Iblis Kecil, Kau Kenapa!?

Mereka kembali ke aula latihan. Anan Tian mengunyah buah roh yang tadi diambilnya dengan sembarangan sedangkan Xiao Gang juga sedang memakan buah roh berbentuk seperti apel. Dia hanya memakan satu tidak seperti Anan Tian yang menggigit dua buah secara bergantian. Buah yang tadi dipilihnya dia titipkan kepada petugas untuk diantar ke tempat tinggalnya.

Ada pria paruh baya bersama dengan Guru Besar sedang berbincang. Anan Tian mengernyit, dia masih marah dengan orang tua itu. Segera menghabiskan makanannya dengan cepat, dia langsung menghampiri kedua orang itu. Xiao Gang hendak mencegah Anan Tian membuat keributan, namun percuma. Anak itu berlari dengan cepat bahkan sebelum dia menyadarinya.

"Oi, Pak Tua! Kau berhutang padaku!" seru Anan Tian sambil berkacak pinggang. Tatapannya sengit penuh permusuhan.

"Anak ini..." pria paruh baya itu hendak bertanya namun kalimatnya menggantung begitu saja saat melihat Guru Besar tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kau benar-benar kurang ajar. Aku perlu memberimu pelajaran saat kita pulang nanti." ujar Guru Besar. Dia kemudian mengalihkan perhatiannya pada pria paruh sambil menarik tangan kecil Anan Tian. "Ketua Sekte, ini Anan Tian. Pemilik tubuh pemikat hati yang tadi aku ceritakan. Anak ini memang liar, aku sendiri merasa kesulitan mengaturnya."

"Kau ketua sekte?" entah mengapa pria paruh baya itu merasa anak kecil di hadapannya itu sedang mencemoohnya. Itulah kebenarannya, Anan Tian memang sedang mencemooh ketua sekte yang pelit!

"Iya, aku dengar kau menginginkan buah jiwa hati. Ini dia, karena Guru Besar memintanya langsung maka ambilah." Ketua sekte mengeluarkan sebuah kotak dari cincin ruangnya dan mengambil sebuah buah jiwa berwarna merah maroon. Anan Tian langsung mengambil buah itu kemudian melirik ke kotak yang hendak di tutup kembali. Anan Tian mengendus dan tercium bau yang sama dengan buah jiwa hati dari dalam kotak. Dia menyeringai.

"Ketua Sekte, tidakkah kau terlalu pelit padaku?" tanya Anan Tian sambil menggigit buah jiwa yang baru didapatnya.

"Apa maksud perkataanmu, nak? Aku sudah memberimu buah jiwa itu tapi kau masih mengatakan aku pelit? Guru Besar, anak ini.." wajah ketua sekte tampak masam.

"Bocah nakal, jangan membuat masalah." Guru Besar memelototinya.

"Ayah, jangan diambil hati. Adik Tian hanyalah anak kecil yang suka asal bicara." Xiao Gang tahu anak ini akan menimbulkan masalah. Matanya sesekali melirik buah jiwa yang sedang dimakan Anan Tian. Itu buah jiwa! Puluhan kali lebih baik dari buah roh!

"Tidak, aku mengatakan yang sebenarnya. Paman ini memang pelit." Anan Tian menggeleng pelan lalu menelan habis buah jiwa. "Di dalam kotak itu masih ada 3 Buah Jiwa Hati." telunjuk kecilnya mengarah para kotak yang masih mengambang.

"Kau-" ketua sekte tidak tahu harus bilang apa. Suaranya tercekat begitu saja. Memang benar buah jiwa hati yang dia simpan masih ada tiga.

"Aku rasa tebakanku benar. Kemarin Kakak Joe hendak meminta satu namun kau menolaknya. Padahal kau tahu buah jiwa hati memiliki racun di dalamnya yang mana bagus untuk dikonsumsi oleh Kakak Joe. Sedangkan kau sendiri perlu mengolahnya terlebih dahulu dan itu akan mengurangi efektivitas buah." dia sengaja menyinggung tentang senior berambut pirangnya yang memiliki tubuh racun.

