Gerbang Valhala

Kaki mungil berayun-ayun di atas pohon. Dibawahnya terdapat tebing yang curam, tebing itu bisa dilihat saat pemilik kaki menundukkan kepalanya. Namun saat ini pemilik kaki mungil itu sedang mendongak, matanya berbinar seperti bintang saat menatap langit biru di atas sana. Dia tampak merenungkan sesuatu, namun sebenarnya pikirannya sedang kosong. Benar-benar kosong tanpa ada satupun yang dipikirkan. Dia hanya mengamati langit biru yang membentang luas, sesekali ada awan tipis melintas. Anak itu sudah seperti itu untuk waktu yang lama. Sekitar setengah hari.

Dua hari berlalu sejak insiden 'penghancuran tubuh' yang dialaminya. Kini tubuhnya mulai pulih walau belum sepenuhnya. Terkadang dia masih akan batuk darah tiba-tiba.

Uhuk... Uhuk... Tubuh Anan Tian sedikit bergetar saat dia mengelap darah yang keluar saat dia terbatuk. Ini sedikit menyakitkan, pemulihan tubuhnya agak lambat. Tiba-tiba dia teringat dengan Gerbang Valhala. Dia ingin memeriksa gerbang itu dengan seksama. Karena kemunculan gerbang itulah yang membuat dia merasakan sakit seperti ini.

Anan Tian melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang mendekat. Sejak dia jatuh sakit, senior-senior di gunung terasing sering berkunjung. Jadi dia agak was was, takut harta karunnya ketahuan. Ya, anak itu menganggap gerbang yang didapatnya itu sebagai harta karun rahasianya.

Pendengarannya tajam, dia bisa mendengar langkah kaki apa bila ada yang mendekat. Hening. Setidaknya tidak ada orang di puncak gunung, bahkan Guru Besar Long yang biasanya ada di sisi lain gunung sedang pergi sejak pagi tadi. Jadi hanya dia sendiri, benar-benar sendirian bahkan tidak ada burung di atas langit.

Mata berbintang yang dibingkai indah oleh alis pedangnya terpejam. "Gerbang Valhala!" seru Anan Tian dengan pelan nyaris seperti bisikan angin.

Angin mulai bertiup, awan-awan yang menutupi setengah gunung beriak aneh. Udara di sekitar terasa bergejolak dengan irama tertentu, Anan Tian merasakan segalanya. Gelombang energi spiritual disekitarnya tampak mengamuk, tanah sedikit bergetar dengan getaran yang aneh.

Di depannya, bayangan samar mulai muncul. Semakin jelas bayangan itu, semakin kuat hembusan angin menerpa tubuh kecilnya. Dia agak gugup, mengingat dia sedang duduk di atas dahan pohon dan ada tebing curam tepat di bawahnya. Salah sedikit saja maka dia pasti terjatuh dan mati tanpa mayat yang utuh!

Awan merah terbentuk dari gumpalan energi langit dan bumi di sekitar bayangan gerbang. Semakin jelas seolah sedang membawa gerbang itu melayang. Tubuh Anan Tian sedikit berguncang, ada rasa aneh di antara alisnya.

Tiba-tiba sebuah rune aneh keluar dari dahinya. Turun menyusuri wajah dan melilit seluruh tubuhnya. Di wajah tampan bak dewa surgawi miliknya terdapat ukiran dengan tulisan kuno melintang membuat garis lurus di mata dan turun ke pipi sebelum jatuh terus ke leher sebelum membalut tubuhnya. Rune itu menyilang di dahinya. Namun entah mengapa, wajah penuh rune kuno itu tetap terlihat tampan, bahkan memancarkan keagungan yang luar biasa.

Anan Tian tidak tahu apa yang terjadi pada wajahnya. Namun dia melihat rune berukir merambat di tubuhnya seiring dengan kemunculan gerbang. Saat rune keemasan itu sudah melilitnya hingga kaki, rune itu mulai menghitam. Tampak seperti tato. Saat itu pula Gerbang Valhala terlihat jelas, mengambang di udara dengan dikelilingi awan merah darah.

Anan Tian memandang takjub gerbang kuno yang mengambang di depan matanya. Ada hawa mengerikan yang terpancar dari benda tersebut. Dia melambaikan tangannya, membuat gerbang itu melayang lembut mendekatinya. Awan merah melayang halus di kakinya. Alisnya sedikit terangkat saat awan itu menyentuh kakinya. Dia merasa awan tersebut seperti memberinya tempat berpijak. Setelah berpikir beberapa saat, dia melompat ke atas awan merah. Tangannya masih memegang cabang pohon, demi mengantisipasi kalau saja tebakannya salah.

