Chapter 4: First Meeting

Di hari aku bertemu denganmu, kau tersenyum padaku.

Senyuman yang dulu aku tak tahu akan menjadi candu bagiku

Seperti kopi yang manis

Kau selalu berada di sampingku

Menemaniku disaat aku membutuhkanmu

Seperti sinar matahari di pagi hari

Menghangatkan perasaanku

Membuatku bersemangat menjalani hari-hariku

~

Hana mendapat telepon dari Vryna, ia menanyakan kabar Hana. Terdengar nada khawatir dari suara Vryna. Tentu saja, baru 3 hari sejak kematian Shandy dan Hana tidak berhubungan dengan siapapun bahkan tidak mengirim pesan pada Vryna.

"Hana, apa aku perlu untuk datang ke rumahmu?"

"Tidak Vryn, tidak usah. Aku tidak ingin merepotkanmu."

"Hei, repot apanya, kamu kan temanku. Aku sungguh tidak keberatan menemanimu."

"Tidak usah Vryn, aku tidak apa. Aku sudah merasa sedikit lebih baik. Kamu tixak perlu khawatir."

"Hmm.. kalau begitu apa kamu ingin ku bawakan sesuatu? Makanan atau obat-obatan, apapun itu, nanti ku bawakan saat aku pulang kerja."

"Untuk saat ini sepertinya tidak Vryn, nanti kalau aku butuh sesuatu aku akan meneleponmu."

"Baiklah, kalau begitu. Jaga dirimu Hana."

"Terima kasih Vryn."

Hana menutup teleponnya, ia sedikit lega setelah berbicara dengan temannya itu. Vryna sangat baik padanya, ia teman yang selalu ada untuk Hana. Namun kali ini Hana tidak berpikir untuk memberitahu Vryna tentang Shandy, menurut Hana ia nanti pasti akan tambah khawatir padanya.

"Hana, kau sudah selesai berbicara dengan Vryna?" suara Shandy datang dari halaman belakang dan membuat gadis itu menoleh ke asal suara.

"Sudah Shan. Tapi aku ingin bertanya padamu Shan."

"Apa itu? Tanyakan saja."

"Kenapa kau sering sekali berada di halaman belakang?" tanya Hana. Shandy memang sering duduk di halaman belakang rumahnya itu setelah ia kembali dalam wujud hantu.

"Aku hanya merasa sejuk di sana. Apalagi dudu di bawah pohon jambumu itu."

"Ya memang sejuk, aku juga suka duduk di sana. Aku jadi ingat dulu kamu akan bermalas-malasan di depan tv saat di rumahku, dan sekarang malah sering pergi ke halaman belakang."

"Aku kan tidak bisa memegang remote tv," ujar Shandy sedikit terkekeh.

"Aku akan mengganti saluran untukmu jika kamu ingin menonton tv."

"Tidak usah. Lagipula nanti kita akan memperebutkan saluran tv jika drama kesukaanmu dimulai. Hahaha."

"Iya benar hehe."

Mereka berbincang-bincang sejenak hingga suara rintik hujan menghentikannya. Hana hampir lupa dengan pakaiannya yang ia jemur. Hana segera bangkit untuk mengambil pakaiannya yang dijemur di samping rumahnya.

"Aku lupa, pakaianku akan basah!" ujar Hana sambil berlari dan bergegas keluar.

"Dulu saat aku pertama kali bertemu denganmu, kupikir kamu gadis yang teliti." gumam Shandy terkekeh geli menatap kekasihnya itu.

—5 tahun yang lalu—

Hana keluar dari kereta yang mengantarkannya ke Jakarta, ia melihat sekeliling, dan menghela nafas kecil.

"Akhirnya aku sampai."

Hana keluar dari stasiun dan mencari taksi untuk mengantarkannya ke tempat tujuannya, Restoran Berries.

5 hari yang lalu, seminggu setelah ia lulus sekolah menengah atas, Hana tak sengaja menemukan iklan lowongan pekerjaan di sebuah restoran yang baru di buka itu di internet. Hana merasa ia cukup bisa memasak karena ia yang memasak di panti. Dan juga restoran itu baru dibuka, pasti kesempatan diterima lebih besar, pikirnya. Ia menyalin alamat restoran itu dan bertekad untuk bekerja di sana meskipun dalam hati ia merasa sedikit takut untuk keluar dari desanya dan pergi ke ibukota, namun dia ingin mengubah nasibnya dan melihat dunia luar.