"Baiklah, kalau begitu ini aku berikan untuk Joe. Mohon Guru Besar menerimanya." dengan berat hati dia memberikan satu buah pada Guru Besar. Citranya sangat penting, bila anak kecil ini bicara di luar dan menyebutnya pelit maka citranya akan berkurang di mata para murid.

"Lalu selain menyimpan buah jiwa hati, kau pasti punya buah jiwa yang lain. Mengapa kau tidak memberinya pada Kakak Gang? Kau pelit bahkan pada anakmu sendiri." Anan Tian terus mencari celah supaya ketua sekte mengeluarkan hartanya. Dia agak sedih melihat Xiao Gang hanya dapat memakan buah roh itu pun terbatas dari waktu ke waktu. Berbeda dengan Xiao Lang yang merupakan murid gunung terasing, dia yakin Kakak Lang yang belum pernah dia temui itu pasti sudah beberapa kali memakan buah jiwa. Bukankah ini ketidakadilan?

"Adik Tian..." pria muda itu sedikit terharu mendengar ucapan Anan Tian walaupun anak itu mengatakannya dengan cara yang salah.

"Nak, buah jiwa tidak seperti buah roh. Tidak semua orang bisa memakannya." ketua sekte mencoba membela diri.

"Kalau begitu Kakak Gang ikut denganku saja. Nanti saat Guru Besar memberiku buah jiwa, aku akan memberikannya pada Kakak karena Kakak Gang mau bermain denganku." ajak Anan Tian, dia terlihat sangat antusias. Dia yakin langkahnya ini akan berhasil.

"Adik, tidak perlu seperti itu. Buah jiwa dari guru besar untukmu harus dimakan olehmu. Kau tidak bisa memberikannya padaku." Xiao Gang menggeleng, hatinya benar-benar tersentuh oleh anak ini.

"Tidak. Aku tetap akan memberikannya pada Kakak. Orang ini begitu pelit, dia tidak akan pernah memberimu buah jiwa bahkan di masa depan. Kau perlu buah jiwa untuk kultivasimu."

Ketua sekte merasa hatinya sakit. Anak pertamanya sudah diambil oleh gunung terasing dan kali ini anak keduanya juga akan dibawa pergi. Ini terasa menyakitkan, terlebih saat membayangkan rumor yang akan beredar nanti. Saat ini dia menyadari bahwa Anan Tian adalah anak berbahaya. Anak ini sangat licik dan pandai menggunakan kata-katanya.

"Gang, kau tak perlu pergi kesana. Aku akan memberimu buah jiwa. Ini ambillah." Ketua sekte mengeluarkan buah jiwa berwarna kekuningan dari cincin ruangnya. Anan Tian langsung mengambil buah itu dan memberinya pada Xiao Gang.

"Terima kasih, ayah. Adik Tian, terima kasih banyak." mata Xiao Gang berbinar, wajahnya tampak bersemu merah memandang buah jiwa di tangannya.

"Kakak tidak perlu sungkan." senyuman anak kecil itu secerah mentari pagi, menghangatkan hati siapapun yang melihatnya.

"Baiklah kalau begitu, kami kembali dulu. Ayo, nak."

Anan Tian meninggalkan aula dengan wajah gembira. Dia berhasil mendapatkan keuntungan dari kunjungan kali ini. Buah Jiwa Hati terasa lezat namun dia tidak terlalu menyukainya. Oleh karena itu dia tidak meminta lebih. Dia hanya ingin mencicipinya, tidak lebih. Buah jiwa hati mengandung racun yang membuat tekstur buah sedikit lembek di dalam, dia tidak menyukai hal itu.

"Dasar anak nakal, kau sudah kelewatan. Aku benar-benar akan menghukummu!" wajah Guru Besar tampak kesal. Dia sengaja meninggalkan Anan Tian supaya bisa berdiskusi tentang buah jiwa hati dengan tenang namun siapa sangkah anak ini tetap menghancurkan rencananya. Anak ini secara tidak langsung merampok ketua sekte!

