Garis demi garis aku toreh di atas hvs, entahlah sedari tadi aku tidak bisa konsentrasi pada penjelasan tutor di depan. Di saat yang lain berebutan ingin menjawab pertanyaan darinya, aku malah sama sekali tak tau apa yang dia sampaikan. Maaf Bunda, les yang sudah bunda bayar mahal ini berakhir dengan 2 jam kesia-siaan.
Lima menit lagi kelas ini berakhir. Dan sejak tiga puluh menit yang lalu sudah masuk tiga pedan singkat dari Jev yang isinya " gw nunggu di parkiran nanti ". Ya tuhan... Haruskah semua ini?. Ini benar-benar cobaan berat.
Dan kini aku tepat di depannya. Dia menatapku dengan senyum tanpa dosa. Tolong sudahi cobaan ini. Atau memang ini hanya perasaanku yang berlebihan?.
" Yuk... Langsung ke studio kan? " Dia menyodorkan helm padaku.
Mau tak mau aku harus duduk di boncengannya. Entah kenapa, rasa canggung yang kemarin berubah nyaman. Bukan, bukan karna punggung nya, entah kenapa aku mulai terbiasa bersamanya.
" Lu lagi ga punya pulsa ya? " Dia membuka pembicaraan.
" Eh? " Astaga, aku memang tak membalas satupun SMS darinya. Padahal pulsaku banyak. " Eh iya, lagi ngga punya pulsa " bohong.
" Oh yaudah " dia berbelok ke kanan dan memakirkan motornya di depan kios pulsa di pinggir jalan. Ya ampun, aku lagi-lagi kaget.
Tanpa basa basi dia langsung memberikan nomor ponselku kepada penjualnya. Kebohongan membawa berkah kah ini?. Brigitta, dasar bodoh kau.
" Udah masuk kan? " Dia bertanya padaku. Aku buru-buru mengangguk. " Ini mba, makasih " setelah membayar kami melanjutkan perjalanan. " Nanti malam gue telpon " katanya lagi. Aku tak bisa protes, lagi-lagi hanya mengangguk.
Oh please, kami baru kenal dua hari, kenapa jadi sedekat ini?. Aku tak bisa membayangkan apa lagi yang akan terjadi besok. Bisa jadi besok tiba-tiba dia menembakku. Atau tiba-tiba besok dia menghilang. Ya ampun, kenapa aku jadi takut kehilangan dia?. Memangnya dia siapa?.
Tanpa sadar aku menggeleng kencang dan berulang kali.
" Lu kenapa Gi? "
" Hah? Ngga kenapa-napa " jawabku malu.
" Turun ayo, apa mau gue anter pulang? "
Ya ampun, motor ini sudah sampai di parkiran studio rupanya.
" Eh sorry... " Dia tertawa kecil. " Koq sepi banget sih? " Aku melihat sekeliling.
Hanya terparkir dua motor disini. Benar-benar sepi.
" Gue ada latihan sama yang lain, persiapan record seminggu lagi. Lu nunggu aja di ruang mixing kalo ga ikut masuk juga boleh " katanya sambil membereskan helm.
" Ngga, gue di ruang mixing aja " merapikan rambut ku sedikit.
" Yaudah, ntar kalo gue lama, mau pulang duluan sama yang lain ngga pa-pa yah... " Dia tiba-tiba merapikan poniku.
Oh tuhan, jantungku serasa melompat. "Tahan diri Gi, jangan sampai wajahmu berubah jadi semerah kepiting rebus " teriakku dalam hati.
Aku mengikutinya dari belakang, sementara dia masuk ke ruang latihan, aku memutuskan untuk ke kamar mandi. Aku ingin mendinginkan wajahku yang tiba-tiba terasa panas akibat ulahnya tadi.
Saat selesai mencuci muka, tiba-tiba bang Darel memanggilku. Dia menyerahkan secarik kertas berisi lirik. Tanpa banyak basi-basi dia menarik tanganku masuk ke studio rekaman. Dia menyalakan komputer lalu menyetel lagu yg hanya berisikan instrumen mentah. Dia memintaku untuk menyanyikan lirik yang dia serahkan padaku tadi.
" Kenapa harus gue bang? " Tanyaku penasaran.
" Ya ngga kenapa-napa, udah santai aja, gue udah denger suara lu di rekaman audisi kemaren, besok jam 3 ada yang jemput lu disini ya " dia pergi meninggalkan aku disini sendirian. Masalah kah ini?. Ah aku pusing.
