Bad Boy

Bad Boy

= Red Velvet =

.

Hei, siapa, siapa lelaki itu

Berdiri keluar dari keramaian

Ekspresi seperti itu, aku suka itu

Tidak merangsang rasa ingin tahu aku

Oh gaya keren adalah bonus

Aku tidak peduli dengan apa yang aku kenakan

Aku tidak peduli bagaimana aku berbicara itu

Aku mencoba untuk berpaling tetapi aku tertarik

=======================

Vince datang ke kantor sekitar pukul sepuluh waktu London. Shea segera menyambut dia dan menawarkan brunch seandainya Vince belum sempat sarapan.

"Ah, ya. Siapkan brunch untukku. Atau kalau kau tau restoran yang menyediakan brunch terbaik di sini, katakan saja." Vince mulai duduk di kursi besarnya setelah menyerahkan tas dan mantel ke Abe.

"Ada, Tuan." Shea langsung saja mengambil ponselnya untuk mulai mencari informasi. "Sebentar, saya pernah menyimpan promo restoran itu."

Tak sampai lima menit, Shea memperlihatkan sebuah laman restoran yang berinterior klasik ke Vince.

"Oke, aku akan ke sana dengan Abe," putus Vince. "Shea, kau sudah makan?"

Shea agak gugup. "A-anu... Saya..." Dia bingung. Dia sudah sarapan di rumah. Tapi dia juga berharap bisa ikut Vince ke restoran itu. Bukan restoran yang dituju Shea, melainkan kebersamaan dengan Vince.

"Ikutlah kalau begitu." Vince bangkit dari duduknya dan Abe sigap memakaikan mantel untuk Bos.

Mata Shea berbinar senang, meski dia berusaha menutupi itu. Dia menggigit bibir keras-keras saking menahan suka cita.

Saat ketiganya melewati para pegawai, itu menimbulkan kehebohan bisik-bisik di antara banyak pegawai perempuan.

"Ah, dasar jalang kecil itu!"

"Huh! Pak Vince terlalu dalam terperangkap jerat si jalang Shea!"

"Gila sekali bocah itu! Mentang-mentang dia sekretaris Bos!"

"Jalang tak tau malu!"

Umpatan dan makian banyak bertebaran di lingkup para pegawai menyaksikan Shea berjalan di sisi Vince menuju mobil sang Bos.

Meski Shea ingin duduk di belakang dengan Vince, dia tak punya keberanian untuk mengambil inisiatif itu. Makanya, ia mau tak mau terpaksa duduk di depan bersama Abe, karena dia juga bertugas sebagai penunjuk jalan.

Sesampainya di restoran bergaya klasik, ketiganya masuk dan duduk di sudut barat restoran yang lebih nyaman tanpa terganggu sinar matahari.

"Pesan saja apa yang kalian ingin." Vince menyamankan duduknya sembari matanya mulai berkelana di sekeliling restoran.

Tak ada yang menarik minat.

Vince memesan semangkuk sup krim jagung kesukaan dia dengan garlic bread. Secangkir kopi susu tak lupa juga dipesan.

Ketika pesanan sudah datang dan dia mulai makan, tiba-tiba matanya fokus pada sebuah sosok berbaju merah yang mendatangi sisi barat restoran.

Jiwa Vince mendadak bergejolak melihat gadis bergaun merah yang terlihat anggun tersebut. Gaun one-piece ketatnya membungkus tubuh ramping gadis itu sepanjang lutut dengan belahan di samping yang sangat tinggi.

Dada Vince berdebar menyaksikan sosok itu. Dia sepertinya gadis Asia dan terlihat anggun mengenakan gaun merah yang sederhana namun seksi melekat di tubuhnya.

Shea mengamati pandangan Vince yang terus lekat pada gadis Asia berbaju merah yang baru saja datang dan mencari tempat duduk. Gadis itu datang bersama dua orang temannya.

Ketiga gadis itu melewati Vince yang menegang di kursinya sampai-sampai melupakan sup-nya.

Ternyata gadis itu duduk tak jauh dari meja Vince. Hanya terhalang satu meja di baris yang sama dengan meja Tuan Muda Hong. Itu memudahkan Vince untuk terus menatap si baju merah.

Gadis tadi sepertinya merasakan pandangan Vince dan mereka sesekali saling tatap. Lalu keduanya sama-sama melempar senyum kecil dari jauh. Kemudian teman-teman gadis itu terlihat kasak-kusuk dan menggoda gadis baju merah itu yang menunduk dan tertawa malu-malu.

Oh, darah Vince seketika menggelegak. Jakunnya turun-naik menyaksikan tingkah malu-malu gadis baju merah itu.

