Tiga Minggu telah berlalu, hubunganku dan Daniel masih baik-baik saja. Aku menjalani rutinitasku seperti biasa. Sebentar lagi aku ujian Nasional, jadi aku harus mempersiapkan diri sebaik mungkin."Rin.. lu kenal Lina gak? Tanya Lani padaku. "Lina? Lina siapa? "Selama ini Daniel gak pernah cerita sama lu? Pertanyaan Lani membuatku menoleh ke arahnya "Daniel gak pernah cerita soal Lina. Emang Lina siapanya Daniel? Lani menghembuskan nafas "mending lu tanya sendiri deh sama Daniel, oke" Lani pergi peninggalkanku dengan penuh rasa penasaran. Segara aku pergi mencari Daniel. "Eh.. liat Daniel gak? "Daniel tadi gua liat pergi ke atap". "Oh yaudah makasih yak". Akhirnya aku menemukan Daniel, tapi Daniel tidak sendiri ada seorang perempuan yang menemani Daniel. Sekilas aku mendengar percakapan mereka.
"Kamu ngapain disini? Ucap Daniel kepada perempuan itu dengan penuh introgasi.
"Aku datang kesini cari kamu lah" jawab perempuan itu.
"Denger ya, kita itu udah gak punya hubungan apa-apa. Jadi kamu gak usah ganggu aku lagi, paham"
"Niel, apa segitu cepat nya kamu ngelupain aku, setelah apa yang kita lalui selama ini. Ha?
Dek.. Dadaku sesak mendengar perkataan perempuan itu, hubungan?
"Niel, jawab aku. Kenapa kamu hanya diem? Kamu gak bisa jawab kan, iya kan Niel? Karena aku tau kamu tu belum bisa ngelupain aku"
"Sekarang juga kamu pergi dari sini, surat pindah biar aku yang urus"
"Aku gak mau pindah! Aku akan tetep sekolah disini. Dan aku akan buktiin kalo kamu masih sayang sama aku"
Tanpa terasa air mataku jatuh, aku menangis. Ada rasa yang sakit, sakit entah dimana. Aku tak pernah merasakan sakit yang sesakit ini. Apa yang harus aku lakukan. "Tanggg!!! Tanpa sengaja aku menabrak bak sampah, alhasil Daniel mengetahui keberadaanku. Sekilas aku langsung lari.
"Rin.. Rin tunggu!! Aku mendengar suara panggilan itu, aku juga tidak tau kenapa aku harus lari.
"Rin.. gua bisa ngejelasin semua nya, apa yang lu denger dan apa yang lu lihat"
"Lu mau ngejelasin apa?
"Cewek tadi itu mantan gua namanya Lina, Dia temen gua dari TK, gua pacaran ama Lina lima tahun, tapi Lina selingkuhin gua itu yang menyebabkan gua putus ma Lina"
Aku hanya bisa terisak, menangis dalam kesedihan.
"Rin.. maaf ya gua selama ini gak pernah cerita, ya gua fikir ini tu masa lalu gua, dan cukup gua yang tau"
"Niel.. lu bilang lu pacaran ma Lina udah lima tahun kan?
"Iya"
"Berarti lu baru putus kan sama dia?
"Iya"
"Niel, gua tau kok lu belum bisa move on dari dia, gua tau lu masih sayang ma dia. Gua liat juga Lina masih sayang banget sama lu, sampe dia bela-belain pindah sekolah demi lu"
"Rin... Gua sayang sama lu, Lina tu masa lalu gua, biar kan Lina tetep jadi masa lalu gua"
"Gua juga sayang sama lu Niel, meskipun kita baru pacaran, tapi gua sayang sama lu''
Saat ini aku hanya bisa menangis, Daniel memelukku. Pelukan yang penuh cinta pelukan Daniel hangat membuatku nyaman, membuatku tenang dan hanya ingin terus bersama nya.
Beberapa hari setelah kejadian itu, aku bertemu dengan Lina. Ternyata Lina sekelas denganku dan tentunya sekelas pula dengan Daniel. Lina tak pernah menegurku, aku pun tak mau menegurnya. Sepertinya Lina tau hubunganku dengan Daniel, tapi aku bodo amat lah, yang jelas Daniel adalah pacarku. Meskipun begitu aku masih tetap cemburu, tak jarang Lina mencuri pandang ke Daniel.