Jev, gw pulang duluan ya, harus bantu-bantu di toko hari ini. Semangat latihannya...
Tulisku di layar ponsel, lalu mengirimkan padanya.
Hati-hati di jalan, pulang sama siapa?
Haruskah aku balas lagi?
Sendiri, ngangkot aja...
Balasku sambil menuju ruang mixing, dari ruang mixing aku bisa melihatnya latihan dari kaca. Aku berpikir untuk melambaikan tanganku sekali saja. Tapi ku urungkan, aku malu. Saat dia melihat ke arahku, dia mengangguk pelan memberikan tanda kalau aku boleh pulang. Aku pun tersenyum lalu pergi dari tempat itu.
******
" Gi... Ini orangnya yang gue bilang kemaren " kata bang Darel.
Aku kenal orang ini, dia sering lewat di depan tokoku. Aku juga tau dia adalah pacar dari kakak temanku. Tepatnya teman kecilku, dan aku kenal pacarnya ini sangat pencemburu. Ini benar-benar masalah.
" Oh iya, Gigi... " Kataku sambil menyodorkan tangan.
" Oh ini bang si pemilik suara yang kemaren " katanya baku.
Aku memang belum pernah ngobrol dengannya, tapi sedikit banyaknya aku tau tentang gosip kalau dia ini playboy cap teri.
" Iya, kalo mau latihan bawa aja dia " kata bang Darel seenaknya.
" Yaudah, yuk langsung aja kita latihan " Dia menarik tanganku. Aku buru-buru melepasnya.
" Bentar nama mas siapa? " Kataku mencoba sopan dan pura-pura tidak tau, padahal aku tau kalau namanya Ryo.
" Ryo, masa ga kenal " katanya agak sombong.
" Oh iya, mas Ryo pacarnya kak July " kataku sambil tertawa kecil.
" Ah, itu gosip " dia terbahak. "Yaudah langsung aja yuk kerumah mas "
Apa!? Aku pikir latihannya di studio ini, ternyata harus kerumahnya.
" O... Oke " aku terbata dan mengikutinya ke parkiran.
" Ga bawa motor kan? Sama mas aja ya, tar baliknya juga mas anter lagi " dia mempersilakan aku duduk di motor mewahnya. Oke lagi dan lagi aku di bonceng cowok selain Prayasa.
Sampai lah di rumahnya. Dia langsung mengajakku ke lantai atas. Tadinya aku pikir di lantai atas ada studio atau sekedar ruang latihan kecil, ternyata aku harus masuk ke kamarnya. Tanpa sadar aku menggaruk kepalaku kencang. Ini kali pertama aku masuk ke kamar laki-laki. "Maafkan aku bunda" aku berbisik dalam hati. Ternyata di dalam kamar sudah ada bang Freddy, untunglah aku kenal dia. Dia rapper yang biasa latihan atau rekaman di studio milik Darel. Aku langsung menyapanya.
Sebelum latihan kami mengobrol sedikit, ternyata ini project mereka berdua, tapi lagu ciptaan nya mas Ryo. Oke aku disini hanya membantu.
Latihan pun di mulai. Jujur aku tak nyaman berada di kamar ini. Padahal kamarnya rapih, tapi aku sungguh tidak nyaman. Karna di dindingnya terpampang foto kak July dalam ukuran super besar. Aku merasa berdosa. Ahahahaha.
Ponselku bergetar tanda pesan masuk.
Lu dimana? Koq ga di studio?
Pesan itu dari Jev.
Dapet tugas latihan dr bang Darel, gue lagi latihan sama mas Ryo, dirumahnya.
Balasku.
Ryo? Ryo sapa?
Balasnya lagi.
Ryo gitaris yang punya cafe di daerah deket sekolah lu. Kenal kan?
Aku mulai suka dengan perhatiannya, karna Prayasa pun tidak pernah sekawatir inipadaku.
Oh iya, terus tar mau gue jemput? Sama siapa aja disitu?
Sumpah dia kenapa seperti ini?
Ada bang freddy, katanya tar gue di anter balik. Udah dulu ya, ntar sampe rumah gue sms.
Balasku.
Dan dia tak membalas lagi. Marahkah dia?. Entahlah.
