Aku dan team telah tiba di Bandara Soekarno Hatta kami akan melanjutkan penerbangan ke kota Surabaya, jam menunjukan pukul 15.00 setengah jam lagi aku berangkat, sebelum itu aku melihat beberapa wartawan mengerumuni sebuah pesawat yang ada di bandara aku mencoba mendekati kerumuna itu bersama mas Ilham dan camera nya. "Ada apa sih mas?"tanyaku pada mas Ilham, "mas tanya tadi katanya pengusaha muda sukses telah tiba di Indonesia dia baru kembali dari Amerika, dia mengembangkan produk lokal disana dan berhasil membuat beberapa pengusaha disana terkesan"jelas mas Ilham, "siapa sih mas?"tanyaku heran, "kalo tak salah namanya tu mas.. Oh dia turun Ale"omongan mas Ilham terpotong. Dari jauh aku melihat sosok pemuda gagah memakai jas abu dan di ikuti beberapa ajudannya, matanya di halangi oleh kacamata hitam mengkilap, wajahnya tidak terlalu terlihat karna sinaran matahari sore itu membuat sosok itu hanya menjadi sebuah siluet semata, perlahan dia turun dari tangga, aku pun berbalik badan dan kurasa itu bukan liputan yang menarik untuk televisi ku. "Alee?"teriak mas Ilham di belakangku, "ya mas?"aku menoleh sedikit, "sini dulu ayo wawancara sedikit"perintah mas Ilham, kemudian aku mendekati mas Ilham yang sudah siap dengan kamera dan pemuda itu disana. "Selamat sore pak, bisakah dari televisi kami mewawancarai sedikit tentang bapak?"mas Ilham mulai merayu, "baik tentu saja, jangan lama-lama ya mas, saya harus tiba di rumah cepat"jelasnya, "hehe istri menunggu ya pak? Baik saya akan percepat ayo ale".
Aku menghampiri pengusaha muda itu dan membetulkan ikatan rambutku dengan benar, lalu aku berdiri tepat di hadapannya, "selamat sore pak saya Alea, mohon kerja samanya"jelasku sebelum wawancara di mulai, "Alea?"dengan kagetnya dia membuka kacamata hitamnya, dengan seperkian detik aku terpaku dan ingin segera berlari dari situ "Ri? Rimba?"aku mengingatnya, pengusaha muda itu ya Rimba Alamsyah, aku masih bingung dengan pertemuan ini, jantungku terus berdegup kencang kakiku terasa lemas nafasku sesak, "Bapak mohon maaf sepertinya kami tidak jadi wawancara nya, dikarenakan pesawat kami sebentar lagi akan take off, ale ayooo"jelas mas Ilham memecah tatapan kosongku dan Rimba. "Ale? Kamu mau kemana? Lagi? "Dia mencoba bertanya dengan nada lembutnya, "ma maaf aku harus pergi, sepertinya lain kali kita perlu ngobrol"jelasku dengan perasaan tak tentu, kemudian perlahan aku berpaling darinya dan meninggalkannya yang masih tertahan disana, "Ale? Berjanjilah untuk menemuiku lagi!"teriak dia dari belakang pandanganku, lalu aku menoleh ku berikan senyuman termanisku untuk pertemuan sekaligus perpisahan ini lagi, dengan lemas aku duduk di kursi penumpang pesawat mas Ilham di sebelahku dengan Rino, aku masih belum percaya setelah 4 tahun akhirnya aku bertemu lagi dengan dia. "Kamu kenal pak Rimba ale?"tanya mas Ilham tukang kepo, "sepertinya begitu mas"aku tersenyum sedikit, "ada masa lalu apa nih dengan dia?"Rino ikut-ikutan kepo, "gak kok cuma temen"tukasku, "temen kok tatapannya kaya ketemu masa depan"mas Ilham mulai mengejek, "temen loh mas hampir 4 tahun aku kenal dia"aku mencoba menjelaskan, "hadeuh lagian dia sudah punya istri ale, mana mungkin pengusaha muda kaya gitu single"Rino memanaskan keadaan, mendengar itu aku hanya tersenyum kecut sepertinya apa yang di katakan Rino benar, dan tidak bisa dipungkiri juga bahwa Rimba bukan kategori pria mapan saja tetapi tampan juga, "mas aku ngantuk mau tidur nanti bangunkan kalo sudah sampai"aku mencoba mengalihkan pembicaraan, sebenarnya bukan saja mengalihkan pembicaraan tetapi juga perasaan.