Shea terus mengamati kelakuan Vince dan gadis tadi. Dia tak suka. Mendadak dia ingin membunuh gadis baju merah itu karena berani-beraninya menggoda Bos-nya.

"Ehem! Tuan?" Shea memecah konsentrasi Vince pada si baju merah. "Tuan Vince?"

Vince kaget dan menoleh ke Shea. "Ya, ada apa, Shea?" Perhatian dia teralihkan dari si merah.

"Apakah Tuan menyukai makanan di sini?" tanya Shea sambil berikan tatapan lembut ke Vince.

Meja mereka berbentuk segi empat yang tidak terlalu besar. Masing-masing duduk di sisi meja, dan Shea duduk di sisi terdekat Vince dan menghadap ke arah gadis merah di sana.

Shea dengan mudah mengamati semua pergerakan Vince dan gadis baju merah.

"Oh, iya. Lumayan, kok." Vince terlihat menguasai diri dengan cepat. "Terima kasih atas rekomendasi kamu ini, Shea."

Shea malu-malu tersenyum sambil bawa sejumput rambutnya ke belakang telinga. "Sama-sama, Tuan. Saya... Saya hanya ingin bekerja sebaik mungkin untuk Tuan dan menjadi sekretaris terbaik Tuan Vince."

Abe melirik Shea sambil tetap makan. Ada pandangan penuh arti di mata Abe yang jeli.

Vince kembali melirik si merah di sana dan tersenyum singkat ke gadis itu. Senyum yang sangat menawan yang pasti susah ditolak gadis manapun.

Shea geram karena Vince lagi-lagi bertatap-tatapan dengan gadis merah itu.

Bahkan, Vince menunggu sampai gadis merah itu selesai makan dan pergi dengan teman-temannya, barulah Vince juga bangkit berdiri dari kursinya.

Ketika mereka bertemu di kasir, Vince mencoba berkomunikasi dengan gadis itu. "Apa kau dari Hongkong?"

Gadis itu menggeleng sambil tersenyum manis. "Bukan."

"Lalu?" Vince mengejar. Dia menyerahkan masalah pembayaran pada Abe. Shea membatu di tempatnya.

"Dia dari Singapura!" Teman si merah yang menjawab. Si merah tersipu dan mencubit pinggang temannya itu.

"Apakah kalian mahasiswa?" tanya Vince lagi.

"Bagaimana kau tau?" tanya teman si merah.

"Kalian terlihat sangat muda dan segar seperti mahasiswi pada umumnya. Tahun pertama kah?" tebak Vince santai.

"Kau hebat bisa menebak sampai sejauh itu. Haha, iya, kami masih di tahun pertama dan satu kampus." Teman si merah seakan-akan menjadi juru bicara meski si merah sudah melotot berkali-kali pada temannya yang cerewet itu.

"Tapi dia ini sedang berusaha melamar pekerjaan di sebuah kantor Finance beberapa saat lalu. Dia baru saja selesai wawancara kerja!" Teman yang satunya ikut menimpali, membuat si gadis dress merah itu makin salah tingkah.

"Kalau kau berminat bekerja di kantorku, jangan ragu-ragu mendaftar." Vince keluarkan kartu namanya dan berikan pada tiga gadis itu.

Ketiganya segera meneliti apa yang tertera di kartu nama.

"Kau Bos di sana?!" Teman si merah yang cerewet tak kuasa menahan kejutnya.

"Kebetulan iya," sahut Vince dan berikan senyuman ke si merah. "Siapa nama kalian?"

"Nama dia Runa, Tuan Vince Hong!" Si cerewet sudah mengumandangkan nama si merah terlebih dahulu sehingga Runa yang berbaju merah mencubit keras-keras pinggang si cerewet.

"Runa..." ulang Vince. "Oh, biarkan aku yang membayar makan kalian kali ini." Lalu dia menoleh ke Abe. "Tambahkan bon mereka juga, Abe."

Abe mengangguk. "Siap, Tuan."

"Eh, jangan!" Runa segera melarang. "Tidak boleh begitu, Tuan Hong."

"Tak apa, Runa." Vince berikan senyum hangat ke Runa. "Kalian bisa membalas mentraktir aku lain kali. Oke?"

Teman-teman Runa sepakat mengangguk. Mereka paham Vince mengincar Runa.

====================

Oh, kau membuatku tersenyum

Kau tau aku ini HOT, ah ah..

Lihat aku, kau merasakan aku pula, oh

Ikuti aku bagai kau terobsesi padaku

I'll start bad boy down

Bad boy down from now on

.

= Bad Boy by Red Velvet =