Setengah enam sore aku di antar kerumah sesuai janji mas Ryo. Dan benar saja, di jalan tadi kami berpapasan dengan kak July, setelah pamit padaku, Ryo langsung buru-buru menyusul kak July kerumahnya. Entahlah apa yang terjadi pada mereka aku tak perduli.
Aku bahkan berharap tak ada latihan lanjutan setelah ini. Ahahaha, jujur permainan gitarnya sangat buruk. Lebih buruk dari perkiraanku selama ini.
Dan aku lupa, aku lupa untuk mengabari Jev kalau aku sudah sampai rumah, bahkan aku sudah selesai mandi dan shalat magrib sekarang. Benar saja, ada 7 panggilan tidak terjawab saar aku buru-buru mengecek ponselku.
Maaf jev... Gue telpon ya...
Lima detik kemudian telpon darinya pun masuk.
" Ya hallo... " Kataku.
" Udah dirumah? " Tanya dari sana terdengar begitu khawatir.
" Iya udah, maaf lupa ngabarin, gue langsung mandi terus shalat... Lu udah shalat? "
" Udah, di anter si Ryo tadi? Bukannya pacarnya possessive banget ya? " Kenapa sih ini orang to the point banget.
" Iya di anter dia, terus tadi papasan pula sama pacarnya, yaudah sekarang mungkin mereka lagi pada berantem ahahahaha , lu lagi ngapain? " Mencoba mengalihkan pembicaraan.
" Lagi nungguin kabar dari lu lah, lu ngga lagi sibuk kan? Emang tadi latihan buat apa sih? " Sepertinya dia masih ingin membahas ini.
" Oh, lagu barunya dia, jadi gue yang lead vocal, terus freddy, kenal kan bang freddy rapper? Dia bagian rap nya, sumpah lagunya sih bagus, tapi mainnya Ryo kacau banget " ceritaku.
" Terus latihannya kenapa di rumahnya Ryo? Emang ada studionya ya? "
" Tadinya gue pikir gitu, eh ternyata ngga, kita latihan di kamarnya "
" Kamarnya?? Trus lu masuk kamarnya gitu? Lu cewek sendiri? Apa ada yang lain? " Sekhawatir itu kah dia?.
" Cuma gue, Ryo, sama bang Freddy aja "
" Berarti lu cewek sendiri sama dua cowok? Lu ngga takut di apa-apain? Lu cewek di kamar cowok, ibaratnya lu di sarang penyamun Gigi... ! " Dia sepertinya mulai marah.
" Iya tapi gue ngga kenapa-napa, ini buktinya gue pulang "
" Iya tapi gue ngga suka! Lain kali kalo mau latihan sama Ryo Ryo itu, lu berangkatnya sama gue aja, jangan sendirian. Kalo perlu ngga usah di lanjutin aja. Lagian kata lu juga dia ga jago kan? " Aku terdiam. " Oke Gi, lain kali kabarin gue oke... Jangan sendirian, ngga baik cewe sendirian sama dua cowok satu kamar. Hari ini mungkin lu ngga kenapa-napa, kita ngga tau besok. Ngga, gue ngga marah sama lu, gue cuma khawatir aja "
" Iya gue minta maaf, lu ngga ada PR atau apa gitu? Ini nomer telpon rumah lu ya? Ga mahal kalo kelamaan? " Masih mencoba mengalihkan pembicaraan.
" Kenapa? Lu udah ngga mau ngobrol sama gue lagi? Yaudah tutup aja " kenapa dia jadi sensitif banget? Lagi PMS apa?
" Eh ngga gitu, kan mungkin lu ada PR, maafin gue sih, kan gue juga ngga sengaja itu terpaksa masuk kamar dia, tadinya lan gue pikir latihannya di studio, tau-tau malah di kamar " dan kenapa aku harus kasih alasan panjang lebar seperti ini ke dia?.
" Ngga ada PR, yaudah ngga usah di bahas lagi lah... Besok gimana? Gue jemput lagi ya? " Dia mulai stabil. Tanpa sadar aku mulai memeluk erat teddy bear besar pemberian ayah.
" Oke... Besok gue SMS gimana-gimananya " semakin nyaman kurasa. " Boleh tanya? "
" Tanya apa? Lu mulai ga nyaman sama gue? " Kenapa dia seperti bisa membaca pikiranku?. Oh ya ampun aku harus bagaimana?.
