Anak Baik, Tidak Membencimu....

Ye Banxia menggigit bibirnya dan memandang Mo Chenyan seperti biasa, lalu gejolak kecil di hatinya tiba-tiba mereda. Ia sedang berhadapan dengan pria yang tidak menunjukkan apakah ia benar-benar berhati buruk atau hanya berpura-pura tidak berdosa. Bahkan, jika Ye Banxia marah, ia tidak bisa melampiaskannya. Rasanya seperti memainkan bola kapas sepanjang hari dan ternyata hasilnya tidak berguna!

Ye Banxia mengalihkan pandangan dari Mo Chenyan dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku pakai yang ini saja. Kau pakai saja kausmu sendiri."

Sambil memegang piyama abu-abu gelap di tempat tidur, Ye Banxia melirik bak mandi di kamar mandi yang sedang diisi. Tanpa sadar, ia telah mengepalkan tangan karena hatinya merasa sedikit kesal. Kenapa airnya terlalu lambat? Sudah sangat lama, tapi belum penuh juga?

Mo Chenyan sedikit mengaitkan bibirnya, lalu bertanya, "Kenapa kau meremas-remas kaosku? Piyama ini juga tidak diletakkan?"

Ketika Ye Banxia gugup, ia kerap meremas-remas pakaian. Kebiasaan ini membuat Mo Chenyan memandangnya sebagai sikap kekanak-kanakan Nyonya Mo. Tangan Ye Banxia bergetar dan piyama yang dipegangnya pun jatuh ke pangkuannya. Untungnya ia sedang duduk sehingga piyama itu tidak jatuh ke lantai. Namun, hal itu tidak memperbaiki keadaan karena Mo Chenyan masih bisa melihatnya. Sudut bibir Mo Chenyan menjadi lebih dalam.

"Airnya hampir penuh. Aku akan masuk dan melihatnya," kata Mo Chenyan. Ia berbalik badan meninggalkan Ye Banxia dan memperlihatkan punggungnya yang elegan. Jika Mo Chenyan tidak pergi, Ye Banxia akan marah.

———

Seperti tadi malam, Mo Chenyan menggendong Ye Banxia ke kamar mandi untuk mandi, lalu membungkusnya dengan jubah mandi setelah selesai mandi dan meletakkannya di atas tempat tidur. Setelah Mo Chenyan selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Ye Banxia sudah berganti pakaian dan mengenakan piyamanya. Piyama katun abu-abu gelap itu merupakan piyama dengan ukuran terkecil yang bisa Ye Banxia temukan. Namun, dibandingkan dengan perawakan Ye Banxia, model ini agak kebesaran dan membuatnya terlihat semakin mungil.

Entah mengapa, Ye Banxia merasa ia tampak menyedihkan, seakan sedang ditindas, meskipun ia tetap menunjukkan ekspresi yang biasa saja.

Mo Chenyan mengerutkan kening dan berjalan ke arah Ye Banxia perlahan sambil memanggilnya, "Nyonya Mo."

Ye Banxia menatap Mo Chenyan dengan begitu serius. Ia kira Mo Chenyan hendak mengatakan sesuatu yang serius sehingga ia pun mengangkat kepalanya dari tablet dengan ragu, lalu melihatnya dan bertanya, "Ada apa?"

"Kamu tampak lebih layu saat terlihat seperti ini."

Ye Banxia terdiam dan dalam hati membatin, Bisa bicara atau tidak? Bisa menggunakan kata-kata yang jelas atau tidak? Apa yang disebut layu? Bagaimanapun juga, tubuhku memenuhi standar dengan lekuk tubuh yang elegan! Ye Banxia pun menatap Mo Chenyan dengan pahit, lalu menatap lekuk tubuhnya yang berbalut piyama pria.

Ye Banxia menutup matanya, seolah-olah ia benar-benar tidak tertarik sama sekali. Padahal, ia tetap merasa agak tidak senang dalam hati dan sungguh tidak nyaman untuk tidak melampiaskannya. Ia pun menutup aplikasi Weibo, lalu membuka permainan memotong buah yang ia mainkan beberapa hari lalu. Ia menggunakan jari-jarinya untuk melampiaskan kekesalannya saat ini. Jari-jarinya terus menggesek layar tablet sampai terasa sedikit panas, tapi ia sangat senang.

Dulu Ling Nian sering memainkan permainan memotong buah sambil menyindir perilaku bos dan awalnya Ye Banxia merasa bahwa itu adalah hal yang bodoh. Namun, sekarang ia merasa bahwa cara melampiaskan seperti ini ternyata lumayan juga. Ketika ia tidak berdaya melakukan apapun, ia hanya bisa menggunakan cara lain untuk melampiaskan emosi. Ye Banxia diam-diam melirik ke arah Mo Chenyan di sebelahnya. Pria itu sedang bersandar di dipan tempat tidur sambil berkutat dengan notebook-nya dan mungkin sedang ada urusan pekerjaan.

Tangan Ye Banxia tetap tidak berhenti memotong buah dan sesekali meledakkan bom. Pada akhirnya, ia berhasil memotong semua buah. Lalu, ia melemparkan tablet itu ke samping dan berdeham, "Tuan Mo, aku ingin bertanya padamu."

Mo Chenyan masih menatap tabel dan kurva di layar notebook-nya, namun ia menjawab Ye Banxia dengan kata yang sederhana dan jelas, "Hng."

