Hari ini aku ditugaskan mengepak barang-barang keluarga besar Tuan Papi. Keluarga besar Tuan Papi akan berlibur ke rumah Kanjeng Ibu Sepuh di Kediri, Jawa Timur.
Jakarta
Rumah Pak Daffa
"Papi dan Mami lama banget sih…!" keluh Nayla, mondar-mandir sambil memainkan rambutnya. Ia terlihat bosan.
Dzaka dan Dzaki, kompak menunjuk ke arah pintu masuk.
"Apaan?" tanya Nayla, penasaran.
"Papi…!" jawab Dzaka dan Dzaki serempak, dengan ekspresi penuh arti.
"Pi…!" panggil Nayla manja.
"Iya, bidadari Papi," jawab Daffa, sambil mencium tangan Nayla secara berlebihan.
"Mami mana?" tanya Nayla lagi, sedikit kesal.
"Tunggu sebentar ya, bidadari Papi. Titah, sayang…!" Daffa memanggil Titah dengan suara agak tinggi, sedikit panik.
"Iya, Mas…" jawab Titah dari dalam, terdengar suara ribut-ribut.
"Buruan…!" pinta Daffa, mulai cemas.
"Sebentar…!" sahut Titah, masih terdengar ribut.
Lima Belas Menit Kemudian…
"Mami kok lama banget sih…!" Nayla mengulang keluhannya, kali ini dengan nada lebih tinggi. Ia terlihat siap meledak.
"Maaf, Sayang. Tadi Mami nyari sepatu Mami dulu," jawab Titah, muncul dengan tergesa-gesa, rambutnya sedikit acak-acakan. Ia membawa sepatu high heels yang mencolok.
Daffa menatap sepatu Titah dengan ekspresi geli campur heran. "Kamu itu mau pergi ke rumah Kanjeng Eyang Ibu, atau mau pergi kondangan sih, Titah, sayang?" tanyanya, menahan tawa.
Titah tampak frustasi. "Habisnya sendal yang biasa Titah pakai untuk pergi, nggak tahu di mana, Mas Daffa…!" Ia tampak mengacak-acak tasnya.
Tiba-tiba, Kanjeng Ibu muncul, membawa koper besar yang hampir sama tingginya dengan dirinya. Ia menatap Daffa dan Titah dengan tatapan tajam. "Sudah, sudah! Masih mau berdebat saja kalian berdua? Kapan jalannya, Daffa, Titah? Kita mau sampai Kediri kapan ini?!"
Keesokan Harinya…
Sesampainya di rumah Kanjeng Ibu Sepuh, seperti biasa, Tuan Papi masih sibuk dengan tugas kantornya. Ia bahkan menyuruh Arif menjemput sekretarisnya, Laras, sampai ke Kediri. Prioritas tetap kerja, ya?
Kediri
Rumah Kanjeng Ibu Sepuh
Kamar Daffa dan Titah
"Titah, sayang…" panggil Daffa, sambil memainkan ponselnya.
"Iya, Mas…" jawab Titah, sedang merapikan koper.
"Kanjeng Ibu sudah kasih tahu belum, kalau kita hari ini diminta menemani Kanjeng Ibu kondangan?" tanya Daffa, tanpa melepas pandangan dari ponselnya.
"Sudah, Mas, barusan…" jawab Titah, sedikit kesal.
"Oh, oke. Mas kira kamu belum diberitahu, Kanjeng Ibu sayang," kata Daffa, masih fokus pada ponsel.
Titah menghela napas. "Mas, kenapa kok dari tadi saya perhatikan kamu lihatin HP terus?" tanyanya, sedikit cemberut.
"Nunggu kabar dari Laras, sayang. Kok dia belum sampai ya," jawab Daffa, tanpa dosa.
Titah menatap Daffa dengan ekspresi jengkel. "Mas Daffa…!"
"Iya, Titah, sayang…" jawab Daffa, masih dengan senyum polosnya.
"Kan kita mau liburan di sini, bukan mau kerja! Mau libur atau tidak libur, tetap saja kamu, Mas, kerjaan terus!" Titah meledak, melempar bantal kecil ke arah Daffa.
Tiba-tiba, Tuan Papi muncul di ambang pintu, wajahnya sedikit panik. "Titah! Setrika celana Papi, sekarang juga! Laras sudah hampir sampai, kita harus meeting di sini!"
Daffa buru-buru menutup ponselnya. "Wah, meeting dadakan nih, Titah. Untung kamu ada!" katanya, sambil menyeringai.