" Ngga... Ngga kaya gitu koq, malah gue nyaman banget. Yaudah deh gue mau ke toko, ngga enak sama ayah kalo gue dirumah terus. Udah dulu ngga apa-apa kan? Kita lanjut SMSan aja " sumpah aku takut menunggu apa jawabannya.
" Yaudah, ngga apa-apa, gue juga mau belajar besok ulangan, abis dari toko langsung istirahat aja, maaf kalo gue udah marah-marah, yaudah tutup aja "
" Elu yg tutup aja "
" Lu aja tutup sana " Apa ini? Hubungan ini mulai tidak jelas.
" Yaudah gue tutup ya... Jangan capek-capek "
" Oke "
*****
Nomer kamu sibuk terus, telponan sama siapa?
Sms dari Yasa, ya ampun, aku mulai lupa diri kah?. Aku ini masih pacarnya Prayasa. Ku putuskan untuk tak membalas sms itu. Agar dia berpikir kalau aku memang benar-benar sedang sibuk.
Berselang satu jam kemudian, dia pun muncul di hadapanku. Untunglah, tumpukan buku ini cukup menjadi alasanku malam ini. Seperti biasa, dia tak banyak bertanya, dia berasumsi kalau aku memang sedang sibuk belajar, dan menelpon kelompok belajarku. Aku merasa sudah mengkhianati kepercayaannya. Huffft...
Aku memutuskan untuk menceritakan tentang Jev nanti. Tidak sekarang, tapi pasti aku akan menceritakan pada Yasa, pasti.
Lagipula selama ini Yasa juga terbiasa dengan orang-orang di sekelilingku. Tak hanya dia yang dekat denganku. Masih banyak yang lainnya. Seperti malam ini, dia datang, Eross pun datang. Abang kelas yang selama ini mendukung penuh kegiatan bermusikku. Mereka saling kenal, bahkan di hari-hari lain masih banyak lagi yang sering muncul tiba-tiba di depannya.
Begitu pun sebaliknya, banyak cewek-cewek lain di sekitar Yasa. Hampir setiap bertemu denganku yang di bahas nama si anu atau si itu. Mungkin malah hubungan kami berdua yang tidak jelas. Pacaran, tapi seperti tidak pacaran.
Cemburu?, Kadang memang rasa itu suka datang. Tapi aku lebih sering membuangnya jauh-jauh. Selama aku nyaman, aku tetap menganggap hubungan kami berdua sehat. Selama ayah dan bunda tidak melarangku dekat dengan siapa pun, sekali pun itu pacarku, aku tak akan pernah dengarkan jika dia mulai membatasi aku bergaul. Karena aku pun tak pernah membatasinya.
Aku mengenal Prayasa sejak kecil. Kita sekolah di sekolah yang sama dari SD, Bahkan selalu di kelas yang sama. SMP, tanpa sengaja kita di sekolah yang sama lagi. Dan memutuskan pacaran saat bertemu lagi di kelas satu SMA. Hubunganku dengannya berawal dari ketidak jelasan. Hampir setiap weekend dia datang, dan aku mulai risih lalu bertanya sebenarnya kita berdua sedang apa?. Tanpa pikir panjang lebar dia pun menjawab kalau kami berdua sedang pacaran. Entah kenapa aku tak menolaknya sama sekali.
Tapi aku di buat kecewa setelah pernyataan itu keluar dari mulutnya. Di first SATURDAY NIGHT ku, karena dia memang pacar pertamaku, ada satu orang cewek datang kerumahku. Tanpa basa-basi dia langsung masuk ke teras rumah, berkenalan dengan semua teman-temanku yang memang biasa selalu datang bertandang kerumah setiap weekend. Saat dia tau namaku, saat itu juga dia meludah, bukan ke wajahku memang, tapi terlihat jelas kalau dia memang meludah karena dia tidak suka padaku. Malam itu juga aku tau dari mulut sepupunya Yasa, kalau cewek yang meludahiku tadi masih berstatus sebagai pacar Yasa. Tapi aku tak bisa marah, aku tak bisa menangis, saat itu terdengar langsung di telingaku, malah tawa kecil yang keluar dari mulutku. BLANK, mungkin itulah yang terjadi. Mungkin karena naluriku juga, aku merasa bukan aku yang di khianati, malah sebaliknya.
