Setelah makan malam, Rhein segera membereskan meja makan dan mencuci piring kotor sementara Keenan menuju ruang kerjanya dan tampak sibuk dengan setumpuk dokumen dan laptopnya. Rhein tersenyum, selama ini dia mengira orang kaya itu hanya perlu ongkang-ongkang kaki tanpa melakukan apapun karena semua pekerjaannya sudah dihandel para bawahannya, ternyata dia salah karena dia kerap melihat Keenan membawa pekerjaan ke apartemen dan mengerjakannya di sana hingga larut malam.
Rhein pernah mendengar Andy bercerita kalau sebelum menikah Keenan selalu lembur di kantornya hingga larut malam tapi semenjak menikah dengan Rhein, Keenan membawa pulang pekerjaannya karena tak mau membuat Rhein kuatir kalau dia pulang malam dan juga Keenan tak mau Rhein sendirian di apartemen. Karena Rhein adalah seorang istri bukan penjaga apartemen. Rhein tentu saja senang mendengar semua itu, dia merasa sangat dihargai.
"Minum dulu," Rhein meletakkan secangkir kopi di meja di depan Keenan.
"Terimakasih," jawab Keenan tanpa mengalihkan tatapannya dari monitor laptop membuat Rhein merasa di abaikan.
Hei, sadar Rhein, jangan berharap lebih. Rhein mengingatkan dirinya dalam hati. Rhein tersenyum canggung dan berniat ke kembali kamar.
"Jangan pergi, temani aku di sini!" suara Keenan menahan kaki Rhein yang hendak melangkah keluar dari pintu.
Rhein tertegun, ini pertama kalinya Keenan meminta Rhein untuk menemaninya lembur biasanya Rhein akan menghabiskan waktunya dengan menonton televisi hingga tertidur di kamar dan saat bangun Keenan tak pernah terlihat di sampingnya. Mungkinkah dia tidur di sofa?
"Tidak mengganggu?"
"Aku yang memintamu, bagaimana bisa mengganggu!"
Rhein masih berdiri ragu saat Keenan berdiri dari duduknya dan menatapnya.
"Kau keberatan?" tanya Keenan menggoda.
"Tidak! Tentu saja aku tidak keberatan." Rhein merasa malu karena dia menjawab dengan cepat. Keenan pasti mengira dia sangat mengharap hal ini mesti pada kenyataannya memang iya!
Keenan Rhein dududk di sofa sementara dia membawa laptop dan kopinya dan duduk di sebelah Rhein. Keenan meletakkan kopi dan laptop di atas meja dan kembali menatap layar monitor sambil mengetik sesuatu.
"Jadi resign?" Tanya Keenan tanpa menatap Rhein.
"Sudah mengajukan suratnya tapi belum diacc sampai saat ini," keluh Rhein.
Keenan tertawa.
"Ya, jelaslah! Mantan kamu kan masih cinta sama kamu!"
Rhein terdiam mendengar analisa Keenan.
"Kamu masih cinta padanya?" tanya Keenan mengejutkan Rhein.
"Tidak lagi," kata Rhein setelah terdiam cukup lama.
"Kenapa?"
"Karena....." Rhein menelan ludah, 'aku mulai jatuh cinta padamu' tapi kata-kata itu hanya terucap di hati Rhein dan yang keluar dari mulutnya adalah, ".... dia telah membohongiku,"
Mata Keenan mengelam untuk sesaat, ada kekecewaan di sana hingga bibirnya berkedut tapi dia segera karena tak ingin Rhein melihatnya.
"Terus apa rencanamu?"
"Aku sudah mengirim lamarana ke beberapa perusahaan yang kamu rekomendasikan tapi sampai saat ini belum ada jawaban," Rhein menunduk.
"Mengapa tidak di rumah saja?" goda Keenan lagi, ada seringai di wajahnya
"Ah, aku belum punya bayangan mesti ngapain kalau aku hanya di rumah, aku sudah biasa kerja,"
" Kamu bisa bekerja di dari rumah menjadi desainer grafis freelance," Keenan tersenyum.
"Entahlah, aku takut bosan,"
"Jadi asistenku?"
"Tidak!Tidak! Tidak! Biar Andy saja yang jadi asisten kamu," Rhein meringis.
"Menjadi asistenku di tempat tidur," Keenan tersenyum miring.
"Uh!" perkataan Keenan sontak membuat pipi Rhein memerah. Keenan tersenyum, dia sangat suka rona itu, sontak dia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Rhein membuat Rhein terkejut.
"Ah, dasar mesum!" Rhein mendorong dada Keenan membuat pagutan di bibirnya lepas, Rhein dapat merasakan dadanya yang berdebar cepat.
Keenan terkekeh, membuat Rhein makin malu. Keenan kembali menatap monitor laptopnya, menuliskan angka-angka yang sangat besar menurut Rhein. Keenan terlihat fokus pada pekerjaannya hingga mengabaikan Rhein yang ada di sebelahnya membuat Rhein terkantuk-kantuk. Melihat Rhein yang terpejam dan bersandar di bahunya dengan kepala yang berkali-kali terjatuh membuat Keenan merasa tak tega. Ditutupnya laptopnya kemudian dengan hati-hati di gendongnya Rhein menuju kamar dan dibaringkannya di atas ranjang. Dikecupnya dahi Rhein dengan lembut dan di selimutinya tubuh Rhein dengan hati-hati.
Keenan kembali ke ruang kerjanya, bukan untuk melanjutkan pekerjaannya tapi mengambil cangkir yang berisi sisa kopi yang dibuatkan Rhein tadi. Keenan menyesap kopi terakhirnya dan membawa cangkir kotor ke dapur. Kemudian Keenan masuk ke dalam kamar, mengamati wajah yang terlelap dalam damai, selimut yang dipakai Rhein sudah berserak dan piyama atasnya yang tertarik ke atas menampilkan perut Rhein yang rata dan putih. Keenan menelan ludahnya, gambaran di depan matanya terasa memicu hasratnya. Keenan menghela nafas panjang, menata deba di hatinya yang berpacu cepat. Bukannya tidak ingin tapi Keenan ingin Rhein melakukannya bukan karena keterpaksaan tapi karena gadis itu menyerahkan diri padanya dengan cinta.
Keenan membenarkan posisi piyama Rhein dan kembali menyelimutinya. Keenan duduk di sofa menatap Rhein cukup lama dengan senyum menghias bibirnya.