Sangat Beruntung, Tidak Ada Penolakan Sedikitpun

Saat Ye Banxia bangun keesokan paginya, tangannya menyentuh dada kokoh Mo Chenyan. Ia terdiam sesaat, lalu tiba-tiba membuka matanya dan melihat Mo Chenyan yang masih berbaring di sampingnya. Ini pertama kalinya Ye Banxia melihat Mo Chenyan berbaring di sampingnya ketika ia bangun dan ini juga pertama kalinya ia melihat Mo Chenyan tidur dengan tenang.

Ye Banxia menatap wajah tampan Mo Chenyan dalam waktu yang lama. Mulai dari alis, mata, hidung yang mancung, sampai bibir yang tipis. Cahaya matahari bersinar sangat terang dan menyoroti keunikan fitur wajah Mo Chenyan yang tegas. Mo Chenyan masih terlihat sangat elegan, bahkan ketika sedang tidur.

Ye Banxia jarang memiliki keberanian untuk menatap Mo Chenyan karena biasanya ia merasa tidak enak dan malu sendiri saat menatap pria itu. Mungkin tatapannya terlalu panas hingga membuat Mo Chenyan mengerutkan keningnya dan kemudian perlahan membuka matanya. Ye Banxia cepat-cepat menutup matanya dan merasa bersalah. Ia meringkuk dalam dekapan Mo Chenyan dan terus berpura-pura tidur. Namun, setelah ia selesai bergerak, ia tiba-tiba terpikir, Mengapa aku pura-pura tidur? Sepertinya aku tidak punya alasan, hanya sedikit gugup. Benar saja, orang tidak mungkin hanya bisa melakukan hal-hal buruk...

Mo Chenyan menunduk untuk melihat wajah Ye Banxia yang bersih dan cantik. Alis dinginnya agak berkerut dan ia mengulurkan tangannya yang kosong untuk mengelus-elus rambut Ye Banxia. Kemudian, ia melihat bulu mata Ye Banxia bergetar. Mata Mo Chenyan menatapnya semakin dalam dan tidak mengalihkan pandangannya sekali. Lalu, ia perlahan-lahan mendekat ke arah Ye Banxia hingga wajahnya yang tampan semakin dekat dengan Ye Banxia. Tanpa ragu, ia membiarkan napasnya yang hangat menerpa wajah Ye Banxia, bahkan dengan sedikit disengaja.

Ketika tulang rahang Mo Chenyan yang tajam bergesekan dengan wajah Ye Banxia, tubuh Ye Banxia sudah terasa menegang. Mo Chenyan jelas bisa merasakan perubahannya dan bibirnya sedikit melengkung sebelum ia berkata dengan santai, "Nyonya Mo, bangun."

Mo Chenyan melihat bahwa Ye Banxia membuka matanya sambil bernapas lega dan tampak seperti baru saja bangun. Ye Banxia benar-benar berpura-pura. Kemudian, Mo Chenyan mengusap kepalanya dan berkata, "Selamat pagi, Nyonya Mo."

"Selamat pagi," kata Ye Banxia dengan rasa bersalah. Ia menatap rambut pendek Mo Chenyan yang bersih dan seperti ingin mengusapnya. Namun, ia cepat-cepat mengurungkan niat itu. "Tuan Mo, kau sepertinya hanya bekerja setengah hari kemarin dan hari ini juga tidak perlu berangkat bekerja?"

Mo Chenyan sedikit menyipitkan matanya untuk menghalau cahaya yang membuatnya silau. "Waktu kerjaku lebih fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhanku sendiri," jawab Mo Chenyan. Lalu, ia melirik Ye Banxia dan mencibir ringan, "Soal pekerjaan yang kau sebutkan, aku sudah kerjakan tadi malam. Sisanya pekerjaan yang tidak harus buru-buru dikerjakan. Aku akan lanjut mengerjakan besok di kantor."

"Saat dalam keadaan darurat, apakah kau ingin menghadapinya sendiri?"

"Nyonya Mo, apakah kau ingin menjadi seorang sekretaris?"

Ye Banxia hanya bisa terdiam. Sebenarnya ia dulu merasa cukup pintar. Namun, setelah menghabiskan beberapa hari dengan pria ini, ia benar-benar merasa bahwa ia perlu makan sup ikan untuk mengisi otaknya.

———

Setelah mereka mencuci muka dan menggosok gigi, Mo Chenyan berpakaian rapi dan turun untuk mengambil pakaian baru Ye Banxia. Setelah itu, Ye Banxia berganti pakaian dan mereka berdua turun ke lantai bawah untuk sarapan. Zhu Meiying tidak memaksa mereka untuk tetap tinggal disini, tapi ia menyuruh mereka untuk sering pulang. Ye Banxia tahu bahwa orang tua pasti sangat ingin tinggal bersama dengan para juniornya di masa tua, terutama orang-orang seperti Kakek dan Nenek Mo. Mereka kehilangan putra dan menantu di usia paruh baya, lalu membesarkan dua cucu laki-laki dan satu cucu perempuan sendirian.

"Nenek, tenang saja. Jika ada waktu, kami pasti akan datang untuk menjenguk Kakek dan Nenek," kata Ye Banxia.

