6 bulan kemudian aku lulus dari SMA dengan nilai memuaskan. Aku mendaftarkan diri di Universitas Indonesia kota Depok, aku pikir aku tidak akan lulus seleksi, jumlah yang mendaftar puluhan ribu, dan yang keterima hanya sedikit orang. Aku bersyukur kepada Tuhan yang masih memberiku kesehatan, masih menjaga mama dan papa.
Masa lalu ku akan aku tinggal di bangku SMA, ini adalah kesempatan ku untuk merubah segalanya. Dunia kampus yang selama ini ku dambakan, menggunakan pakaian bebas, tidak terikat oleh seragam, persaingan yang ketat, teman baru se-Nusantara. Aku ingin merubah kehidupan ku, aku ingin membuka lembaran baru perjalanan ku, kali ini pasti berbeda dari sebelumnya.
Aku berjalan di sepanjang lorong kampus menuju kelasku, melihat taman yang penuh di huni oleh mahasiswa yang sedang belajar kelompok. Aku tersenyum sendiri membayangkan suatu saat nanti aku juga akan berada disitu. Setibanya aku di kelas, mata ku terbelalak melihat seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di depan teman-teman kelasku, dalam dunia kampus wanita itu di sebut Dosen. Jantung ku beredebar, ini hari pertama tapi aku sudah terlambat, bukan kesan yang baik.
"Tok tok tok. Permisi Bu, maaf Bu saya terlambat".
"Masuklah tidak apa-apa, karena ini pertemuan pertama kamu saya maafkan. Karena kamu yang terakhir silahkan perkenalkan diri".
"Baik Bu. Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Ratu, saya dari Depok".
Setelah aku memperkenalkan diri, aku di persilahkan duduk oleh dosen ku, tepat saat aku hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba datang seorang laki-laki dengan penampilan acak-acakan, rambut berantakan, baju serba kusut dari atas sampai bawah. Bukan hanya aku yang terperangah atas kehadirannya, seluruh isi kelas fokus memperhatikan laki-laki itu dengan tatapan heran.
"Maaf Bu saya terlambat".
"Kenapa kamu bisa terlambat?"
"Tadi di jalan saya bertemu dengan wanita tua lalu menolongnya".
"Kenapa penampilanmu seperti orang baru bangun tidur?"
"Saya memang baru bangun tidur Bu".
"Ya sudah kalo gitu perkenalkan dirimu".
"Baik Bu. Hay, perkenalkan nama saya Iqbal Ramdhan, saya dari Bandung".
"Baiklah kalian berdua boleh duduk". itulah kali pertama aku bertemu dengan Iqbal. laki-laki yang akan mengubah hidup ku.
Setelah kelas selesai aku langsung menghubungi Lani, aku penasaran bagaimana kabar nya? Bagaimana kampus barunya? Apakah dia sudah punya teman? Aku sangat penasaran, sampe kelas berakhir pun aku belum punya teman yang akrab denganku. Suasana ini masih sangat baru, aku belum terbiasa. "Halo Lan".
"Halo Rin. Lu apa kabar? Lu sehat kan?"
Seperti biasa, kecerewetan Lani tidak ada yang bisa menandingin. "Gua baik kok, lu sendiri gimna?"
"Gua juga baik, baik banget malah. Gua kangen banget sama lu Rin". Suara kegirangan terdengar dari sebrang sana.
"Gua juga kangen sama lu, bay the way lu..
"Lani, kamu kemana aja sih. Di cariin dari tadi juga". Aku mendengar dari balik telfon suara yang sedang memanggil Lani. Sepertinya itu adalah teman barunya.
"Deluan aja, ntar aku nyusul. Aku ada telfon".
Aneh rasanya mendengar Lani berbicara menggunakan aku kamu.
"Rin, lu masih di situ kan?"
"Iya".
"Kampus lu gimna, seru gak disana?"
"Ini baru hari pertama gua masuk, gua masih merasa asing. Kesan pertama gua juga gak bagus, masa gua terlambat hari pertama".
"Yang bener lu? Lu kan murid teladan masa bisa telat, gak percaya gua".
"Beneran gua tu, gua telat. Udah gitu gua ketemu sama cowok aneh".
"Seaneh Daniel gak Rin?"
Mendengar nama Daniel membuat ku mengingat kejadian 6 bulan lalu, hatiku terasa sakit. Kenapa sulit sekali untuk menyembuhkan luka yang sudah lama.
"Rin maafin gua, gua gak bermaksud ngingetin lu sama dia. Gua beneran gak sengaja". Nada bicara Lani terdengar panik.
"Gak papa kok Lan. Gua udah sembuh". Hening. Aku tau sekarang Lani lagi merasa bersalah, itu bukan salah dia. "Lan, udah dulu ya nanti aku telfon lagi. Aku ada kelas soalnya".
"Iya deh, baik-baik ya disana".
"Iya, lu juga ya. O iya Lan, tolong ya berhenti panggil gua Rin, mulai sekarang panggil gua Ratu".
"Kenapa tiba-tiba Rin? eh maksud gua Ratu".
"Gua pengen pake nama asli gua aja, tolong ya".
"Iya deh. Ra Tu".
"Bay Lan".
"Bay Ra".
Seiring waktu berjalan, hatiku mulai membaik. Luka lama yang begitu sulit untuk disembuhkan sedikit demi sedikit mulai hilang. Tak ada gunanya menaruh kebencian, hanya akan menambah luka itu menjadi dalam. Selama ini aku berusaha untuk memaafkan.