Tidak butuh waktu lama, lebih kurang 30 menit kemudian taksi yang ia tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan dua tingkat dengan dekorasi yang unik dan perpaduan warna beige dan coklat yang membuatnya terlihat elegan.

Hana mengeluarkan dompetnya dan kemudian membayar ongkos taksi pada pengemudinya. Ia membuka pintu taksi dan melangkah keluar sambil membawa kopernya. Di depan pintu restoran, Hana mencoba melihat ke dalam dan mendapati bahwa tak ada seorangpun di sana.

"Permisi, maaf ada yang bisa aku bantu?" Sebuah suara mengalihkan pandangan Hana. Ia menoleh dan melihat seorang pria yang mungkin lebih tua darinya, tersenyum ramah padanya sambil memegang dua buah plastik hitam besar di kedua tangannya, yang sepertinya ia habis berbelanja sesuatu yang banyak.

"Ah itu.. aku ke sini untuk melamar pekerjaan, tapi sepertinya restorannya sedang tutup dan tidak ada orang di dalam." Gadis itu tak menyangka akan bertemu pemiliknya langsung seperti ini. Dan perawakan pemilik restoran itu sangat berbeda dengan apa yang dibayangkannya, ia pikir pemiliknya adalah orang yang sudah cukup tua, namun ternyata pria muda yang tampan.

"Oh iya hari ini memang kami tutup sedikit lebih cepat. Kamu ingin melamar pekerjaan di sini?" tanya pria itu setelah Hana tak mengatakan apa-apa lagi dan hanya menatapnya saja.

"Iya, aku melihat lowongan pekerjaan di restoran ini dari internet. Apakah anda pemilik restoran ini?"

"Iya aku pemiliknya. Kalau begitu tunggu sebentar," pria itu tersenyum ramah, kemudian menaruh salah satu kantong plastik yang sedang ia pegang di bawah, ia menekan kata sandi di pintu dan membukanya.

"Silahkan masuk." Pria itu mengisyaratkan dengan tangannya menyuruh Hana masuk.

"Biar, biar aku bantu" ujar Hana sambil mencoba mengambil salah satu kantong plastik dengan ragu, namun dicegah oleh pria itu sambil tersenyum ramah.

"Tidak usah, ini terlalu berat. Biar aku saja. silahkan masuk." Dengan sopan Shandy mempersilakan Hana melangkah maju. Masih dengan kedua tangannya yang penuh belanjaan untuk bahan hidangan restorannya.

Hana pun masuk ke dalam sambil sesekali melirik ke belakang. Tak tahu harus berbuat apa. Dirinya datang ke restoran itu tanpa persiapan yang matang. Ditambah lagi, ternyata pemilik restorannya sangat ramah dan baik padanya membuatnya sedikit tidak enak hati.

"Silahkan duduk. Tunggu sebentar aku akan menaruh ini di dapur. Kau ingin minum apa?"

"Air putih saja." Hana gugup dan bingung. Dia yang ingin melamar pekerjaan tapi mengapa rasanya dia seperti menjadi seorang tamu.

"Baiklah." Shandy berlalu dengan ramah dan pergi menuju dapur.

Hana duduk di salah satu kursi di sana. Ia melihat ke sekeliling mengamati setiap sudut restoran itu. Indah, pikirnya.

Tak lama kemudian pria itu kembali dan membawakan segelas air putih pada Hana.

"Silahkan diminum. Kau sepertinya datang dari jauh, kau pasti haus," ujar pria itu sambil mempersilahkan Hana minum.

"Terima kasih." Hana meneguk air putih itu, dan kemudian menaruhnya di meja.

"Jadi kau ingin bekerja di sini?"

"Iya, aku bisa memasak, dan sudah terbiasa memasak. Aku bisa memasak cukup banyak jenis makanan."

"Jadi kau ingin melamar sebagai koki?"

"Iya, benar." Hana tersenyum gugup.

Pria itu diam sejenak, kemudian tersenyum menatap Hana, dan mengulurkan tangannya.

"Aku lupa, kita belum saling memperkenalkan diri. Namaku Shandy."

Hana membalas uluran tangan Shandy dan tersenyum. "Aku... Hana."

To be continued