefinisikan wujud mereka. Salah satunya adalah seorang pemuda, kisaran usia dua puluhan dengan pakaian yang biasa digunakan para kesatria melekat di tubuhnya. Sebuah jubah tersampir dengan gagah di pundak, tidak lupa senyum menawan melekat di wajahnya. Bahkan Viance tidak mampu mengalihkan pandanganya sesaat.

Yang lainya, tampak misterius. Dengan jubah yang menutupi seluruh tubuhnya dan tudung kepala yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Viance bahkan Tidak tahu jenis kelamin orang tersebut. Aura di sekitar orang itu tampak suram, berbanding terbalik dengan pemuda disebelahnya. Yang menarik perhatian Viance adalah senjata yang di pegang oleh orang itu. Viance tidak tahu namanya, Namun senjata itu sangat akrab dengan dirinya.

'Dimana aku pernah melihatnya?' Viance mencoba memikirkan sesuatu tentang senjata itu hingga seseorang berbisik dibelakangnya.

"Sentaja itu mirip dengan senjata malaikat maut yang pernah kubaca di komik!"

'ah..benar' mendengar itu, Viance mengangguk tanpa sadar. 'Benar saja senjata itu pernah kulihat di komik 'Kill of Demons' yang sering ku baca'

Sebelum terlalu kalut dalam pikirannya sebuah suara yang lembut memasuki pendengaran Viance. Suara yang begitu indah bahkan mengalahkan suara ibunya yang memiliki kemampuan 'Hipnotis' itu.

"Halo para peserta! Selamat datang di Seleksi Akbar!" Pemuda dua puluh tahun itu berseru dengan semangat, di tambah dengan suasana musim semi. Viance bisa merasakan kehangatan di setiap tubuhnya.

Dengan senyum yang masih mengembang, pemuda itu kembali melanjutkan.

"Dan dengan ini, Saya nyatakan. Seleksi Akbar siap dimulai!"