Daffa, yang menyadari dirinya harus menemani Kanjeng Ibu kondangan, bergegas berganti pakaian. Ia mengenakan pakaian adat Jawa lengkap, terlihat gagah.
"Assalamu'alaikum, permisi, suwun ngapunten Kanjeng Eyang Ibu, Kanjeng Ibu, Kanjeng Romo. Daffa kepingin bertanya, apakah diperbolehkan?" tanya Daffa, menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil dengan fasih.
"Wa'alaikumussalam. Diperbolehkan, Ngger. Silakan, apa yang ingin kau tanyakan?" jawab Kanjeng Ibu Sepuh, juga menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil.
"Kawula kepingin bertanya, apakah ada yang melihat Paijo?" tanya Daffa, masih dengan bahasa Jawa Krama Inggil. Paijo adalah nama tukang kebun yang hilang.
Kanjeng Romo menjawab, juga dalam bahasa Jawa Krama Inggil, "Di ruang setrika baju Daffa…"
Daffa mengerutkan dahi. "Di mana ruang setrika bajunya, Kanjeng Romo?" tanyanya lagi.
Kanjeng Romo menjelaskan, "Dari sini, kamu lurus saja, sebelum dapur, di situlah ruang setrika bajunya…"
Daffa mengangguk-angguk, tampak bingung. "Sae menawi mekaten. Kawula nuwun, matur nuwun Kanjeng Romo, Kanjeng Ibu, ugi Kanjeng Oma. Sampun dijawab pertanyaan saya. Nuwun sewu sedaya." Daffa membungkuk hormat.
"Inggih, Daffa…" seru Kanjeng Ibu Sepuh.
"Assalamu'alaikum…" Daffa memberi salam pada semua yang ada di ruang tengah.
"Wa'alaikumussalam…" jawab semua yang ada di ruang tengah.
Ruang Setrika Baju
"Jo…" panggil Daffa, sedikit tidak sabar.
"Iya, Tuan Papi," jawab Paijo, sambil sibuk menyetrika.
Daffa memberikan celananya. "Ini…"
"Taruh di situ saja dulu," pinta Paijo, menunjuk tumpukan pakaian yang sudah rapi.
"Jangan lupa digosok rapi ya," kata Daffa, sambil memeriksa ponselnya.
"Oke…" sahut Paijo, masih fokus menyetrika.
Ruang Tamu
Titah pamit. "Mas, Titah tinggal dulu ya, antar Dzaka dan Dzaki."
"Iya…" jawab Daffa, masih asyik dengan ponselnya.
Titah menyapa Laras. "Laras, aku tinggal dulu ya."
"Iya, Bu…" jawab Laras, ramah.
Daffa tiba-tiba berdiri. "Sebentar ya, Laras. Saya mau ganti baju dulu."
"Oh, iya, Pak…" jawab Laras.
Kamar Daffa dan Titah
Tuan Papi masuk, tampak panik. "Baju sudah, oh iya, celana masih sama Joya…" katanya, sambil memeriksa jam tangannya.
Ruang Setrika Baju
Paijo mengeluh. "Sudah tahu mau selesai, eh malah dikasih satu lagi! Malah tangan sakit lagi… oles balsem dulu deh…" Ia mengoleskan balsem pada tangannya yang sakit. Tidak sengaja, balsem tumpah ke celana Daffa.
Daffa datang, tidak sabar. "Joya…" panggilnya.
Paijo menjawab dengan kesal, "Apaan sih, Tuan Papi?"
"Mana celana saya?" tanya Daffa.
Paijo panik. "Iya, sebentar lagi… eh, balsemnya… ke celana Tuan Papi lagi…" Ia menyadari kesalahannya.
Daffa menunggu dengan tidak sabar. "Ih, kamu setrika celana saja lama banget! Mana sini celananya, saya mau pakai, tahu!"
Paijo mencoba menjelaskan, "Eh, tapi Tuan Papi…"
Daffa memotongnya dengan kesal, "Ah, bodo!"
Paijo tertawa puas. "Haha… ini yang dinamakan dendam tak sengaja!"
Ruang Tamu
Laras memastikan, "Oh, jadi diundur sampai Jumat depan ya, Pak, meeting di kantornya?"
Daffa, yang merasakan panas karena balsem, menjawab dengan terbata-bata, "Iya, pokoknya diundur… hmm…"
Laras memperhatikan Daffa. "Pak Daffa kenapa, Pak? Sakit?"
Daffa masih kepanasan. "Enggak, saya enggak sakit kok…"
Paijo, yang mengintip dari balik pintu, tertawa terbahak-bahak. "Haha… rasain! Lagian main ambil-ambil saja itu celana, sudah tahu ada balsemnya juga! Haha…"
Laras heran. "Tapi, Pak…"
Daffa, semakin kepanasan, berteriak, "Ya sudah pokoknya gitu! Meeting kita undur sampai panas… huh… huh… panassss!" Ia membuka celananya karena kepanasan.
Laras terkejut dan berteriak, "Pak Daffa! Jangan di sini buka celananya, Pak Daffa!"
Daffa masih berteriak kepanasan, "Huh… panassss!"
Laras semakin panik, "Haa… Pak Daffa!"
Paijo tertawa lagi, "Haha… sekali lagi, ini namanya dendam yang tak sengaja! Dan rasakan celana rasa balsem, dijamin panas! Hehe…"
Kanjeng Ibu dan Kanjeng Romo datang karena mendengar suara ribut-ribut. Melihat Daffa membuka celananya di depan Laras, Kanjeng Ibu langsung menyuruhku mengambilkan sarung dan kipas untuk Daffa.
Tuan Mami pulang dan menanyakan kejadian tersebut kepadaku. Aku jujur dan mendapat hukuman dari Kanjeng Ibu. Dzaki datang ke dapur dan tidak sengaja permen karetnya mengenai konde keramat Kanjeng Ibu.
Aku pun merencanakan untuk membalas rasa sakit hatiku pada Kanjeng Ibu, Jumiati, dan Asep. Aku ingat bahwa konde yang akan digunakan Kanjeng Ibu adalah konde keramatnya.
Ruang Tengah
Kanjeng Romo mendengar suara ribut-ribut dari ruang tamu. "Itu kok ada suara ribut-ribut ya?"
Kanjeng Ibu ikut heran. "Iya ya, benar. Suara ribut-ribut apa ya, Kang Mas?"
Kanjeng Romo mengajak Kanjeng Ibu untuk melihat. "Ya sudah, kalau begitu kita lihat saja ke sana."
Kanjeng Ibu setuju. "Hayuk, Kang Mas…"
Ruang Tamu
Paijo masih tertawa melihat Daffa yang kepanasan. "Ahh… panassss… haha…"
Kanjeng Ibu datang dan memanggil Paijo. "Joya…"
Paijo menjawab sambil tertawa, "Iya…"
Kanjeng Ibu mencolek-colek Paijo. "Jo…"
Paijo, yang masih asyik melihat Daffa, bertanya dengan tertawa, "Apaan sih? Lagi seru nih, haha…?"
Kanjeng Romo ikut bertanya, "Emangnya kamu lihat apa sih? Kayak seru banget?"
Paijo menjelaskan, "Itu loh, Tuan Papi kepanasan. Haha…"
Kanjeng Ibu penasaran, "Kok bisa sih kepanasan, Jo?"
Paijo menceritakan kejadiannya, "Ya bisalah! Begini ceritanya, kan tadi saya lagi setrika celananya Tuan Papi. Tangan saya juga sakit. Pas saya lagi mengoleskan balsem ke tangan saya, eh nggak sengaja balsemnya tumpah ke celananya Tuan Papi. Begitu…"
Kanjeng Romo bertanya lagi, "Oh, terus kamu senang gitu, Jo, melihat Tuan Papi mu kepanasan kayak gitu, Jo?"
Paijo menjawab dengan bangga, "Ya jelas dong! Kan ini namanya dendam tak sengaja, Kanjeng Romo."
Kanjeng Romo sedikit bingung, "Oh, gitu ya?"
Paijo mulai ragu, "Iya dong, Kanjeng Romo… eh, tadi aku menyebut Kanjeng Romo ya? Eh, iya atau enggak sih?" Ia tampak bingung sendiri.
Kanjeng Ibu kembali mencolek Paijo. "Jo…"
Paijo terkejut karena Kanjeng Ibu dan Kanjeng Romo sudah ada di belakangnya. "Iya, eh, Kanjeng Ibu dan Kanjeng Romo…"
Kanjeng Ibu kesal, "Ikut saya kamu, sekarang…"
Paijo mencari alasan, "Ta, ta, tapi Kanjeng Ibu…"
Kanjeng Ibu tegas, "Haiya… mboten enten alasan, Jo."