Zhu Meiying memandang Ye Banxia dengan penuh kasih dan terharu. Hatinya terasa lebih bahagia. Pria tua itu benar. Anak Kedua tidak pernah muncul dan sekalinya dia muncul, dia membawa kabar yang mengejutkan, pikirnya, menyetujui perkataan Kepala Keluarga Mo kemarin. Walaupun sebelumnya mereka belum pernah melihat anak kedua keluarga Mo mencintai seorang gadis, tapi ia langsung membawa pulang seorang istri ke rumah. Zhu Meiying kemudian beralih untuk melihat Mo Jinghan yang berpenampilan seperti bos. Sampai sekarang, Mo Jinghan hanya melihat-lihat para wanita cantik di sekitarnya. Ia sudah berusia 31 tahun, tapi bahkan tidak menunjukkan keseriusan.

Sekilas Kepala Keluarga Mo mulai menyadari bahwa istrinya bicara mulai meracau. Ia cepat-cepat mengerutkan kening dan berpura-pura batuk untuk mengingatkan Zhu Meiying tentang sesuatu, lalu wanita tua itu segera bereaksi. Zhu Meiying mengangkat tangannya dan tersenyum, lalu menyerahkan sebuah kotak kecil yang indah pada Ye Banxia. Saat Ye Banxia membuka kotak itu, ia melihat sepasang anting mutiara dengan desain klasik. Anting-anting itu terlihat sangat jernih di bawah sinar matahari dan bersinar redup. "Gadis baik, ini hadiah dari hati kecil Nenek untuk pertemuan pertama kita. Tolong simpanlah," kata Zhu Meiying.

Ye Banxia merasa tersanjung. Ia tampak semakin mungil dalam gendongan Mo Chenyan dan ia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana. "Nenek, aku... tidak membawakanmu hadiah. Bagaimana mungkin aku menerima hadiah dari Nenek?" tanya Ye Banxia yang merasa tidak enak. Semua salah Mo Chenyan. Dia membawaku ke rumah ini untuk pertama kalinya dengan tangan kosong, pikirnya dengan kesal.

"Nenek tidak kekurangan apa-apa. Hadiah apa yang diinginkan?" Zhu Meiying melirik Ye Banxia dengan aneh, lalu menepuk punggung tangannya dengan lembut. "Simpan. Ini khusus Nenek siapkan untuk menantu. Nanti menantu dari Kakak Tertua juga akan mendapat hadiah, jadi kau tidak bisa menolaknya."

"Karena hadiah itu diberikan Nenek untuk menantunya, kau simpan saja," Mo Chenyan berkata dengan santai di telinga Ye Banxia di waktu yang tepat.

Ye Banxia menggigit bibirnya sedikit, lalu memandang wanita tua itu dengan trenyuh. "Terima kasih, Nenek," kata Ye Banxia. Ia berpikir setelah kakeknya pergi, ia tidak akan pernah mendapat cinta yang begitu hangat dari orang tua.

———

Selama perjalanan pulang, Ye Banxia duduk di kursi penumpang mobil Bentley hitam sambil menatap pemandangan yang bergulir cepat di luar mobil seiring dengan laju mobil. Matanya yang berkaca-kaca tampak sangat fokus, meskipun tampak sedikit bingung. Ini baru terhitung beberapa hari sejak ia pertama kali duduk di mobil ini, tapi perasaan di hatinya kini sangat jauh berbeda. Ia tidak tahu waktu dan detail spesifik mana yang membuatnya berubah, tapi ia merasa sangat beruntung saat ini dan tidak menolaknya sama sekali.

"Pergi ke rumah sakit?" tanya Mo Chenyan.

Suara Mo Chenyan perlahan terdengar di telinga Ye Banxia. Ia menarik pandangannya dari jendela dan menoleh untuk melihat pria yang duduk di kursi pengemudi. Sisi wajahnya tampak mahal dan luar biasa acuh tak acuh. Telapak tangannya yang memegang setir kemudi memberikan kesan yakin dan menenangkan. Ye Banxia menyipitkan matanya dan sedikit menggelengkan kepalanya. "Tidak, tunggu sampai kakiku membaik," jawab Ye Banxia.

Ye Banxia lebih memilih untuk menyembuhkan sakitnya selama beberapa hari sebelum pergi ke rumah sakit menjenguk Ye Hanyan daripada ia harus digendong oleh seorang pria dan menjadi tontonan orang banyak. Ling Nian mengirim pesan teks kepadanya kemarin dan memberitahunya bahwa Ye Hanyan sudah pulih dan kondisinya mulai membaik. Pada dasarnya, operasi ini tidak meninggalkan masalah apa-apa.

"Hng," Mo Chenyan mengangguk dan tidak memaksa Ye Banxia.

Mereka segera kembali ke Vila Mo dan begitu mereka sampai, Mo Chenyan menerima telepon. Ia tidak mengatakan apapun di telepon dan hanya mendengarkan suara dari ujung telepon dalam diam, namun ekspresi wajahnya menjadi semakin buruk. Ye Banxia tahu bahwa sesuatu telah terjadi dan menebak bahwa itu kabar dari perusahaannya. Iia menunggu sampai Mo Chenyan menutup telepon, lalu menatap pria itu dan bertanya, "Apakah ada sesuatu yang terjadi pada perusahaan?"

Mo Chenyan mengerutkan kening, lalu berkata, "Tidak. Ayo pergi ke rumah sakit."

Wajah Ye Banxia tiba-tiba memucat.