Fire (21+)

FIRE

= Wang YiBo =

.

Mimpi itu tidak terbang

Apakah kamu sedang tinggi?

Dengarkan ada yang ingin dikatakan

(Sekarang aku dapatkan)

Waktu yang terbuang, kau dan aku

Jangan main-main

Aku tahu aku tidak seharusnya mengatakan ini

Kau berada di daftar-A

Membuat aku, membuatku memudar

Jadi, kau ingin bermain dengan api?

Hei, kamu harus hati-hati sebelum terbakar

Apa pun yang diinginkan hatimu

Kita akan berikan api, kita akan berikan api

==============

Setelah itu, tiga gadis pun berpisah dari Vince meski Vince ingin mengantar mereka, namun rasanya mobil dia takkan muat jika harus menampung tiga penumpang lagi.

Shea bersyukur.

Meski begitu, Vince sudah mendapatkan nomor telepon Runa. Itu sudah lebih dari cukup. Ya, lebih dari cukup membakar Shea dalam kebencian.

Mobil pun bergerak ke jalanan dengan Abe sebagai pengemudi. Vince menyuruh Shea duduk di belakang bersama dia. Tentu saja Shea takkan menolak keberuntungan yang dia harapkan ini.

Ketika mobil telah berjalan dengan kecepatan sedang, mata Vince segera mengikuti sebuah objek. Shea dengan cepat mencari apa yang sedang ditatap Vince hingga kepala sang Bos memutar ke objek itu.

Di jalan, ada seorang gadis memakai baju merah ketat dengan belahan paha tinggi yang sedang akan memasuki mobil.

Otak Shea berputar cepat. Ia tak menyangka sang Bos sudah melupakan Runa dan terpikat akan gadis random di jalan. Betapa mudahnya Vince teralihkan.

Shea pun menghubungkan antara Runa dan gadis barusan yang mampu membuat Vince terus lekat memandangi. 'Keduanya sama-sama memakai baju seksi. Keduanya lumayan cantik. Tapi gadis di jalan itu tidak semuda Runa.' Dia terus memutar otaknya.

Dalam menit berikutnya, Shea membulatkan mata setelah menemukan kesamaan antara Runa dan gadis random tadi. 'Dua-duanya sama-sama memakai pakaian merah!'

Shea menatap Vince di sebelahnya yang mulai duduk tenang kembali setelah mobil mereka jauh melewati gadis random tadi.

Akhirnya Shea menemukan 'kata kunci' untuk menaklukkan perhatian Vince. Ia tersenyum tipis dengan rencana sudah memenuhi kepalanya.

Keesokan harinya, Shea tak sabar bertemu Vince. Ia sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tadi malam dia sibuk mencari baju kerja berwarna merah untuk dipakai hari ini.

Shea seakan ingin membuktikan analisa dia sendiri.

Tapi... Vince belum juga muncul. Padahal ini sudah jam dua belas lebih! Apakah Vince tidak akan datang ke kantor hari ini? Shea kesal. Ia meremas-remas kertas kosong di mejanya dan membuang penuh kesal ke keranjang sampah di dekat mejanya.

Shea melirik meja besar Vince. Berharap lelaki itu muncul. Dia sudah mengeluarkan banyak uang demi membeli setelan kerja berwarna merah ini! Ia tak mau usahanya sia-sia.

Perempuan Filipina itu melirik jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya. Kini sudah jam satu siang lebih. Dan Vince belum juga datang. Rasanya harapan Shea musnah.

Ia melangkah lesu sambil berwajah muram ke arah meja Vince. Tangannya mengelus meja itu, seakan sedang mengelus empunya meja.

Lalu ia melangkah ke kursi Vince sambil mengelus punggung kursi bagai Vince ada di sana. "Hah..." Mendesah kecewa, Shea pun berjalan dan berdiri di depan meja besar Vince. Pikirannya melayang membayangkan Vince.

Dia memang sudah tertarik dengan Vince sejak Vince datang ke London beberapa bulan lalu. Namun, dia tidak berkesempatan untuk bertemu dengan Vince karena saat itu Vince sedang mengurus kantor lainnya, bukan di sini. Tapi sejak itu, Shea menyukai Vince dan berharap Vince kembali ke London dan menjadi Bos-nya.

Keinginan Shea ternyata menjadi kenyataan. Vince benar-benar datang kembali ke London menjadi bos dia di kantor ini.

Ceklaakk!

Shea kaget dan memutar badannya.

Vince membeku di tempatnya begitu dia mendapati Shea berdiri di depan mejanya.