"Rin.. lu udah tau belum soal Daniel sama Lina? Lani datang menghampiriku lalu berkata seperti itu.
"Emang mereka kenapa? Tanyaku pada Lani.
"Tapi lu jangan kaget, lu dengerin gua dulu. Aku hanya menganggukkan kepala, bersiap-siap mendengar kabar dari Lani, perasaanku sudah tidak enak.
" kemaren Daniel sama Lina ketemuan di taman deket sekolah"
"Apa!!! Lu jan asal nuduh gitu dong. Gak mungkin Daniel ngelakuin itu, jelas-jelas Daniel bilang ke gua kalo dia tu sayang sama gua"
"Rin.. gua gak asal nuduh, gua ada buktinya. Nih coba lo lihat, ini tu jelas-jelas Daniel sama mantannya, dan lu harus tau Rin, Daniel masih punya Rasa ke Lina'. aku berharap yang di foto itu bukan Daniel, aku berharap itu orang lain. Bagaimana pun kerasnya aku menolak itu tidak akan merubah kenyataan. Aku harus minta penjelasan ke Daniel. "Gua mau cari Daniel". Aku bangun dari tempat duduk meninggalkan Lani. Seperti biasa, jika Daniel tidak ada dikelas atau pun di kantin, berarti Daniel saat ini sedang berada di atap sekolah. Sesampainya aku di atap sekolah, aku langsung di sajikan dengan pemandangan yang tak menyenangkan. Kakiku lemas, tak sanggup untuk berdiri menyaksikan dua orang sejoli sedang bermesraan di hadapanku yang tak lain adalah pacarku sendiri dengan mantannya. Aku langsung terduduk, seolah-olah bumi runtuh menimpaku, kakiku sudah tidak sanggup untuk menopang beban yang terlalu berat. Aku hanya menatapnya lirih, ada rasa benci di hatiku. Penghianatan yang dilakukan oleh orang yang sangat ku cintai, membuatku tak sanggup untuk berkomentar apapun. Aku berharap ini hanyalah mimpi, aku ingin segera bangun dari mimpi ini, mimpi yang sangat menyakitkan.
Aku hanya bisa menangis, bila mengingat kejadian itu. "Rin.. lu kenapa? Lani datang menghampiriku dengan wajah yang begitu panik. Aku bahkan tak bisa berkata apa-apa. Yang aku bisa hanyalah menangis menangis menangis dan menangis. Aku menangis sejadi-jadinya mencurahkan semua kesedihanku dalam pelukan Lani. "Rin.. lu kenapa? Coba sekarang lu cerita sama gua, siapa yang udah buat lu nangis kek gini"
"Hari ini aku izin ya, aku mau pulang"
"Pulang. Rin ada apa sih, ha? Coba lu cerita sama gua" aku tak bisa berkata apa-apa.
"Ya udah, kita cerita di tempat lain" Lani mengajakku pergi meninggalkan kebisingan kelas. "Sekarang kamu cerita sama gua ada apa sebenarnya"
"Lan.. tadi gua ngeliat Daniel pelukan sama Lina, pegangan tangan, mereka mesra banget" tangisku kembali pecah, aku tak bisa membendung air mataku. Mengingat kejadian yang sangat menyakitkan itu membuat hatiku terasa diiris-iris.
"Gua hancur Lan. Hiks..hiks..hiks.. apa yang harus gua lakuin?
"Lu yang sabar ya! sekarang tugas lu minta penjelasan sama Daniel, oke"
"Tapi Lan gua takut, gua takut mendengar jawaban Daniel"
"Rin..lu gak boleh takut, yang salah disini tu bukan elu. Kalo perlu lu putusin si Daniel"
Air mataku tak henti-hentinya mengalir. Begini kah rasanya patah hati, benar-benar patah. Lebih sakit daripada ketusuk jarum.
"Kringggggggg... Kringggggggg... kringggggggg.....