"Pak Tua, berikan buah jiwa untuk Kakak Joe padaku. Aku akan menemui Kakak Joe."

"Bocah, kau pikir aku tidak tahu isi pikiranmu? Kau pasti ingin menukar buah jiwa ini dengan sesuatu milik Joe. Tidak, aku tidak akan memberikannya padamu." tiba-tiba angin berhembus pelan saat tubuh orang tua itu terangkat. Dia terbang! Dia segera pergi sebelum Anan Tian merengek dan perasaan aneh muncul lagi di hatinya.

Anan Tian terpaku menatap kepergian Guru Besar. Alisnya berkedut dan dia mengepalkan tangannya. "Bajingan Tua! Kau benar-benar hina! Kau adalah aib di bawah langit ini! Jika aku tidak bisa membalasmu, maka namaku bukan Anan Tian!" anak itu marah besar. Dia berteriak sambil menunjuk-nunjuk arah pergi Guru Besar Long. Dengan kesal dia menghentakkan kaki dan berjalan sendiri.

Emosinya tidak stabil, dia merasa terhina dengan cara Guru Besar meninggalkannya. Itu terasa seperti penghinaan terhadap kelemahannya. Wajah bak dewa itu memerah. Dia mengambil buah jiwa hitam yang berduri dari cincinnya. Tidak peduli dengan duri-duri pada permukaan buah, dia memakannya begitu saja. Duri itu tajam, tangan kecilnya terluka begitu pula mulutnya. Darahnya mengalir namun dia peduli. Amarahnya menggulung. Dia berharap dengan memakan buah jiwa bisa menghibur hatinya namun sia-sia. Hingga buah hitam berduri itu habis, amarahnya masih belum padam.

Tiba-tiba dia merasa sakit pada dadanya. Anak itu tiba-tiba terduduk. Tangannya yang berdarah mencengkram dadanya. Darahnya seolah mendidih, panas. Panas menjalar keseluruh tubuh. Dia ingin menangis. Rasa sakit ini tak tertahankan. Hueekkss... Uhukk.. Uhukk... Darah menyembur dari mulutnya. Darah itu kental dan berwarna merah kehitaman.

"Eh? Bukannya itu anak yang tadi bersama Guru Besar?"

"Iya, kau benar."

Keributan terjadi, tempat itu ramai. Jadi tentu saja Anan Tian yang tiba-tiba terduduk dan memuntahkan banyak darah menarik perhatian. Murid-murid berlarian dengan panik. Tempat mereka saat ini adalah jalan utama sekte. Sangat ramai orang berlalu lalang.

"Hei, kamu! Cepat beritahu gunung terasing!"

"Anak ini kenapa?"

Anan Tian tidak memperdulikan kehebohan di sekitarnya. Dia merasa sakit yang kuar biasa. Uhukkk... Uhukk... Batuk darah terus menerus membuat tenggorokannya sakit. Dia baik-baik saja sebelumnya. Rasa sakit ini muncul setelah dia menghabiskan buah jiwa hitam yang dicurinya. Dia yakin buah itu penyebabnya. Wajahnya mulai pucat, darahnya seperti terbakar. Organ dalamnya seperti dicabik-cabik.

"Senior, Bondan!" seru para murid saat melihat pria berbadan kekar menerobos kerumunan. Wajahnya terlihat gusar. Dia baru saja kembali dari misi singkatnya saat mendapati yang murid-murid berlarian panik langsung kearahnya tepat setelah dia memasuki gerbang sekte. Dari sana para murid yang panik itu menjelaskan bahwa anak kecil dari Gunung Terasing terluka parah. Hanya ada satu anak kecil di gunung terasing jadi dia langsung tahu kalau itu Anan Tian. Dia langsung berlari untuk menolong anak itu.

"Iblis Kecil, kau kenapa!?" Bondan langsung mengangkat tubuh lemah Anan Tian. Kulitnya terasa perih saat terkena darah Anan Tian. "Sialan! Kalian cepat panggil Guru Besar." setelah mengatakan itu, Bondan langsung berlari menuju Gunung Hijau yang tak jauh dari sana. Gunung itu merupakan pusat pengobatan sekte.

"Bukankah itu Senior Bondan?" ujar salah satu murid Gunung Hijau saat melihat Bondan berlari menaiki gunung dari kejauhan.

"Tidak biasanya dia kesini." sahut murid yang lain.

"Teman-teman, lihat anak kecil yang digendong Senior Bondan. Dia sepertinya sekarat, cepat panggil para senior dan beri tahu tetua gunung. Mengingat Senior Bondan bukan orang yang ramah, dia pasti mengamuk kalau kita bergerak lambat. Cepat-cepat." mereka bergegas mencari para senior dan tetua gunung.

"Panggil Tetua Xia Ming!" seru Bondan. Tetua Xia Ming adalah tetua gunung hijau. Dia adalah seorang tabib misterius yang konon katanya bisa menghidupkan orang yang sudah mati.

Anan Tian yang tidak sadarkan diri dibaringkan di atas kursi panjang yang tebuat dari anyaman rotan. Bondan memangku kepala Anan Tian. Wajah anak itu sudah pucat seakan tak memiliki kehidupan. Namun hembusan napas yang samar masih ada, Anan Tian masih hidup. Pria muda berbadan kekar itu menyalurkan energinya dengan harapan mempertahankan kesadaran Anan Tian.

Anan Tian sendiri tidak merasakan apapun. Dia hanya melihat kegelapan pekat mengelilinginya. Perlahan muncul bintang-bintang yang berkelip seperti penampakan langit malam. Tubuhnya terasa ringan, dia seperti melayang di udara. Rasa sakit luar biasa itu menghilang ketika dia memasuki tempat ini. Dia malayang-layang dikelilingi ribuan cahaya kecil yang berkelap-kelip.

"Selamat datang, Pewarisku!" suara serak terdengar samar.

"Siapa disana?" anak itu mengamati sekeliling namun tidak menemukan siapapun.

"Tak perlu mencariku, aku hanya seutas kesadaran yang tertinggal. Kau hanya perlu mendengarkanku." suara serak itu terdengar lagi. Anan Tian tidak panik, dia merasa bahwa tidak akan ada yang menyakitinya.

"Apa maumu? Dimana ini?"

"Ini adalah dunia batinmu. Untuk keluar dari sini, kau harus menerima warisanku."

"Warisan?"

"Gerbang Valhala!" sebuah gerbang muncul entah dari mana, gerbang itu membawa rasa ngeri dan intimidasi yang luar biasa. Gerbang itu seakan merupakan pintu kematian yang menyambut para dewa. "Entah sudah berapa juta tahun berlalu namun tidak ada pewaris yang cocok. Ini adalah Gerbang Valhala, gerbang yang dapat menelan dewa!"

"Bagaimana cara mewarisinya?" tanya Anan Tian dengan serius. Dia harus mendapatkan benda ini. Benda ini terlihat benar-benar luar biasa dan dia yakin bahwa dengan adanya gerbang ini maka tidak sulit untuk membalaskan dendamnya meskipun dia belum berlatih bela diri.

"Kau hanya perlu mengetuk pintu gerbang dan masuk saat pintu terbuka. Kau akan baik-baik saja bila gerbang menerimamu sebagai Tuan."

Anak itu mulai berpikir, ini mulai terasa mencurigakan. Dari mana asal semua ini? Bagaimana mungkin dia tiba-tiba harus mewarisi hal yang luar biasa tanpa ada tanda-tanda apapun? Ini terlalu tidak masuk akal! Anan Tian tidak buru-buru mengetuk pintu.

"Mengapa tiba-tiba kau memilihku sebagai pewaris?"