Say Yes

Say Yes

- Loco & Punch -

You're in front of your eyes

I'm here

Tell me with your lips

Say yes, say yes

even I did not know

I'm going to you

I want to tell you my heart with the blowing wind

Now I smile like you're used to

Just walk towards it

I want you to hold out my hand

Let me run to you barefoot

In a complicated day

I roll my head every hour but I

I realized it now

Eventually abandoned, only you remain

===========

Para tamu undangan saling bergumam memuji kecantikan Ruby yang melenggang diiringi salah satu saudara perempuan dia hingga ke depan altar, bersanding dengan Tuan Benetton.

Lantas, upacara pun dilaksanakan. Menghormat ke langit, menghormat ke keluarga tertua. Di atas altar ada papan arwah kakek dan neneknya Vince serta papan arwah ibunda Vince. Sedangkan keluarga tertua dari pihak Ruby diwakilkan kakak tertuanya karena Ruby juga sudah yatim piatu.

Setelah itu, keduanya menghormat ke satu sama lain secara berhadapan, dan upacara selesai. Mereka sah sebagai suami istri. Vince merasakan dadanya sesak. Tapi ia tetap bertepuk tangan seperti tamu lainnya.

Kevin menyenggol lengan Vince memakai siku. "Hei, ibu barumu cantik sekali. Jangan sampai kau pikat, yah!"

Vince tersenyum masygul. Batinnya menyeru, 'Aku bahkan sudah puluhan kali tidur dengannya!'.

"Kau dengar nasehatku, tidak?" Kevin mengulang sodokannya.

"Tsk! Kenapa sekarang kau cerewet sekali, sih?" Vince mengusap area yang disodok siku Kevin. "Aku punya target lain," ujarnya seraya menoleh ke Feiying.

"Baguslah. Aku bisa tenang." Kevin lipat dua tangan di depan dada sembari menatap hidangan yang mulai berdatangan.

"Heh! Kau ini nenek-nenek yang merasuki sahabatku, yah? Keluar kau dari Kevin!" hardik Vince yang ditanggapi gelak kecil sang sobat.

Kevin adalah sahabat dia semenjak remaja. Mereka ini sama-sama anak orang kaya dan sama-sama brengsek dalam hal wanita. Ah, mungkin lebih halusnya lagi, mereka adalah Casanova, Lady Killer, atau apapun sebutan 'bermartabat' lainnya jika berurusan dengan menaklukkan wanita.

Kevin adalah partner in crime bagi Vince. Begitu juga sebaliknya. Keduanya lebih kompak dari siapapun. Keduanya saling mengerti dan memahami meski mereka bukan saudara sedarah.

Hanya kebetulan sama-sama tampan, sama-sama tuan muda keluarga kaya raya, sama-sama masih muda, dan sama-sama penikmat kesenangan hidup.

Mata Vince berkali-kali mencuri pandang ke meja mempelai yang sedang bersantap. Hatinya ngilu, nyeri menatap kemesraan dua orang di sana. Ayahnya tampak begitu mengagumi Ruby, sama seperti sang anak. Ah, ayah dan anak satu selera.

Usai seremoni, tamu undangan mulai pulang. Begitu juga Kevin. Ia berpamitan terlebih dahulu pada Tuan Benetton yang ia kenal baik. Lalu menyalami Ruby sebagai basa-basi kesopanan. Setelah itu kembali ke Vince.

"Aku tak bisa datang ke pestanya." Terdengar suara Kevin di sebelahnya.

Vince naikkan alis mendengar ucapan sahabatnya. "Kenapa?"

"Aku harus hadiri pembukaan pameran di Beijing sebagai wakil perusahaan Ayah. Sepertinya Ayah juga tak bisa datang karena harus lekas terbang ke Roma." Kevin mengancingkan jasnya.

"Cih, mentang-mentang jadi orang sibuk sekarang," ledek Vince.

"Seperti kau, kan?" Kevin menepuk pelan pipi sahabatnya. "Aku pulang dulu. Ingat nasehatku tadi, Casanova. Hahaha." Ia bersiap beranjak dari sana.

Vince tersenyum sambil mengantar Kevin ke mobilnya. 'Saat ini aku sudah punya target, Kev. Lihat saja nanti.'

Usai Kevin berlalu dari mansion, Vince kembali ke dalam, menemui Feiying untuk berbincang dengan gadis manis itu.

Rupanya Feiying berumur 21 tahun, mahasiswi di Universitas Lingnan, di fakultas bisnis, memilih jurusan pemasaran dan bisnis internasional. Meski universitas menyediakan asrama, namun Feiying lebih nyaman tinggal dengan orangtua. Namun, ia akan mencoba masuk asrama kampus tahun depan.

Kedua muda-mudi itu cepat akrab. Perbincangan mereka terlihat asik. Vince terus menatap Feiying hingga kadang gadis itu menunduk karena malu meski pembicaraan tidak terhenti.

Dari percakapan itu Vince yakin Feiying gadis cerdas di sekolah. Dan mungkin saking cerdasnya hingga terlalu banyak belajar dan lupa dengan kehidupan asmara khasnya remaja. Terlihat jelas kikuknya Feiying di depan Vince.

Ruby memergoki keduanya sedang asik mengobrol di taman belakang, ia hanya bisa menatap sendu kemudian berlalu sebelum Vin menyadari kehadirannya.

Mungkin inilah saat dan momen tepat bagi Ruby dan Vince sama-sama melanjutkan hidup masing-masing.

"Xuehua, ayo istirahat dulu." Tuan Benetton sudah ada di depan pengantinnya. Ruby terhenyak kaget, lalu lekas menguasai diri. "Nanti malam masih ada pesta untuk kita."

"Iya, aku tau, Ben." Ruby sunggingkan senyum ke suaminya dan beriringan masuk ke dalam.

Vince melirik sekejab. Ternyata Ruby sempat mengawasi mereka. Bagus. Itu sesuai harapan Vince.

Malam ini adalah pesta pernikahan milyuner Benetton Hong. Tak heran dia menyewa sebuah ballroom hotel bintang lima terkenal di Hongkong.

Makanan serta minuman sudah berderet di meja khusus, sementara meja bundar besar untuk para tamu berjumlah sekitar 150 dengan per meja bisa diisi 10 orang.

Ini pesta besar-besaran.

Semua memaklumi, karena Benetton sudah lama tanpa istri. Dia juga lelaki yang tidak banyak tingkah meski kaya raya. Hanya sang anak yang agak tersohor akibat kelakuan Casanova-nya.

Ballroom sudah hampir penuh. Ratusan tamu telah duduk manis mengitari meja masing-masing. Para pelayan mulai menuangkan air putih dan menghidangkan makanan ringan seperti pangsit.

Biasanya, di pesta pernikahan orang Tionghoa, orang duduk mengitari meja bundar, dan makanan akan bergantian diantar secara bertahap dalam porsi besar untuk beberapa orang.

Sedangkan jika ada meja khusus tempat makanan ringan dan dessert, itu hanya keinginan pemilik pesta. Tamu yang ingin mencicipi hidangan penutup bisa ke meja khusus dan dilayani di sana, lalu makanan atau minuman bisa dibawa ke meja mereka sendiri.

Di pesta ini juga tersedia meja khusus untuk cocktail. Namun tak ada minuman beralkohol berat. Tuan Benetton tak mau tamunya terlalu mabuk dan tidak menikmati pestanya.