Makan malam yang ibu maksud tempo hari terjadi malam ini.
"Meera, Lita, siap belum? Jangan lama-lama biar pulangnya tidak terlalu malam," panggil ibu dari ruang tamu.
"Sebentar lagi, Bu," sahut Lita yang memang sedang menatapku berdandan sedikit.
"Aih, cantiknya Kakakku." Lita mencium pipiku kilat.
"Masa sih, Ta. Tidak berlebihan 'kan?" Lita membolak-balikkan wajahku sebentar dan memujiku.
"Sempurna!" Dengan tangannya membentuk tanda oke.
"Katanya sebentar." Kini panggilan itu diiringi dengan suara ketukan pintu kamar.
"Iya, Bu. Ini sudah, bagaimana?" Aku keluar kamar sambil berputar sedikit memamerkan penampilan plus make up yang menempel di wajahku.
"Cantiknya anak Ayah," ujar Ayah, saat menatap kami menuruni tangga. Ibu hanya tersenyum.
"Aku tidak cantik?" protes Lita yang tidak dipuji ayah.
"Lita juga tidak kalah cantik, pokoknya anak Ayah cantik semua." Ayah mencium kening kami bergantian.
"Sudah ayo, tidak enak nanti om sama tante menunggu lama," ajak Ibu.
Kami pun bergegas memasuki mobil dan menuju rumah Om Ardi. Tak ada percakapan selama menuju rumah Om Ardi, aku dan Lita sibuk dengan ponsel begitu pun ayah dan ibu yang fokus menatap jalanan.
"Meera, kau surah punya pacar?" Ibu mulai membuka pembicaraan.
"Belum, Bu. Kenapa?" jawabku sambil tetap memainkan ponsel pintarku.
"Tidak apa-apa, Nak," balas ibu,
aku hanya manggut-manggut.
Sampailah kami di rumah bercat coklat tua. Rumah Om Ardi dua kali lebih besar dari rumah kami, sangat mewah dan elegan lengkap dengan lukisan mahal yang menempel di beberapa bagian dinding. Pembantunya pasti banyak, gumamku dalam hati. Tante Mila menyambut kami dengan hangat.
"Mari masuk Mas Danang, Mbak Lia, Meera, Adik." Tante Mila sendiri yang membukakan pintu untuk kami. Orang kaya yang tidak sombong, batinku. Aku yakin Tante Mila tak ingat nama Lita, aku hanya tersenyum geli saat Lita melirik ibu karena Tante Mila memanggilnya adik.
Makan malam pun dimulai, Om Ardi dan Adrian sudah terlebih dahulu di meja makan. Banyak sekali jenis makanan yang ada di meja, aku sampai bingung mau makan yang mana. Lima belas menit makan malam selesai, dan dilanjutkan dengan mengobrol di ruang tamu. Para orang tua mulai sibuk dengan pembicaraan mereka, sedang aku dan Lita hanya menjadi pendengar.
"Adik bagaimana sekolahnya, lancar? Sudah kelas berapa?" tanya Om Ardi, sekali lagi aku menahan senyum, Lita terlihat agak kesal karena Om Ardi tak menyebut namanya. Aih ... adiku ini memang sedikit temperamen.
"Namaku Lita, Om, Tante. Aku yakin pasti kalian lupa namaku, 'kan? makanya dari tadi manggil Adik terus. Aku sekarang kelas dua SMA, Om. Alhamdulillah sekolah juga lancar," jawab Lita. Ya Tuhan, ekspresinya bagitu menggemaskan saat menjawab Om Ardi tadi. Ayah dan ibu hanya tersenyum melihat anak bungsunya itu.
"Eh ... iya, Nak. Maaf, ya. Om sama Tante lupa, maklum sudah tua."
"Iya Om, tidak apa."
Adrian bergabung dengan kami di ruang tamu. Setelah makan malam tadi, Adrian langsung keluar untuk menerima telepon dan baru bergabung lagi.
"Tante, aku numpang ke kamar mandi boleh?"
"Boleh, Nak. Adrian antar Meera!"
"Tidak perlu, Tante. Cukup kasih tau saja di mana kamar mandinya."
"Tidak apa, saya antar." Kali ini Adrian yang menjawab. Aku sempat melirik ke ayah, ayah mengangguk kecil. Aku pun pergi ke kamar mandi dengan di antar Adrian, tak ada percakapan selama menuju kamar mandi, sampai dia menunjuk satu pintu.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 malam, kami pun berpamitan untuk pulang.
"Terima kasih, ya, Mbak Mila, Mas Ardi atas undangannya, kapan-kapan nanti kami yang undang kalian untuk makan malam bersama."
"Sama-sama Mbak Lia, Mas Danang. Terima kasih juga sudah mau datang, nanti kabari saja kalau mau makan malam bersama lagi."
"Ya sudah kami pamit, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sesampainya di rumah, kami langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat.