Pintu itu terbuka memperlihatkan seseorang yang tengah berbaring tidak berdaya disebuah ranjang berwarna putih dengan selang yang menempel pada tangan dan hidungnya, alat bantu untuknya bertahan hidup. Diruangan serba putih dengan bau obat yang memenuhi indra pembau, seorang pemuda yang memiliki paras rupawan berjalan mendekati ranjang yang diisi oleh seorang gadis dengan mata yang tertutup. Ia mendudukan diri dikursi samping gadis itu, melihat dari sorot matanya yang dipenuhi rasa bersalah pemuda itu menggenggam tangan si gadis yang tidak diinpus, satu tangannya yang lain merambat ke arah kepala sang gadis lalu mengelus kepala yang ditumbuhi dengan rambut yang berwarna hitam itu dengan sayang.
"Aku mohon bangunlah! Kau tahu semua orang sedang menunggumu termasuk aku. Aku ingin mengucapkan terima kasih, aku ingin melihatmu bangun! Aku mohon bangunlah!"
Pemuda itu terus meracau dengan air yang mengalir dari kedua matanya tanpa ia sadari, kepalanya semakin menunduk dengan air yang semakin deras keluar dari indra penglihatnya, ia genggam tangan yang dingin itu dan sedikit meremasnya untuk menyalurkan sedikit kehangatan.
Gadis itu memang ada disana tetapi jiwanya tengah mengembara disuatu tempat yang sangat jauh.
~§~
~ Choi Han Sung ~
Aku merasa bersalah pada gadis itu karena telah melukainya. Setelah melepas rindu dengan kedua orang tuaku dan membicarakan tentang gadis malang yang hampir aku bunuh, aku memutuskan untuk menjenguknya sekalian meminta maaf kepadanya.
Dan disinilah aku sekarang, didepan pintu kamar yang digunakan gadis tadi untuk beristirahat. Melihat keadaannya yang tadi sempat syhok sepertinya dia sedang tertidur, karena tidak mau mengganggu waktu istirahatnya aku putuskan untuk masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Hal yang pertama kali aku lihat setelah membuka pintu ini yaitu seorang gadis yang tengah berdiri didekat jendela, entah dia mengetahui keberadaanku atau tidak, karena ia berdiri membelakangiku. Ku dekati gadis itu, rasa bersalahku muncul kembali, hingga aku tersadar mencium bau anyir yang datang dari tubuh gadis itu. Semakin dekat aku dengan tubuhnya bau ini semakin menyengat, ku pandangi seluruh bagian tubuhnya dari bawah sampai atas dan aku menemukannya, sesuatu berwarna merah yang mengotori baju dibagian leher gadis ini.
"Astaga kau belum mengobati lukamu?" aku tersadar, itu luka tadi, gadis ini sangat aneh ia membiarkan lukanya tidak diobati, kemana rasa sakitnya?
~§~
'Aku tersadar dari lamunanku setelah mendengar seseorang lebih tepatnya pemuda tadi pagi yang aku tahu bernama Han berdiri sembari melihat luka dileherku hasil dari perbuatannya.
Ia lalu menarikku duduk ditepi kasur, setelahnya ia keluar lagi tanpa berkata apa-apa. Entah sejak kapan pemuda itu berada dikamar ini, aku tidak menyadari keberadaannya karena terlalu asik dengan lamunanku. Aku kembali teringat dengan seseorang disana, orang tuaku pasti tengah menghawatirkan keadaanku, bagaimana keadaan mereka? Semoga mereka selalu dalam keadaan yang baik. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa kembali ke tempat asalku?'
Terdengar suara pintu yang dibuka secara kasar, lalu muncul Han dengan nampan yang berisi daun-daunan untuk obat beserta penumbuk dari batu ditangannya.