Kakinya menapak. Awan itu benar-benar memberinya pijakan. Dia berpikir apakah awan ini bisa dijadikan kendaraan di masa depan. Senyum kecil terbentuk alami saat Anan Tian memikirkan betapa menyenangkannya hal itu. Menggelengkan kepalanya, dia kembali menatap Gerbang Valhala yang tampak megah dan kuno. Awan merah dibawah kakinya membawanya mendekati gerbang tersebut.

Tangan mungilnya terulur untuk mengelus permukaan pintu gerbang. Dia tidak tahu material apa yang membentuk gerbang, namun ini sangat kokoh. Dia memiliki firasat bahwa gerbang ini adalah harta yang tidak bisa dihancurkan. Pada permukaan gerbang tersebut ada banyak ukiran aneh yang sedikit menonjol. Dia mengelilingi gerbang tersebut dari bawah hingga atas. Di atas gerbang terdapat semacam patung setengah badan, patung itu terlihat menyeramkan. Patung itu seolah-olah memiliki kehidupan. Ada untaian aura aneh disekitar patung itu.

Mata indah Anan Tian jatuh menatap bagian tepi gerbang. Gerbang ini tidak memiliki engsel namun ada dua buah pilar di masing-masing sisi. Ada ukiran naga yang melilit pilar tersebut dan keduanya tampak hidup. Sama seperti patung setengah badan yang ada di atas gerbang. Anan Tian bingung, apa fungsi gerbang ini. Mengapa benda ini terlihat terlalu misterius?

Selain itu, Anan Tian juga mendapati beberapa batu permata dengan warna redup di bagian bawah gerbang. Kalau bukan karena ketelitiannya, dia pasti tidak akan menyadari keberadaan permata tersebut. Ada banyak dengan bermacam warna. Dia tidak memperhatikan hal-hal tersebut saat pertama kali melihat Gerbang Valhala di dunia batinnya.

"Ini benar-benar harta. Tapi apa kegunaannya?" tangan kecil itu mengelus dagu mulusnya dengan lembut. Wajahnya terlihat serius, dahinya sedikit berkerut. Berpikir dan terus berpikir. Namun dia tidak memiliki ide tentang itu. Anak itu menghela napas lesu. Dia tidak dapat menebak apapun, otaknya kosong.

"Eh, tubuhku sudah pulih?" tiba-tiba dia menyadari bahwa tubuhnya yang rapuh penuh dengan tenaga. Tidak ada rasa sakit lagi bahkan dia tidak lagi terbatuk. Sekali lagi dia menatap gerbang dengan pandangan aneh. Dia melompat-lompat dan merasa benar-benar sehat. "Tapi tanda aneh ini memenuhi tubuhku, jangan bilang ini permanen!"

Anan Tian membuka bajunya. Rune hitam melilit tubuh putih mulusnya. Dahinya kembali berkerut. Awalnya dia tidak terlalu mempedulikan hal ini, tapi sekarang dia panik luar biasa. Bagaimana dia akan menemui orang-orang nanti? Mau seperti apa lemahnya tubuh ini, dia tetap menyukainya. Tanpa sadar dia memegang wajahnya, dia agak suram saat ini. Melihat tubuhnya dipenuhi rune kuno, dia mulai memikirkan wajah tampannya. Dengan tergesah-gesah dia mengambil cermin dari cincin penyimpanannya.

Dulu saat di Bumi dia tidak terlalu mempedulikan hal-hal seperti keindahan diri. Tapi sejak memiliki wajah seperti dewa surgawi membuatnya sangat memuja dirinya sendiri. Saat menatap cermin, pandangannya benar-benar kosong. Ukiran kuno benar-benar melintang di wajahnya yang tampan!

"Wajahku, Aaahhh!" tangannya bergetar saat memegang cermin. Matanya menatap gerbang itu lagi. "Kau! Kenapa harus wajahku? Kau benar-benar tidak menyisakan sedikitpun dariku! Sialan!" Anan Tian menunjuk-nunjuk gerbang dengan marah. Dia terlihat seperti anak kecil yang mainannya dicuri. Dia mengamuk sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Setelah mengumpat beberapa saat, dia kembali tenang. Pikirannya kembali jernih. Dia menyimpan cerminnya dan mengarahkan awan merah untuk membawanya kembali ke atas pohon.

Wajahnya terlihat damai, seolah tidak marah sama sekali sebelumnya. Dia memejamkan matanya perlahan dan tak lama kemudian Gerbang Valhala menghilang. Gerbang itu menghilang tanpa membuat kehebohan seperti kemunculannya. Rune kuno itu seakan tersedot kembali ketempat asalnya. Masuk kedalam dunia batin Anan Tian. Wajah dan tubuhnya kembali seperti semula.

"Tempramenku benar-benar buruk. Amarah hampir membodohiku." gumamnya pelan. Dia kembali mengeluarkan cermin dan menatap pantulan wajahnya. Dia tersenyum senang. Di masa lalu dia mengabaikan penampilannya namun sekarang dia harus menjaganya. Ini berharga dan sangat berguna baginya di dunia ini.