Aku memutuskan untuk tak membahasnya malam itu. Di depan Yasa, aku masih pura-pura tidak tau. Aku masih tertawa terbahak ketika semuanya lucu. Aku masih berusaha menjadi Gigi yang tidak tau apa-apa. Sampai besoknya Yasa sendiri yang meminta maaf padaku. Dia bilang kalau urusannya dengan cewek semalam sudah selesai. Tapi aku tak ingin membahasnya lagi. Aku juga tak ingin tau namanya, berapa lama mereka pacaran. Aku tak mau semua mengganggu pikiranku. Dan hubunganku dan Yasa berlanjut sampai saat ini. Mungkin aku memang terlalu takut memutuskan atau aku terlalu takut merusak hubungan yang baru waktu itu. Atau aku memang terlalu bodoh?.
*****
Siang yang membosankan, karna jadwal kursus tiba-tiba berubah. Bang Ado mendadak pergi mancing bersama teman-temannya. Padahal aku sudah buru-buru datang kesini, agar tak berebut motor dengan bunda.
Ku pandangi layar ponselku dari tadi. Krik... Krik... Krik... Melompong, bahkan Jev pun tak mengirimi aku satu pesan pun. Yasa tak perlu heran, dia bukan tipe orang yang perhatian. Jadi akubsama sekali tak menunggu kabar darinya.
" Eh Gi, daritadi? " Sapa seseorang. Ternyata dia tetanggaku, yang kebetulan juga kursus bass disini.
Namanya Satoh, bisa di bilang teman kecil, walau baru dekat akhir-akhir ini saja. Dia keturunan Jepang, tapi sedikit pun tak bisa mengerti bahasa Jepang.
" Iya nih, rese bang Ado, tiba-tiba pergi mancing " jawabku kesal.
" Udah ah, jangan bete. Kita cabut ke Cafe baru aja yuk, nih disini baru buka nih, masih promo makan berempat bayar berdua " dia menunjukan layar ponselnya padaku. " Tapi syaratnya mesti follow akunnya dulu "
" Ye... Kalo kita cuma berdua, ya sama aja ga dapet gratisannya "
" Ajak gue dong " suara itu aku kenal.
Jev, ya ampun... Haruskah tiba-tiba muncul begitu?.
" Weitss.... Calon bintang yang abis recording " teriak Satoh.
Oh ternyata dia sedang sibuk recording, itu sebabnya dia tak menghubungiku dari kemarin. Mood ku tiba-tiba berubah.
" Yaudah satu orang lagi siapa? " Kataku bangkit.
" Masji aja! " Satoh makin antusias.
Tanpa pikir panjang lagi kami berempat langsung menuju Cafe yang di maksud Satoh. Tapi entah kenapa Jev memilih tak memboncengku. Dia malah di bonceng Masji. Sementara aku dengan Satoh.
Untunglah suasana Cafe yang katanya baru buka ini tidak begitu ramai. Bahkan sangat sedang sepi pengunjung. Jev duduk tepat di hadapanku. Memilihkan makanan untukku. Perhatian seperti dia yang biasanya.
Dia yang tak suka saus pedas, dia yang tak suka kuning telur, dia yang tak suka kecap, perlahan tanpa sadar aku jadi banyak tau tentangnya. Tanpa canggung dia menyerahkan kuning telur miliknya padaku. Menjauhkan saus pedas dari dekatku. Menggeleng pelan tanda melarangku agar tak membubuhkan terlalu banyak saus pedas ke makananku. Bahkan Yasa pun tak pernah melakukan ini untukku.
Mungkin Masji dan Satoh sadar akan gelagat kami berdua. Satoh pun sempat menginjak kakiku kuat dengan sengaja. Karena dia memang tau, kalau status ku masih pacarnya Yasa.
" Ntar gantian ya, lu di boncengin Masji aja " kata Satoh di sela suapan terakhirnya.
Aku tak bisa menolak, hanya mengangguk mengiyakan.
" Lu udah kelar? " Tanya Jev padaku. " Nih kalo masih haus abisin aja " menyerahkan minumannya padaku. " Gue bayar dulu "
" Eh ga usah Jev " kata Satoh basa-basi. Jev tersenyum tipis. Lalu beranjak menuju kasir.
" Lu... Ngaku lu... Pacaran sama dia ya? " Tiba-tiba Masji menodongku.
" Kaga Mas... Sumpah. Masih sama Yasa gue, lu kan juga tau " jawabku.
" Terus kenapa dia begitu amat sama lu? " Satoh juga ikut-ikutan.