Ye Banxia berkedip dan merenung sejenak sebelum kemudian bertanya, "Mengapa Kakek dan Nenek memanggilmu Anak Kedua?"

Gerakan Mo Chenyan tiba-tiba terhenti dan wajahnya tiba-tiba menggelap. Ia mendongak dari notebook-nya, perlahan-lahan berbalik, dan samar-samar melirik Ye Banxia. Jantung Ye Banxia berdebar karena tampaknya Mo Chenyan terprovokasi… Namun, Ye Banxia justru terkejut karena Mo Chenyan tidak marah maupun memasang wajah dingin. Ia hanya tersenyum tipis sambil menatap mata Ye Banxia dengan suram, lalu menjawab, "Aku anak kedua di generasi ini. Apa masalah ini sulit dimengerti?"

Ye Banxia hanya mengangguk polos tanpa berdosa, menunjukan bahwa masalah ini benar-benar sulit dimengerti baginya. "Jadi, generasimu seharusnya tidak menjadi generasi ketiga?" tanyanya.

Bukankah seharusnya mereka disebut generasi ketiga? pikir Ye Banxia. Seingat Ye Banxia, keluarga Mo hanya memiliki sepasang anak laki-laki yang hanya terpaut jarak usia satu tahun. Mo Jinghan tidak tertarik melakukan bisnis dan kekuatan utamanya ada di aspek militer, sedangkan kekuatan utama Mo Chenyan ada di aspek bisnis. Mereka mempertahankan kekuatan hebat masing-masing di aspek yang diperlukan. Tentu saja, ada pendapat yang berbeda mengenai apa itu definisi kekuatan hebat. Benar-benar ada atau tidaknya kekuatan hebat itu, tidak ada yang bisa menyimpulkan.

Mo Chenyan menatap Ye Banxia setelah wanita mungil itu selesai bertanya. Ia terdiam dan tampak masih memikirkan sesuatu, kemudian ia tertawa dan berkata, "Sayangnya, kami memiliki adik perempuan."

Ye Banxia membuka mulutnya karena terkejut. Namun, ia jadi ingin menyinggung Mo Chenyan sekali lagi. Apakah anak perempuan keluarga Mo memiliki latar belakang yang misterius? Mengapa aku tidak pernah mendengar tentangnya? pikir Ye Banxia.

Mo Chenyan melihat wajah Ye Banxia yang kesal dan bingung, lalu menjelaskan dengan suara rendah, "Adik perempuan kami belajar di Amerika Serikat. Tidak banyak orang yang mengenalnya, jadi itu normal jika kau belum pernah mendengarnya."

Ye Banxia mengangguk dan menyeringai dua kali. "Oke. Kalau begitu, kau lanjutkan pekerjaanmu. Aku tidur dulu. Selamat malam."

"Hng," Mo Chenyan berbisik dengan suara rendah. Setelah Ye Banxia berbaring, Mo Chenyan menambahkan, "Setelah kembali besok, aku akan memberitahu Bibi Li untuk mengganti makanan menjadi sup ikan setiap hari."

Ye Banxia mencondongkan tubuh ke arah Mo Chenyan dan berkedip dengan bingung, "Kenapa? Kau tiba-tiba jatuh cinta dengan sup ikan baru-baru ini?" tanyanya. Lalu, ia membatin, Jika memang begitu alasannya, rasanya tidak perlu makan sup ikan setiap hari. Takutnya nanti jadi bosan...

"Untukmu," jawab Mo Chenyan.

Ye Banxia baru mendengar pernyataan ini untuk pertama kali, namun matanya langsung bersinar. Apakah sup ikan bisa menyembuhkan kaki terkilir? Atau, karena tulang ikannya? batinnya.

Mo Chenyan menggeser jarinya di atas touchpad sambil menatap ke layar dengan tatapan kosong. Kemudian, ia kembali melihat ke arah Ye Banxia untuk beberapa detik sebelum berkata, "Makan ikan untuk membuat otak pintar."

Ye Banxia benar-benar kehilangan kata-kata sehingga ia hanya bisa menggigit bibirnya dengan marah. Ia segera berbalik dengan amarah dan memunggungi Mo Chenyan. Pria ini keterlaluan. Dia membelokkan perkataan itu untuk mengatakan bahwa otaknya bodoh?! pikirnya geran.

Mo Chenyan memijat alisnya dan melihat notifikasi di layar notebook-nya bahwa pesan telah berhasil dikirim. Ia perlahan-lahan menutup notebook-nya, meletakkannya di atas laci di samping tempat tidur, mematikan lampu di samping tempat tidur, kemudian berbaring. Dalam kegelapan, Mo Chenyan mengulurkan tangan dan meraih Ye Banxia yang marah ke dalam pelukannya.

Mo Chenyan bisa mendengar gumaman Ye Banxia dan Ye Banxia tidak menolaknya. Sudut bibir tipis pria itu perlahan-lahan terangkat, tapi Ye Banxia sengaja tidak memperdulikannya. Melawan adalah hal yang bodoh. Ye Banxia menyesuaikan postur tubuhnya dan mencari posisi paling nyaman untuk bersandar di pelukan Mo Chenyan. Ye Banxia mendengarkan detak jantung Mo Chenyan yang kuat dan perlahan-lahan Ye Banxia mulai dilanda kantuk. Dahinya ditutupi dengan sesuatu yang hangat dan lembut, lalu terdengar suara yang rendah dan berat berbisik di telinganya, "Anak baik, aku tidak membencimu…"