"Ada yang telfon lu tu" ucap Lani kepadaku. Saat aku Melihat siapa yang telah menelfonku, aku terkaget. Di ponselku tertulis jelas "Daniel call". Tanganku gemetaran, aku benci melihat nama itu. Aku tak ingin mengangkatnya, namun Lani bilang ini adalah kesempatanku meminta penjelasan dari Daniel.
"Hallo" ucap seseorang diseberang sana yang tak lain adalah Daniel.
"Hallo Niel.. ada apa?
"Lah kok ada apa sih. Lu dimna? Kenapa tadi gak masuk?
"Gua lagi males masuk. Kenapa?
"Rin.. kamu kenapa? Ada masalah? Kalo ada masalah cerita sama aku". Iya aku ada masalah, kamulah masalahku Daniel, asal kamu tau, aku sedang tidak baik-baik saja. Ingin rasanya aku mencaci nya Daniel saat ini, tapi aku tidak bisa, bibirku kelu, aku tak kuat lagi bicara dengan Daniel. Lani yang melihat espresiku langsung mengambil alih ponselku.
"Hallo Niel, ini gua Lani"
"Loh Lan.. Rin mana?
"Lu gak usah banyak tanya Rin mana Rin mana. Sekarang juga lu dateng ketaman deket sekolah tempat lu ketemuan sama Lina"
"Maksud lu apa sih"
"Sekarang juga lu dateng titik" Tuuuut. Lani mengakhiri pembicaraannya dengan Daniel.
"Rin.. lu selesai kan masalah lu sama Daniel, gua tunggu lu di sebelah sana, nanti kalo ada apa-apa gua pasti samperin elu. Oke!
Aku mengangguk kan kepala, Lani pergi meninggalkanku. Aku duduk termenung sambil menunggu Daniel datang, ada rasa takut menyelimutiku. Aku takut dengan apa yang akan dikatakan oleh Daniel, aku harus mempersiapkan diri, apapun itu aku harus terima, yang salah bukanlah aku tapi Daniel.
Beberapa menit kemudian Daniel datang dengan wajah bingung. "Rin.. kamu kenapa? Lani mana, kok lu sendirian? Aku hanya tersenyum kecut
"Niel.. ada yang lu mau sampein ke gua gak? Atau mungkin lu ada rahasia yang lu sembunyiin dari gua?
"Maksud lu apa sih? Rahasia apa. Gua gak ada rahasia"
"Oke. Kalo gitu kita udahan ya. Hubungan kita sampe disini aja"
"Rin maksud lu apa sih. Salah gua apa? Kok lu main putu-putus aja sih"
"Lu tanya salah lu apa. Lu gak ngerasa punya salah sama gua, setelah apa yang lu lakuin di belakang gua"
"Maksud lu apa?
"Niel.. udah deh gak usah pura-pura lupa gitu. Lu mau jelasin apa tentang foto ini? Hmm apa Niel, lu mau bilang yang di foto ini bukan elu?
"Jadi lu udah tau, gua bisa jelasin. Yang di foto itu emang gua sama Lina. Tapi kita gak janjian buat ketemu, gua sama Lina gak sengaja ketemu".
Tuhan.. aku benar-benar tidak kuat. Bendungan di mataku akan segera pecah.
"Gua sama Lina gak ada hubungan apa"
"Gak ada hubungan apa-apa, terus peluk-pelukan di atap sekolah apa namanya Niel? Lu mau bilang hanya kebetulan juga, iya. Jawab aku Niel. Gua liat sendiri pakek mata gua, lu pelukan sama Lina"
"Oke. Gua minta maaf, gua ngaku gua salah, yang lu liat itu semuanya bener, yang lu bilang semuanya bener, gua masih suka sama Lina, tapi gua juga sayang sama lu Rin"
Bagaikan tertimpa nuklir, hatiku benar-benar hancur. Sungguh, aku tidak sanggup lagi menahan air mataku. Mendengar pernyataan Daniel membuat aku semakin tak berdaya. Aku sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, aku hanya bisa terdiam, mengutuknya dalam hati. Tak lama kemudian Lani datang menghampiri kami.
"Plaakk!! Sebuah tangan yang mendarat dengan sangat keras memukul pipi Daniel. Tangan itu tangan Lani, aku pun terkejut. Entah darimana Lani datang tiba-tiba menampar Daniel. "Kurang ajar lu ya. Berani-beraninya lu jadiin Rin sebagai pelampiasan lu doang" Lani bersuara dengan sangat lantang. Lani sangat marah, aku bahkan tak pernah melihat Lani semarah ini.