Aku tak menjawab, hanya menaikkan pundak sekenanya.
" Gue aduin Yasa loh... " Ledek Masji. Aku hanya tertawa kecil. " Tapi mendingan lu sama dia sih, daripada Yasa, ngga keren, terus keteknya basah lagi " aku tergelak.
" Jahat banget ih, udah ah... Bahas yang lain. Pokonya gue ga mau gosip ini sampe kemana-mana ya! Awas aja loh! " Kataku mengancam. " Intinya dia bukan sekedar temen lah buat gue, soalnya gue nyaman, walaupun dia rada over protective " aku malah jadi curhat colongan.
" Iya iya, sama kita mah tenang aja " kata Satoh sambil merangkulku.
Jev paling muda diantara kami semua. Tapi tindak tanduknya sama sekali tidak ke kanak-kanakan. Mungkin karena sikap nya yang jauh dari kata basa-basi. Dia melakukan yang dia ingin, diam jika tidak perlu.
Selang beberapa menit kemudian kami semua meninggalkan Cafe dan kembali ke studio. Tak ada pembahasan apapun ketika aku duduk di boncengan Masji. Tapi Satoh dan Jev di depan sana sepertinya mengobrol. Ya ampun, aku penasaran dengan obrolan mereka. Haruskah nanti aku pulang kerumah menumpang saja dengan Satoh?.
Trrrrt...trrrrt...trrrrt...
Ponselku bergetar, Yasa menelpon. Tumben sekali.
" Ya... Kenapa? " Aku menjawab telpon itu.
" Udah kelar kursus nya? Aku jemput ya? " Jawab darisana.
" Oh iya, boleh "
Hiks... Kenapa tiba-tiba Yasa seperti ini?.
" Yasa? Tumben nelpon " introgasi Masji saat aku sudah menutup percakapan itu.
" Iya, tumben banget ngga sibuk. Biasanya juga cuek kan? "
" Ahahahahah " Masji tertawa mengejek.
Perasaanku berubah jadi tidak enak.
Akhirnya setelah beberapa menit aku sampai di studio. Yasa pun muncul, tanpa basa-basi aku langsung naik ke motornya. Berpamitan pada mereka semua. Tanpa berani menatap lama-lama ke Jev. Tak ada lambaian dari Jev untukku. Tatapannya tertuju pada Yasa kali ini. Ah... Kenapa aku jadi tidak enak begini. Wajahnya yang berubah seperti itu, malah seperti mengoyak-ngoyak hatiku.
" Gi... " Aku tak menjawab Yasa. Aku mendengar kalau dia memanggil. Tapi pikiranku masih di kejadian tadi. "Gi... " Sekali lagi. Aku tetap tak menggubris. " Gi... " Dia menarik tanganku, dan melingkarkan ke pinggangnya.
Mau tak mau tubuhku ikut tertarik ke depan.
" Eh iya kenapa? " aku akhirnya menjawab.
" Itu tadi cowok yang duduk di sebelah Satoh kursus sama bang Ado juga? " Kenapa harus bahas Jev sekarang Yasa?.
" Iya, bareng jadwal nya sama aku, kenapa? Kamu kenal? " Obrolan ini tak boleh canggung.
" Iya, ade kelas aku. Rada songong apa gimana tuh anak, masa tadi pagi dia kaya nantangin aku gitu " mulai serius.
" Songong? Kenapa? "
" Jadi tadi pagi tuh tu orang lewat depan kelas aku gitu. Eh dia ngeliatin aku sinis kaya nantangin. Sumpah pengen minta di hajar. Kecil-kecil belagu, mentang-mentang ganteng, mau belagu. Sampe temen-temen aku juga pada ikutan jengah, untung aja kakaknya sekelas sama aku, jadi temen-temen pada ngga enak juga mau ngerjain tuh anak " cerita Yasa panjang lebar.
" Sekelas? Siapa? " Aku malah penasaran.
" Rivina... Yang pernah aku ceritain naksir aku " dulu memang Yasa sempat bercerita sedikit soal Rivina padaku.
" Oh... Dia kakaknya Jev? Tapi Jev sama aku baik-baik aja koq, dia juga lagi sibuk sama bandnya, udah mulai bikin single juga. Kan seband sama ketua OSIS SMA kamu "
" Oh iya, udah denger juga sih itu, sering latihan di sekolah juga, sumpah ngeselin, itu band kenapa isinya orang ganteng semua coba? "
" Ahahahah... Orang jelek jangan iri dong " aku memggoda sambil mencubit perutnya pelan.