Kanjeng Romo terkejut melihat Daffa yang masih kepanasan. "Astaghfirullahalazim, Ngger…"
Kanjeng Ibu memerintahkan Paijo, "Jo, tolong Jo, kamu ambilkan kipas dan sarung untuk Kamil, cepat…"
Paijo menurut, "Nggih, Kanjeng Ibu."
Kanjeng Romo menjelaskan kepada Daffa, "Ini semua gara-gara Paijo, celana kamu ke tumpahan balsem…"
Kanjeng Ibu menenangkan Daffa, "Kamu tenang saja, Daffa. Nanti Ibu mau menghukum dia."
Paijo memberikan kipas dan sarung kepada Kanjeng Ibu. "Niki, Kanjeng Ibu, sarung uga kipasnya."
Kanjeng Ibu meminta Laras untuk beristirahat, "Kasih ke Daffa langsung. Oh iya, hampir saja lupa, Laras, kamu istirahat dulu di kamar ya. Saya dan keluarga besar saya minta maaf ya atas kejadian ini."
Laras pamit, "Oh iya, tidak apa-apa, Kanjeng Ibu. Kalau begitu saya permisi."
Kanjeng Ibu memanggil Paijo lagi, "Iya… Jo…"
Paijo menjawab patuh, "Inggih, Kanjeng Ibu."
Kanjeng Ibu membawa Paijo, "Sakmenika sampeyan ndherek kaliyan kula."
Paijo menurut, "Inggih, Kanjeng Ibu."
Dapur
Kanjeng Ibu membawa Paijo ke dapur untuk memberikan hukuman. "Ini semua hukuman dari saya untukmu: cuci piring, bersihkan kulkas, dan tata dapur. Semua yang kotor harus bersih!" Kanjeng Ibu menunjuk ke tumpukan piring dan peralatan dapur yang menggunung.
Paijo melihat tumpukan pekerjaan rumah itu dengan wajah masam. "Sebanyak ini, Kanjeng Ibu?"
Kanjeng Ibu mengangguk tegas. "Iya, Jo…"
Kamar Titah dan Daffa
Titah masuk ke kamar dan melihat Daffa yang masih mengenakan sarung. "Assalamu'alaikum."
Daffa menjawab, "Wa'alaikumussalam."
Titah panik, "Loh, Mas, kamu kenapa?"
Daffa menjelaskan, "Ini semua karena Paijo, sayang."
Titah memastikan, "Apa?! Jadi semua ini ulah Paijo, Mas?"
Daffa mengangguk. "Iya…"
Dapur
Tuan Mami datang ke dapur dan bertanya padaku dengan bahasa yang tidak kumengerti (ini bagian yang perlu diperjelas dalam naskah aslinya). Misalnya, kita asumsikan Tuan Mami bertanya tentang apa yang terjadi dengan Daffa.
Titah kemudian datang ke dapur dan melihat Paijo yang sedang sibuk mencuci piring. "Joya…" panggil Titah.
Paijo terkejut dan menjawab dengan ketus, "Apaan lagi sih? Eh, Tuan Mami!" Ia baru menyadari kehadiran Titah.
Titah marah dan bertanya dalam bahasa Prancis, "Que faites-vous quoi d'autre à faire, voir mon mari est riche autant que cela?" (Apa lagi yang kau lakukan? Melihat suamiku seperti ini!)
Paijo menjawab gugup, "Saya nggak ngelakuin apa-apa, Tuan Mami, sumpah, suer deh…"
Titah kesal, "Bohong kamu?" Ia membentak Paijo.
Paijo keceplosan, "Emang iya, eh…"
Titah semakin kesal, "Emm, tuh kan benar! Bohong kamu ya?"
Paijo mencoba membela diri, "Beneran, Tuan Mami…"
Titah kemudian meminta Paijo untuk memberikan konde kepada Kanjeng Ibu. "Ya sudah, ini sanggulnya Kanjeng Ibu, tolong kamu berikan pada Kanjeng Ibu ya."
Paijo menurut, "Siap, Tuan Mami."
Titah bertanya lagi, "Siap apa?"
Paijo menjawab, "Siap melaksanakan tugas Tuan Mami."
Titah, masih kesal, berbicara dalam bahasa Jerman. "Gut, dann und denken Sie daran, lassen Sie keinen weiteren Fehler nicht mehr Fehler und machen Sie auch kein Problem erneut, erinnern Sie sich an…" (Baik, dan ingatlah, jangan membuat kesalahan lagi dan jangan membuat masalah lagi, ingat itu!)
Paijo menjawab patuh, "Baik, Tuan Mami."