Han duduk disebelah kiri Yuna, lalu meletakkan nampan berisi dedaunan untuk mengobati Yuna disampingnya. Ia ambil beberapa dedaunan itu lalu ditumbuk, setelah dirasa cukup ia simpan hasil tumbukannya pada wadah yang ia bawa. Han beringsut mendekati Yuna, ia memegang sebuah kain yang agak basah kemudian membalik Yuna supaya berhadapan dengannya. Perlahan kain itu membersihkan leher Yuna, dengan telaten Han mengobati luka dileher gadis itu. Yuna memandang Han dengan tatapan yang kosong.
"Kenapa kau tidak mengobati lukamu? Kau tidak merasakan sakit Hah? Apa kau sudah bosan hidup?" tanya Han dengan suara tinggi, setelah mengobati leher Yuna ia duduk memandang mata yang berada didepannya itu dengan pandangan yang dipenuhi rasa bersalah dan khawatir.
"Kenapa kau diam?" tanya Han lagi, dengan meremas lengan atas Yuna.
"Bukankah kau yang menginginkannya?" bukannya menjawab Yuna malah balik bertanya.
"Maaf tadi aku tidak tau, aku kira kau orang jahat yang mau melukai keluargaku" kata Han sembari melepaskan tangannya dari lengan Yuna dengan masih menatap mata Yuna.
"Sekali lagi maaf!" kata Han lagi.
"Hah..... Kau pria yang baik, aku tau kau tidak mempunyai maksud yang lain selain untuk melindungi keluargamu" jawab Yuna sembari menghela nafas.
Han yang mendengar ucapan Yuna bertanya kembali,
"Jadi kau memaafkan akukan?"
Yuna hanya mengangguk kemudian tersenyum. Melihat senyum Yuna tubuh Han menegang, lalu balas tersenyum.
Setelah mengobati leher Yuna, Han menyuruhnya untuk segera beristirahat, ia menurut karena tubuhnya juga memang membutuhkan istirahat. Han beranjak meninggalkan kamar itu, setelah menutup pintu ia bersandar pada pintu itu dengan tangan kanan yang tengah memegang dadanya, sedangkan sebelah tangannya lagi sedang memegang nampan yang berisi dedaunan. Ia bergumam,
"Kenapa disini berdetak kencang sekali? Ada apa denganku? Hah..... " Han menghembuskan nafasnya lalu berjalan meninggalkan pintu itu.
~§~
Pagi ini disebuah rumah sederhana terlihat seorang pemuda yang tengah bersiap-siap untuk pergi menjalankan tugas, dengan ibu, ayah, dan saudari angkatnya yang ikut mengantarnya sampai halaman depan.
"Ayah, ibu, aku berangkat ya!" kata pemuda itu sembari memberi salam kepada kedua orang tuanya.
"Baiklah hati-hati nak!, cepat pulang dengan selamat!" kata sang ibu dengan mata yang berkaca-kaca.
"Siap!" kata Han sembari memberi hormat kepada ibunya dan dibalas dengan pelukan hangat oleh sang ibu.
"Ibu aku akan mengantar kak Han sampai pasar, sekalian membeli keperluan rumah Boleh?" tanya Yuna, ia mengutarakan keinginannya itu karena ia merasa bosan jika terus menerus berada didalam rumah, sekalian ia bisa lebih dekat dan mengenal kakak angkatnya.
"Tapi kau belum mengenal tempat ini, aku takut kamu tesesat sayang?" jawab Ibuu Dambi sembari mengelus rambutnya.
Yuna memang baru beberapa hari berada ditempat itu, mendapat penolakan secara halus ia hanya bisa diam sembari menunduk. Ayah Han tersenyum dan berkata,
"Biarkan ia pergi mengantarkan Han bu! Aku rasa ia juga butuh suasana baru, dan mengenal Han lebih dekat, benarkan?"
"Tapi aku khawatir kepadanya yah, dia belum sembuh benar" kata Ibu Dambi sembari menatap Yuna, pandangannya jatuh pada leher Yuna yang dililit kain.
"Ini kenapa sayang?" tanyanya sembari memegang kain itu,
"Jangan bilang ini luka yang dibuat Han?" tanya Ibu Dambi kepada Yuna.
