Kehadiranmu yang begitu nyata di sisiku
Membuatku tak menyadari betapa berharganya waktu yang kuhabiskan bersamamu
Aku merasa terbiasa dengan kebersamaan kita
Bodohnya aku yang tak menyadari
Bahwa hujan akan jatuh pada waktunya
I only know when you left
That i was a fool without you
So, please...
Don't leave me again
~~~~
Hana terdiam dan mematung mendengar ucapan Rani. Konsekuensinya adalah Shandy akan terhapus dari ingatannya? Bersama kenangan mereka selama ini? Bagaimana bisa? Bagi Hana itu sama saja membunuhnya secara perlahan. Benarkah demikian? Sekejam itukah takdir?
Sejak kecil Hana tidak memiliki siapa-siapa. Ingatan masa kecilnya pun sebagian tak ada. Hanya beberapa ingatan saat ia berusia 10 tahun yang masih samar-samar melekat dalam memorinya, yaitu saat ia pertama kali memasuki panti yang berada di desa terpencil. Sayangnya, ingatan sebelum kejadian itu sama sekali tak ada jejak sedikitpun dalam otaknya.
Hana selalu menutup diri dari orang-orang karena ia merasa tidak diterima. Sejak di panti, ia diperlakukan buruk. Ia tidak tahu rasanya dicintai. Ia tidak tahu caranya mencintai. Namun setelah bertemu Shandy, kehidupan Hana berubah, ia merasakan apa yang selama ini tidak pernah ia rasakan dan alami, yaitu kasih sayang dan cinta. Shandy mengubah hidup Hana menjadi berarti. Membuat Hana berpikir bahwa ia juga pantas dicintai. Mengajari wanita itu berbagai macam perasaan yang bisa ia rasakan. Shandy yang selalu tersenyum lembut padanya. Shandy yang selalu melindunginya. Shandy menunjukkan banyak hal baru yang tidak pernah diketahui Hana. Hana bahkan mendapatkan teman-teman baru di restoran itu. Jika harus melupakan sosok Shandy yang begitu berarti dalam hidupnya dan melupakan kenangannya juga semua yang ia berikan pada Hana, bahkan memikirkannya pun Hana tak mau.
Shandy adalah pria mature. Meskipun usianya baru menginjak 26 tahun saat mereka pertama kali bertemu, Shandy sudah meninggalkan kesan dewasa dalam ingatan Hana. Pria dengan tinggi 184cm, kulit putih susu dan wajah blasteran itu selalu memasang wajah ramah, tenang dan terkesan sopan. Bibir tipisnya yang selalu memasang senyum lembut menambah nilai ketampanan dalam dirinya. Nada bicaranya tenang, ia tak pernah membentak-bentak karyawannya dan siapapun yang berbicara dengannya. Saat marah pun Shandy lebih memilih diam. Benar-benar pria idaman. Seorang pangeran dalam dunia nyata, menurut Hana.
Pria yang sesempurna itu, sangat tidak adil jika harus dilupakan.
Hana tak percaya dengan omongan Rani. "Bagaimana mungkin ia terhapus dari ingatanku saat dialah yang mengisi pikiranku selama ini?"
Hana tak mau mempercayainya, lebih tepatnya ia takut bahwa itu memang akan terjadi. Karena sampai saat ini sosok Shandy dan kenangannya masih tersimpan jelas dalam otaknya.
"Hana, Tuhan bisa melakukan apapun. Jika Tuhan ingin sesuatu terjadi, maka akan terjadi. Jika memang melanggar aturan akan membuatnya terhapus dari ingatan semua orang, maka itu akan terjadi. Termasuk padamu." Rani menegaskan.
"Aku... aku tidak ingin berpisah darinya lagi, Ran. Aku tahu aku mungkin terdengar gila, tapi sejak ia muncul lagi ke hadapanku, aku tak ingin kehilangannya lagi."
"Hana, aku mengerti. Tidak mudah untuk melepas seseorang yang kau cintai, namun kalian berada di dunia yang berbeda."
Hana tertohok. Mau tidak mau ia setuju dengan apa yang diucapkan Rani. "Ya aku tahu itu Ran."
Hana menangis di pelukan Rani. Ia tak bisa menahan tangisnya lagi, itu terasa sangat menyakitkan baginya.
"Baiklah aku akan cari tahu lebih dalam lagi tentang ini, untuk sekarang kau tenangkan dirimu dulu. Jangan sampai Shandy melihatmu seperti ini, ia akan sedih dan merasa bersalah." Rani mencoba menghibur hati temannya itu.
"Baiklah Ran, terima kasih. Maaf aku merepotkanmu." Hana melepas pelukan Rani dan mengambil tissue di meja untuk menghapus air matanya. Ia masih mencoba menenangkan dirinya yang masih sedikit terisak.
"Hana, aku tahu kau kuat." Rani memegang pundak Hana, memberi dukungan pada gadis yang sedang gundah gulana itu.
~
Hana kembali ke rumahnya dengan lesu. Shandy masih belum menampakkan dirinya pada Hana sejak ia tiba-tiba menghilang saat di rumah Rani. Hana masih teringat kata-kata Rani tadi. Pantas saja Shandy tidak pernah menyinggung soal alasan kembalinya ia ke dunia, pikir Hana.
Setelah masuk ke dalam rumah, Hana menaruh tasnya di kursi ruang tamu dan berjalan ke dalam kamar. Ia kemudian merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.
"Hari yang melelahkan." Mata Hana menatap langit-langit kamarnya.
"Padahal aku berencana ingin mampir ke cafe favorit Shandy bersamanya sepulang dari rumah Rani. Tapi dia malah menghilang." Sambung Hana.
Sebenarnya Hana mengkhawatirkan Shandy yang tiba-tiba menghilang seperti itu, namun ia tidak tahu harus mencari Shandy kemana.
"Shandy sudah berjanji tidak akan meninggalkanku lagi, aku percaya padanya. Tapi bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" Hana cemas.
"Kau mencemaskan siapa?"
Hana terkinjat. Tiba-tiba mendengar suara seorang pria di rumahnya membuatnya segera duduk. Namun yang dilihat adalah Shandy yang berdiri di depan pintu kamarnya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. "Shandy! Kemana saja kau? Aku khawatir," ucap Hana terang-terangan pada Shandy.
Shandy melangkahkan kakinya masuk. Di matanya "Maafkan aku, tadi aku pergi ke suatu tempat. Aku tidak sempat bicara padamu. Apa aku membuatmu cemas?"
Hana tersenyum bereaksi terhadap ucapan Shandy. "Tidak apa-apa, tapi lain kali jangan pergi tanpa memberitahuku terlebih dahulu," jawabnya. Hana tak bisa memungkirinya, dalam hatinya ia semakin dipenuhi rasa takut dan rasa ingin menguasai waktu agar Shandy bisa selalu bersamanya.
To be continued