Saat itu, Taozi hanya merasa bahwa sesungguhnya Shen Mochen sangat tampan ketika dia tertawa. Dia mengiyakan janji Taozi untuk cepat dewasa, meskipun saat ini dia juga menatap Taozi dengan bingung. Lalu, dia mencium bibir Taozi lagi, kemudian mencium kening perempuan kecil itu dengan lembut, "Bodoh, bukan kamu yang menentukan dewasa atau tidaknya." katanya.
"Lalu siapa yang menentukan?" tanya Taozi sambil mengusap kening yang barusan dicium oleh Shen Mochen. Seketika hatinya pun terasa lebih hangat.
"Waktu," jawab Shen Mochen. Dia lalu mendekap pundak Taozi, kemudian menatap tenangnya lautan yang disinari oleh rembulan. Taozi hanya mengangguk, namun dia sangat mengerti maksud Shen Mochen.
Taozi mengikuti tatapan Shen Mochen yang sedang menatap lautan di depannya. Lampu-lampu kuning di pinggir jalan mulai meredup. Terlihat ombak laut yang sedang membelai pesisir pantai dengan indah. Terlihat juga kerlipan-kerlipan cahaya rembulan di luasnya lautan, dan dinginnya angin laut yang seperti sedang memeluk kedua insan yang di mabuk asmara.
"Ayo kita kembali dan beristirahat. Besok kita masih akan pergi ke Teluk Yalong." kata Shen Mochen yang kemudian menatap lautan itu sekali lagi. Lalu, dia kembali ke hotel sambil menggandeng tangan Taozi.
Taozi mengangguk dan menuruti Shen Mochen. Dia terus merasa bahwa malam ini ada yang berbeda dengan Shen Mochen dari biasanya. Seperti ada kehangatan lain yang tidak bisa dijelaskan olehnya.
Mereka pun kembali ke hotel dengan bergandengan tangan. Sesampainya mereka di kamar, keempat orang dewasa tersebut tampak sedang asik bermain kartu. Melihat Shen Mochen dan Taozi yang sudah kembali, mereka lalu menyuruh kedua anak ini untuk kembali ke kamar sebelah dan beristirahat terlebih dahulu. Setelah itu, mereka akan kembali ke kamar masing-masing seusai bermain kartu.
Shen Mochen diam-diam menggandeng tangan Taozi untuk kembali ke kamar yang berada di sebelah. Kemudian, dia menyuruh Taozi untuk cuci tangan, cuci muka dan cuci kaki, lalu menyuruhnya untuk tidur. Sedangkan dirinya mengambil sebuah koran, setelah itu duduk diatas sofa. Dia pun akhirnya terlihat membolak-balik halaman koran yang dia baca.
Taozi pun akhirnya merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan menarik selimut ke atas tubuhnya. Tak lama setelah memandangi pantulan wajah Shen Mochen dari lampu meja, dia pun akhirnya terlelap. Beberapa saat sebelumnya, pikirannya masih terus terbayang dengan sikap hangat Shen Mochen. Kemudian dia berpikir kalau andai saja Shen Mochen selalu bersikap sehangat ini kepadanya.
※
Pagi hari di keesokan harinya, ayah dan ibu Taozi melihat Taozi tertidur sangat pulas. Mereka pun tidak tega untuk membangunkannya.
"Aneh sekali, biasanya meskipun tidak bangun, dia masih menjawabku. Mengapa hari ini dia tidur pulas sekali?" tanya Ibu Taozi sambil melihat ayah Taozi.
"Apa jangan-jangan, karena kemarin dia terlalu capek bermain?" timpal ayah Taozi. Dia lalu duduk disamping kasur Taozi, dan mengelus kepala putrinya secara perlahan, "Lagi pula, Taozi ini masih kecil. Seharian kemarin kita terus berjalan di tempat wisata itu. Jangankan dia, aku sendiri saja merasa tidak kuat untuk berjalan." lanjutnya.
"Lalu bagaimana? Hari ini kita masih ada perjalanan lain," ucap Ibu Taozi dengan sedih. Kalau dilihat-lihat, wajah Taozi sangat imut ketika tidur pulas seperti ini. Pipi tembamnya tertindih bersama dengan bantal, bibir merahnya juga tampak menganga seiring hembusan napasnya. Sungguh pemandangan tidur yang sangat manis. Membuat siapapun yang melihatnya tidak akan tega untuk membangunkannya.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya ayah Taozi memberikan keputusan yang dirinya sendiri pun tidak menginginkannya, "Bagaimana kalau memanggil Chen Chen kemari?" tanyanya.
"Ide bagus! Selanjutnya, kalau Taozi tidak bangun ketika kita bangunkan, panggil saja Chen Chen untuk membangunkannya. Dengan begitu, kita bisa menghemat banyak waktu, dan aku juga bisa tidur lebih lama," jawab Ibu Taozi dengan bersemangat. Dia pun kemudian mendorong ayah Taozi ke kamar sebelah untuk memanggil Shen Mochen. Mendengar ucapannya barusan, Ayah Taozi merasa sedikit menyesal akan keputusannya...