"I...i....itu....." Yuna bingung mau menjawab apa, ia tidak mau anak dan ibu didepannya itu bertengkar karena masalah dua hari yang lalu.
Sedangkan Han yang mendengar ibunya bertanya seperti itu terbatuk-batuk lalu dengan segera memalingkan wajahnya sembari bersiul-siul.
"Han.... Kau.... " Ibu Dambi berkata dengan suaranya yang menggeram seram, Han tahu sebentar lagi akan ada suatu hal buruk yang akan menimpanya. Maka ia bersiap-siap untuk menghindari hal buruk itu, tanpa sadar ia menarik tangan Yuna dan berlari menjauh.
"Sudahlahbu!" kata ayah Bongju.
"Hah... Anak itu, kebiasaannya tidak pernah hilang, ia selalu melukai siapapun tamu yang tidak dia kenal yang berkunjung kerumah" kata Ibu Dambi.
"Tapi kau tetap menyayanginyakan?" tanya Pa Bongju sembari merangkul istrinya.
"Tentu dia anakku, dia melakukan itu juga karena dulu pernah ada yang berniat mencelakai kitakan" kata Ibu Dambi bangga.
"Apa katamu dia anakku juga, jadi dia anak kita" kata Pa Bongju sembari cemberut,
"Iya iya dia anak kita, jangan cemberut mukamu jelek" kata Ibu Dambi terkekeh, Pak Bongju tersenyum melihat istrinya tidak lagi sedih karena putranya pergi menjalankan tugas.
"Kau tahu aku rasa ada yang kurang, dimana Yuna?" tanya Ibu Dambi kepada suaminya.
"Kau tidak tahu dia diseret Han, mungkin ia ingin diantarkan oleh adik barunya" kata Pa Bongju enteng.
Sedangkan Ibu Dambi jangan ditanya, mukanya memerah menahan amarah yang siap meledak,
"HAN....." teriak Ibu Dambi kesal, Pa Bonju geleng-geleng kepala kemudian mulai membujuk istrinya itu agar masuk ke dalam rumah. Ia masuk kedalam rumah dengan ibu Dambi yang sedang menghentak-hentakkan kaki.
~§~
Disisi lain ditengah jalan yang sepi terlihat seorang pemuda dan seorang gadis tengah berlari, lebih tepatnya pemuda itu sedang menyeret sang gadis agar ikut berlari bersamanya, yang diseret hanya pasrah dan mengikuti sauradaranya itu. Setelah merasa sudah jauh dari rumah ia berhenti, lalu menoleh ke arah Yuna yang sedang memegang perutnya,
"Hah.... Hah.... Hah...." nafas mereka berdua memburu.
"Hah.... Kau gila?" setelah mengatur nafas ia meluapkan kekesalannya.
Han yang mendengar adik barunya berkata demikian mengangkat sebelah alisnya. Yuna melirik Han kemudian memandang jalanan didepannya.
"Apa maksudmu berkata aku gila? Aku masih waras kau tahu!" Mereka berdua berjalan bergandengan tangan tanpa sadar.
"Hn...." jawab Yuna
"Hn? Apa itu? Kau tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Han.
"Hah.... Selain bodoh kau juga cerewet ternyata" jawab Yuna enteng dengan pandangan lurus kedepan.
"Aish.... Aku baru tau ternyata adik baruku ini menyebalkan" kata Han cemberut.
"Hn" jawab Yuna.
"Lagi? Kau terlalu dingin untuk seorang perempuan, harusnya kau itu lemah lembut, ramah, dan baik tentunya, dan satu lagi tidak menyebalkan!" kata Han.
"Hn" jawab Yuna sekenanya.
"Aish aku tidak mengerti bahasamu bodoh" kata Han kesal.
Percakapan itu terus berlanjut disepanjang perjalanan mereka.
~~~~~~~~~~`∞`~~~~~~~~~~
♥♪ Hatiku memang kosong tetapi tetap akan ada kehangatan yang akan aku berikan pada orang-orang yang menyayangiku ♪♥