"Lu tau gak, Rin itu beneran sayang sama lu, dia tulus sayang sama lu, tapi liat apa yang lu lakuin ke Rin, lu hanya jadiin dia sebagai pelampiasan"
"Lan... Lu pikir gua gak tulus sayang sama Rin, gua tulus. Gua sayang banget sama Rin"
"Bulshit... Sayang lu bilang. Kalo lu sayang sama Rin lu gak bakalan duain dia sama mantan lu. Mulai detik ini lu sama Rin udah gak ada hubungan apa-apa lagi" setelah puas memarahi Daniel, Lani menarikku. "Ayo Rin kita pergi" namun Daniel menahan langkah kakiku. "Rin.. aku mohon dengerin aku, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu" ucap Daniel yang langsung di sambut oleh Lani. "Udah deh lu, gak usah bilang cinta-cintaan lagi ke Rin, basi tau gak. Ayo Rin" namun aku menahan tangan Lani.
"Niel.. lu boleh mencintai dua orang sekaligus. Tapi, lu gak boleh memiliki kedua-duanya, lu harus memilih salah satu, dan gua rasa lu gak bakalan bisa milih. Jadi, gua mundur, gua gak mau terus-terusan sakit cuma gara-gara lu". Aku berusaha menguatkan diri, aku tidak mau terlihat lemah dihadapan Daniel. Kepala ku sakit, untuk berjalanpun rasanya aku sudah tidak kuat. Hujan di mataku perlahan mulai berjatuhan, tak sabar ingin membanjiri area wajahku. Rasanya baru kemaren aku merasa bahagia bersama Daniel, namun sekarang Daniel malah menjatuhkanku, meninggalkan luka di hatiku.
"Badan kamu panas banget sayang" nada bicara mama yang sangat hawatir melihat suhu badan ku yang sangat panas. Yang terluka hati ku, tapi kenapa semua badan ku terasa sakit? "Ma.. hari ini Rin gak sekolah ya, kepala Rin sakit" ucapku pada mamah dengan suara lirih.
"Iya sayang, kamu kok bisa sakit sih, kita kedokter ya".
"Rin gak papa mah, Rin paling cuma capek doang, istirahat beberapa hari pasti sembuh".
"Tapi badan kamu panas banget sayang".
"Rin cuma pengen istirahat ma, Rin gak mau kedokter". Aku tau mama begitu hawatir padaku, namun aku benar-benar tidak ingin kedokter. Semalaman aku tak bisa tidur, yang ada di pikiranku hanya Daniel sialan itu, aku ingin melupakan Daniel, tapi kenapa begitu sulit. Padahal aku pacaran sama Daniel tidak lah lama, membuat kenangan bersama Daniel pun tidak, lalu kenapa begitu sulit untuk melupakan manusia itu. Tuhan... jika aku tau jatuh cinta itu begitu sakit, mungkin aku tidak akan mau mengenalnya. Menyesal pun percuma aku sudah terlanjur terluka, sekarang aku mau menyalahkan siapa? menyalahkan Daniel yang tidak bisa melupakan mantannya? Menyalahkan Lina yang tiba-tiba muncul? atau menyalahkan Tuhan yang telah membuat aku jatuh cinta pada Daniel? Belum lagi air mataku yang tak henti-hentinya mengalir, tak bisakah aku berhenti untuk tidak menangisinya? Aku benci terhadap diri ku yang terlalu lemah, aku benci ketika aku harus menangis untuk yang kesekian kalinya. Hujan pun sepertinya bisa membaca isi hatiku, dia turun disaat aku sedang terluka. Aku ingin memeluk hujan, menangis di bawah derasnya hujan, mengadu pada hujan, berharap hujan bisa menghapus Daniel dari hidupku. Airnya yang lembut menetes membasahi tubuhku, membuat hatiku mulai merasa membaik, membuat aku mulai melupakan segalanya yang menyesakan dada. Namun tak lama kemudian pengelihatan ku mulai buram, sedikit demi sedikit bayangan hujan mulai memudar dari pandangan ku, dan akhirnya aku benar-benar tidak bisa lagi melihat hujan, namun aku masih bisa merasakan bahwa hujan masih setia menemaniku.