"Tugas kalian untuk minggu depan yaitu meneliti tentang perkembangan penyuntingan sastra Indonesia, buat laporan tentang itu, itu tugas individu. Sampai disini ada yang di tanyakan?" Ucab ibu Ana. Ibu Ana adalah salah satu dosen sastra yang lumayan galak, kedisiplinan urutan pertama bagi beliau.
"Tidak ada Bu". Jawab kami serempak.
Kepalaku sakit jika harus memikirkan tugas yang menumpuk setiap harinya. Baru sebulan aku menjadi mahasiswa sudah merasakan kebosanan. Untungnya di kampus ini aku punya tempat rahasia, tempat ternyaman untuk istirahat. Waktu itu aku tidak sengaja menemukan nya. Hampir setiap hari aku kesana.
Angin sepoi-sepoi berhembus dengan lembut menerpa wajahku. Jika bisa aku tidak ingin beranjak dari sini. Ketenangan yang aku rasakan membuat aku tidak sadar jika ada orang yang menghampiriku. Laki-laki dengan rambut acak-acakan seperti tidak pernah di sisir, baju kusut hampir setiap hari, seolah-olah itu menjadi ciri khasnya. "Eh, ngapain kamu tidur disini?" Dialah Iqbal, teman kelasku yang tak pernah mementingkan penampilan, entah sejak kapan dia sudah berdiri di depanku.
"Berisik, pergi sana".
"Ini itu tempat ku, kamu yang harusnya pergi".
"Aku yang deluan disini, bagaimana mungkin kamu menyuruhku pergi".
"Wah-wah kamu terlalu percaya diri, yang pertama kali menemukan tempat ini tu aku".
"Jangan bicara omong kosong".
"Haduh, emang susah bicara sama orang yang gak mau ngalah". Dia ikut duduk di sebelahku setelah berhenti menyuruhku pergi. "Eh, kita sekelas kan? Kamu juga terlambat waktu hari pertama".
"Kamu kenapa manggil aku Eh eh terus si? Aku kan punya nama". Panggilan itu membuat ku kesal.
"Aku tau, tapi aku belum tau nama mu. Kan kita belum kenalan".
"Bagaimana mungkin kamu tidak tau nama teman kelasmu? Padahal sudah sebulan kita kuliah".
"Asal kamu tau, aku punya ingatan yang buruk soal nama". Dia tertawa kecil. "Kalo gitu siapa nama mu cewek aneh?"
"Apa? Aneh kamu bilang, sembarangan aja kalo ngomong".
"Kamu kan memang cewek aneh. Coba deh perhatikan, mana ada cewek yang tidur sendirian di belakang kampus".
Dia bicara tanpa rasa bersalah sedikitpun terhadap ku. "Yaa aku memang cewek aneh terus kenapa?"
"Ya gak apa-apa. Aku suka cewek aneh. Kalo gitu mau gak kamu jadi temen aku, cewek aneh?"
Jantung ku sedikit berdebar. "Bal, kamu sehat kan? Datang tiba-tiba nyuruh aku pergi, manggil aku cewek aneh terus kamu mau berteman sama aku. Kamu sehat kan?"
"Ya sehat lah, bay the way kok kamu tau nama aku?"
"Ingatan ku gak seburuk kamu soal nama orang". Aku terkekeh, melihat ekspresinya sepertinya dia kesal. "Namaku Ratu, inget itu baik-baik".
"Aku akan mengingatnya. Jadi sekarang kita sudah resmi temenan kan".
"Entah lah. Kekelas yuk gak lama lagi masuk". Ajak ku pada laki-laki itu. Laki-laki yang akan mengubah hidup ku, menemani perjalanan ku. Iqbal Ramadhan, temanku yang amat sangat berharga.
"Ra kamu habis dari mana, aku cari di perpus kamu gak ada".
Amel yang terlihat heran melihat aku berjalan bersama Iqbal. "Aku habis dari bela.. eh aku habis dari kantin. Kenapa Mel?"
"Gak kenapa-kenapa sih, ya udah deh aku deluan ya".
"Oh iya".
Itu memang bukan hal yang biasa. "Aku pikir kamu tidak punya teman. Setiap hari aku melihat kamu selalu sendirian di belakang".
"Kamu kira aku tidak bisa punya teman".
"Kamu kan wanita aneh".
"Bal, yang aneh tu bukan aku ya tapi kamu". Jawabku kesal.
"O iya Ra, mau kerja tugas bareng gak?"
"Tugas apa?"
"Wah kamu ternyata punya ingatan yang lebih buruk dariku".
"Kamu mau ku hajar".
"Becanda juga. Mau gak?"
"Aturlah, aku ngikut aja".
"Tadi kenapa boong sama teme kamu?"
"Boong apa dah".
"Boong, kenapa bilang habis dari kantin?"
"Menurut mu apa yang akan dia pikirkan saat aku bilang kita habis dari belakang? Aku hanya tidak mau dia berpikir aneh-aneh".
"Ra, kenapa kamu mau berteman dengan ku?"
Pertanyaan macam apa itu? Aku membatin. "Bal.. ternyata kamu cerewet juga ya, sepanjang jalan ngomong mulu dah, nanya yang aneh-aneh".
"Aku kan cuma nanya apa salahnya".
"Aku gak mau jawab. Udah jan nanya-nanya lagi".
Entah ini perasaanku atau apa, tapi aku merasa tenang bersama nya. Mungkin dia sedikit berbeda dia sedikit unik.