" Dih aku ganteng juga loh... Kamu harus bersyukur punya aku " salah satu hal yang aku tak suka darinya. Ya terlalu berlebihan memuji diri sendiri.
" Iya deh iya ganteng "
Dia mengelus tanganku pelan.
Tapi aku penasaran, orang seperti Jev, yang tak pernah mau bermasalah dengan anak-anak di studio, benarkah berani mencari masalah dengan Yasa dan teman-temannya? Sampai berani memandang sinis pada kakak kelas yang juga teman-teman kakaknya?. Sebenarnya ada apa? Dia memang sudah tau kan kalau selama ini aku memang punya hubungan dengan Yasa? Atau dia memang tidak tau. Ya ampun Bunda... Aku pusing.
*****
Gw kerumah, jangan tidur dulu
Isi SMS dari Satoh ini berhasil membuatku tidak bisa tidur. Tapi sampai jam 10 malam ini dia masih belum muncul. Walaupun aku tau, akan ada pembahasan apa darinya nanti. Tapi tetap aku tak bisa tenang.
" Gigi...!!! " Teriak bunda dari bawah. " Ada Satoh nih " aku pun langsung berlari menuju lantai bawah.
" Eh... Kita ngobrol di halaman belakang aja, yuk duluan, gw ambil minum sama cemilan dulu yah, di ayunan yah... " Satoh pun langsung menuju halaman belakang. Sementara aku mulai mengaduk isi dapur.
" Jangan lama-lama ya nak ngobrolnya, ga enak udah malem " kata bunda mengingatkan, aku mangangguk kencang.
Ku letakkan di sebelah nya semua cemilan tadi.
" Mau ngomong apa? Gue kepo nih " tanpa basa-basi.
" Ngga, si Jev ngga bilang apa-apa, gue juga ngga enak nanya banyak-banyak. Tapi besok kita main kerumahnya lu bisa ga? "
" Main kerumahnya? Dia yang ajak? Atau? " Antusias.
" Iya dia bilang besok kita di ajak main kerumahnya, main aja, bosen kan kalo nongkrongnya di studio mulu. Tapi dia beneran ada perasaan sama lu deh kayanya. Ketahuan banget, elu juga kan suka banget sama doi? " aku di introgasi lagi.
" Ya jujur, dari awal kita ngobrol juga gue udah suka sama dia, kan gue emang gampang sukaan, sama bang ado aja gue demen " mencoba bercanda, tapi sepertinya gagal.
" Bukan sekedar demen, lu emang punya perasaan lain kan sama doi, secara dia perhatiannya ga kaya pacar lu. Sebenarnya gue udah tau dari lama kalo kalian deket. Lu ngga ingat kalo kita tetanggaan? Dari pertama lu di jemput di depan toko juga gue tau koq, tapi sebaiknya perjelas dulu hubungan lu sama Yasa, daripada ujung-ujungnya ga enak " Satoh bisa serius juga ternyata.
" Iya tadi di jalan gue juga udah omongin sedikit soal ini, walaupun pembahasannya ngga menjurus kesana. Gue juga ada yang pengen banget gue tanyain ke Jev, sebenernya dia tau kan kalo gue ini pacaran sama Yasa? "
" Semua hal tentang lu juga dia tau, bahkan dia tau banyak tentang Yasa, yaudah ah... Gue pulang ya... Makasih loh cemilannya, gue masukin tas yah " ntah kapan cemilan itu tiba-tiba sudah ada di dalam tas Satoh semuanya.
Ku antar Satoh sampai ke depan, semenit setelah Satoh pergi, ada sms masuk.
Gw tunggu di rumah besok, tidur nyenyak ya...
Jev, kenapa harus selalu begini?. Aku semakin tak bisa menghentikan semuanya.
Tepat jam tiga sore Satoh menjemputku dirumah. Dan sejurus kemudian aku sudah berada di depan rumah Jev, rumah yang terbilang mewah ini sangat sepi. Tak terlihat kesibukan apapun disini.
" Eh langsung masuk yuk " kata Jev sambil membukakan pintu pagar. " Kita nongkrong di atas aja. Mau minum apa? " Dia langsung membawa kami ke lantai atas.
" Terserah lu aja " jawabku sekenanya. Aku masih terkagum-kagum dengan isi rumah ini.