Shea tak kalah kaget. Hatinya melonjak tinggi.

"Abe, tinggalkan ruangan ini sebentar." Vince memberikan perintah dan Abe segera mengangguk dan keluar dari ruangan setelah menggantung mantel Vince dan menaruh tasnya di sofa.

Setelah Abe pergi, Vince berjalan dengan mata nyalang menatap Shea. "Kenapa kau berdiri di sana?"

Jantung Shea bagai meloncat dari rongga dada. "Saya... Saya cuma..." Ia tak tau harus memberikan jawaban apa jika sudah begini.

"Cuma apa, Shea? Cuma mengharapkan kedatangan aku?" Mata Vince berkilat dengan seringai aneh di ujung mulut. Kakinya terus melangkah mendekati Shea yang mematung.

"Tuan Vince... Saya..." Shea masih gugup tanpa sebab. Dia masih membeku di tempatnya. "Ahh!" Ia terpekik lirih ketika pinggang ramping dia sudah ditarik Vince sehingga tubuhnya menempel pada tubuh jantan Vince.

"Masih tak mau mengaku?" Suara Vince terdengar dalam dan serak. Dikira Vince tak paham? Dia sedari awal sudah tau Shea ingin memikat Vince. Dan sekarang setelah Shea memakai baju kerja merah, itu benar-benar sudah menyalakan lampu hijau terang untuk Vince.

"Mengaku apa—anghh! Tuan..." Shea tak bisa berkata-kata ketika mulut Vince sudah tiba di leher Shea dan memberikan cumbuan di sana. "Aaangghh... Tuan... Vince..." Shea merasakan hiruk-pikuk dalam hatinya.

Tanpa malu-malu, Shea meremas bahu kokoh Vince dan melenguh lirih. Terutama ketika satu tangan Vince sudah membelai pahanya. "Nnghh... Tuan... Hnnghh..."

Tangan nakal Vince berubah ke dada Shea dan mulai mengurai kancing di blazer Shea lalu melepasnya dan membuang di sembarang tempat seolah itu benda tak berguna.

Shea tak menggubris, meski harga blazer itu hampir mencekik dompetnya tadi malam. Sentuhan Vince jauh lebih berharga ketimbang blazer itu.

"Haanghh!" Shea terpekik tertahan ketika blus dalaman hitam yang dia kenakan sudah diangkat lepas dari tubuhnya dan payudara yang masih terbungkus bra merah membuat mata Vince membara. "Aaangghh..." Ia melempar kepalanya ke belakang sembari terpejam ketika mulut Vince mulai memenjarakan salah satu puting payudaranya yang sudah dibebaskan dari bra.

Shea amat sangat rela ketika tubuhnya direbahkan di atas meja besar Vince meski kakinya masih menjejak ke lantai. Matanya terpejam nikmat sewaktu mulut Vince menjelajahi kedua payudaranya.

Satu tangan Vince kembali membelai paha Shea yang memakai rok mini dan mulai terus naik hingga sampai di pangkal pahanya.

"Hnnghh... Tuaaann..." Shea merintih lirih begitu jari Vince menyusup masuk di celana dalam merah mungilnya. Dia begitu basah hanya dengan belaian jari Vince di sana. Itu mungkin karena akumulasi rindu yang sudah lama ditahan.

Tiba-tiba Vince berhenti dari semua aksinya dan pandangi Shea yang bagai tersesat kehilangan sentuhan Vince. Pria itu menyeringai licik menatap tubuh topless sekretarisnya. Dikira Vince tak tau akal Shea memakai baju merah hari ini?

Jangan remehkan kecerdasan analisa Vince mengenai pandangan perempuan padanya.

"Tuan..." Shea mulai buka matanya dan menatap sayu ke Vince.

"Bangun dan bekerjalah!" Vince jauhkan tubuh dari Shea dan mengurai ikat pinggangnya. "Tentu ini yang kau harapkan, ya kan?" Ia sudah melorotkan celana panjangnya. "Kalau kau anggap ini pelecehan di kantor, maka kau tak perlu melakukan apapun dan kau bisa kembali ke mejamu."

============

Tidak, aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan

Dia akan mencoba membunuh getaran kita

Kecemburuan semua ada di pembuluh darahmu

Kau seharusnya tidak mempercayainya

Dia hanya seorang diva

Kau memberiku demam

Jadi, kau ingin bermain dengan api?

Hei, kamu harus hati-hati sebelum terbakar

Apa pun yang diinginkan hatimu

Kita akan berikan api

Kita akan berikan api

.

= Fire by Wang YiBo =