"Bruk!!!"
"Ya ampun, Rin!! Rin bangun sayang".
Suara berat yang terus memanggil namaku, suara yang sangat familiar di telingaku suara yang amat aku rindu kan sejak lama, kenapa suara itu datang saat aku sedang tidak berdaya. Tangan hangat yang mulai menyentuhku, membawaku ketempat dimna hujan tidak bisa lagi memanjakan ku dengan sentuhan-sentuhan lembut nya."Rin!!" Teriak mama histeris ketika melihat aku dalam keadaan mata tertutup, baju basah kuyup sedang berada dalam dekapan seorang laki-laki yang sudah pasti mama merindukan nya. "Kenapa Rin dibiarin main hujan sih ma. Kan Rin lagi sakit". Ucap seorang laki-laki yang tak lain adalah papa.
"Mama gak tau, tadi tu mama lagi di dapur buatin Rin bubur". Jawaban mama membela diri.
"Rin.. Rin.. bangun sayang.. papa pulang".
Aku ingin membuka mata melihat wajah orang yang sudah lama meninggalkan ku bersama mama. "Mama, udah telfon dokter?" "Udah pa, dokternya masih dalam perjalanan kesini". Setelah beberapa saat akhirnya dokter pun datang. "Gimana keadaan anak saya dok?" Tanya mama pada sang dokter. "Tenang Bu, anak ibu hanya kelelahan saja. Biarkan dia istirahat. Ini saya berikan dia beberapa vitamin, tolong nanti minumkan setelah dia sadar". Ucapan sang dokter membuat mama lebih tenang. Ke esokan harinya saat aku terbangun, aku mendapati mama dan papa tertidur di samping ranjangku. Dua sosok yang menjagaku semalaman terlihat sangat lelah, belum lagi papa yang baru datang dari Singapura. Aku tak tega membangunkan mereka, aku bergerak sangat pelan menuruni ranjangku, berusaha tidak menimbulkan suara agar mereka tak terbangun. Aku bersyukur pada Tuhan masih memberikan aku kesempatan untuk melihat wajah kedua orang tua ku, aku bersyukur masih bisa menyaksikan mentari pagi, menghirup udara segar. Seketika aku lupa dengan masalahku, aku lupa dengan Daniel, perasaan ku sudah mulai membaik walau badanku masih terasa sedikit pegal.
"Rin!!!" Teriak mama terdengar panik.
"Iya ma, Rin di balkon".
"Ya ampun, mama kira kamu kemana, kenapa gak bangunin mama? Ini udah jam berapa?"
"Ma tenang, ini baru jam 6 pagi. Mama gak kesiangan kok". Aku tertawa geli melihat tingkah mama yang amat panik, jika bangun kesiangan saja mama begitu panik, lalu bagaimana ekspresi mama kemarin saat melihat aku pingsan? Aku tersenyum sendiri memikirkan hal itu. Tak lama kemudian papa menyusul kami yang sedang asik berbincang-bincang di balkon. "Papa!!!" Aku langsung memeluk papa, aku rindu belaian hangat papa. "Anak papa udah gede ya" ucap papa sambil membelai lembut rambut panjangku.
"Pa jangan pergi jauh-jauh lagi, Rin kangen pa".
"Iya sayang, papa gak akan pergi jauh-jauh lagi, papa akan disini nemenin kamu sama mama". Aku bahagia mendengar ucapan papa. "Kringggggggg!!! Kringggggggg!!!"
"Hallo!!!". "Rin, ini lu kan, lu masuk gak hari ini? Gua kangen banget sama lu". Sudah lama aku tidak mendengar suara sahabatku.
"Aku hari ini gak masuk Lan, mungkin besok mulai aktif sekolah".
"Rin, bentar lagi tu kita ujian".
"Iya aku tau, makanya lu belajar yang bener".
"Lu mah suka gitu. Ya udah deh aku mau jalan dulu, bay Rin".
"Bay, hati-hati yak". Kondisi tubuhku sebenarnya sudah membaik. Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku hari ini bersama mama dan papa.