" Oke, langsung ke balkon aja, ada ayunan, tunggu di ayunan aja yah " katanya sambil mengelus kepalaku. Hei! Bahkan umurku lebih tua darinya.
Ku lirik Satoh yang asik senyam-senyum sendiri daritadi. Ingin rasanya ku dorong dia dari balkon.
Jev meletakkan semua minuman dan cemilan itu di meja yang agak berjauhan dari ayunan. Setelah itu ikut duduk di ayunan bersamaku dan Satoh.
" Sepi banget, pada kemana? " Tanyaku.
" Ade-ade gue ada di kamar, klo mba Riris biasa, les, ade-ade mah mainnya berduaan aja, ngga begitu deket sama gue " jawabnya menjelaskan. Aku hanya mengangguk.
Tiba-tiba ada telpon masuk dari nomer yang tak aku kenal. Aku buru-buru mengangkatnya.
"Ya hallo, siapa ya?, Oh kamu, aku lagi di rumah temen, ngga ada jadwal les hari ini. Kamu dimana? " Yasa yang menelpon, katanya dia kehabisan pulsa dan meminjam ponsel temannya. " Oh yaudah, ngga usah jemput, aku sama Satoh... Oke... Sip... " Aku menutup telpon itu.
" Yasa? " Tanya Jev.
" Iya... Lu kenal kan yah? " Sumpah aku serba salah sekarang.
" Kenal, kan sekelas sama kakak gue, nyaman sama dia? " Tiba-tiba dia serius.
" Nyaman, kita temen dari kecil banget " kataku sambil membuang muka ke jalan. Sebenarnya aku tak mau membahas ini disini sekarang.
" Hmmm... " Jev pindah duduk di sebelahku.
" Eh itu, itu... " Mataku terbelalak melihat pemandangan di jalan depan rumah Jev. Yasa, dia disana, di jalanan itu. Berboncengan dengan seseorang. Dan seseorang itu tak aku kenal. Dia perempuan, dia tak sekedar duduk di boncengannya. Perempuan itu memeluknya dari belakang. Mereka berdua sedang tertawa disana. Mereka bercanda, terlihat bahagia sekali. " Itu... " Aku gemetar, telingaku terasa panas, mataku juga terasa panas. Tidak, airmata ini jangan jatuh disini. " I... Itu... " Kakiku terasa lemas, tapi tiba-tiba tanganku di genggam kuat. Jev, menguatkanku. Membuatku harus menoleh ke arahnya.
" Jangan nangis, lu ngga boleh nangis " katanya.
" Gue mau pulang " aku melepas genggaman itu dan berlari ke bawah.
Mereka berdua menyusul.
" Maaf Jev, gue pengen pulang " kataku mencoba tersenyum.
" Iya, tapi hati-hati, jangan emosi ya... " Dia mengelus kepalaku lagi.
" Ini kedua kalinya... Ahahhaha... " Air mataku mulai menetes. " Tapi ini lebih parah kayanya " aku buru-buru mengelap airmata ini.
Satoh menepuk pundakku pelan menguatkan.
" Inget ngga boleh nangis, Gigi ngga boleh nangis cuma karena hal sepele kaya gitu " Jev lagi-lagi menggenggam tanganku. Aku hanya bisa mengangguk pelan. " Lu bawanya hati-hati ya " katanya pada Satoh.
" Makasih, makasih udah kasi liat semua ini ke gue. Gue pamit pulang ya " masih mencoba kuat. Masih mencoba tersenyum. Lalu melepas genggaman itu dan berjalan ke motor Satoh di sudut sana.
" Gi " Jev manarik tanganku lagi. Dan aku terpaksa menoleh lagi.
Please, ijinkan aku segera bertemu bantal di kamarku Jev, yang aku butuhkan hanya bantal dan kasur di kamarku sekarang. Tapi dia malah menarikku kencang hingga tubuhku tersentak masuk ke pelukannya. Akupun tak bisa menolak itu. Airmata ini tumpah, tak bisa ku bendung lagi.
" Gue salah, maaf gue salah, buang semua airmata itu Gi, buang semua, jangan sisain. Jangan sampe lu nangis di depan dia. Lu jangan nangis di depan orang itu. Buang semua airmata itu disini " bisik Jev.
Iya, aku tidak akan pernah sekalipun membuat airmata ini jatuh di depannya. Tidak akan pernah.