"Kenapa?"
Li Hanchuan berhenti dan melirik orang di dekapannya. Telapak tangannya yang besar membungkus pinggang ramping wanita itu. Alisnya yang indah berkerut seakan sarat dengan pertanyaan. Pria itu sedikit tidak sabar, namun ia berhasil menyembunyikannya. "Wajahmu tampak begitu buruk. Mana yang tidak nyaman?" tanya Li Hanchuan pada Ye Youran.
"Apakah kau menyesal pergi bersamaku?" tanya Ye Youran. Kali ini ia tidak lagi berpura-pura dan wajahnya benar-benar tampak layu. Ia juga tidak tahu bagian mana yang membuatnya merasa tidak enak, tapi sikap Li Hanchuan selalu terasa agak asing baginya. Pria ini juga tidak bisa menyembunyikan ketidaksabarannya. Padahal, LI Hanchuan sebelumnya belum pernah seperti ini ketika mereka belum bersama. Ye Youran pun berpikir, Apakah setelah Li Hanchuan putus dari Ye Banxia putus, dia baru menyadari bahwa dia tidak rela meninggalkan Ye Banxia? Tidak! Sama sekali tidak boleh terjadi!
"Hanchuan, sebenarnya jika kau menyesal… Masih belum sepenuhnya terlambat. Masih ada waktu," kata Ye Youran sambil meraih tangan Li Hanchuan dan menangis.
Li Hanchuan tiba-tiba menjadi agak kaku saat ia merasakan sentuhan yang hangat. Namun, hatinya mencibir, Bagaimana mungkin masih ada waktu? Aku adalah pacar Ye Youran. Bagaimana bisa aku terus mengingat wanita lain? Apalagi, wanita itu adalah Ye Banxia, orang yang paling kubenci.
"Youran, jangan selalu berpikir yang tidak-tidak," kata Li Hanchuan sambil mengangkat tangannya dan menyentuh wajah Ye Youran yang kurus. Wajahnya Li Hanchuan menunjukkan sedikit rasa sakit hati yang juga bercampur dengan sedikit emosi yang tak terlukiskan dan tidak bisa ia mengerti. Bibir tipisnya terbuka dan ia berkata dengan lembut, "Aku benar-benar merasa bersalah terhadap Banxia dan aku ingin menebus kesalahanku padanya. Tapi, orang yang ada di hatiku adalah kau. Apakah kau mengerti?"
"Benarkah?" Ye Youran menggigit bibirnya sedikit dan menatap ke wajah tampan Li Hanchuan. Matanya terbuka lebar, seperti ingin menangis.
"Tentu saja itu benar," Li Hanchuan menepuk punggung Ye Youran sambil menjawab dengan suara yang sedikit kering, "Akhir pekan ini aku akan membawamu bertemu dengan orang tuaku."
Karena masalah ini cepat atau lambat akan terjadi, jadi apa bedanya lebih awal ataupun lebih lambat? Adapun Ye Banxia ... Li Hanchuan pasti akan menemukannya. Hanya dengan memastikan bahwa Ye Banxia bisa menjalani kehidupan yang baik, ia bisa tenang, ia tidak akan begitu mengkhawatirkannya..
———
Kaki Ye Banxia sebenarnya sudah baikan. Di hari Sabtu itu, Mo Chenyan tetap berangkat kerja dan sedang berada di perusahaan. Bibi Li juga sedang mengambil cuti setengah hari karena ada sesuatu sehingga Ye Banxia bosan berada di rumah sendirian. Terlebih lagi, sudah beberapa hari ini ia tidak meluangkan waktu untuk berkegiatan bebas. Hari ini Ye Banxia pun berencana ingin pergi keluar untuk mencari udara segar. Namun, karena ia tidak bisa keluar terlalu jauh, ia hanya keluar dan berjalan di sekitar vila.
Lingkungan sekitar vila sangat kosong. Pemandangannya sangat indah dengan dikelilingi oleh tanaman hijau dan bunga-bunga. Terdapat juga aliran sungai yang sangat bersih di sisi belakang vila. Ye Banxia telah melihatnya beberapa kali di kejauhan, tapi ia belum pernah mendekat. Ia pun jadi tertarik dan perlahan melangkah ke arah sana. Terdapat jembatan kayu yang membentang di atas sungai itu. Ye Banxia terkejut karena menemukan sebuah pancingan tergantung di sana. Namun, hanya sebagian kecil saja yang terlihat dan sisanya berada di dalam air atau terhalang oleh jembatan dari sudut pandang Ye Banxia. Tak heran jika ia tidak melihat pancingan itu sebelumnya. Sepertinya kaki Ye Banxia sedikit tidak patuh karena begitu ia tersadar, ia sudah melangkah hingga sampai di atas jembatan.
Sebenarnya Ye Banxia tidak suka memancing saat masih kecil, tapi kakeknya selalu membawanya dan Ye Hanyan ketika memancing. Kakeknya berkata bahwa memancing dapat melatih kesabaran sekaligus dapat memicu temperamen manusia. Awalnya Ye Banxia merasa sangat tidak tertarik, tapi ia perlahan bisa menerimanya. Sayangnya, ia merasa ia tidak berbakat dalam kegiatan memancing ini, tidak seperti kakeknya dan Ye Hanyan yang selalu pulang membawa sekeranjang penuh hasil memancing.
Jika aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Kakek… Ye Banxia berkedip dan mengangkat kepalanya untuk melihat sinar matahari yang cerah sebelum rasa pedih di matanya perlahan memudar. Ia berjongkok dan hendak mengambil pancingan, tapi terdengar suara rendah seorang pria dari kejauhan.
"Ye Banxia, apa yang kamu lakukan di sana?!"
Ye Banxia membeku sesaat sampai tidak jadi menyentuh pancingan itu. Ia berdiri dengan setengah linglung dan setengah sedih. Mengapa kau begitu galak? pikirnya. Ye Banxia berbalik badan dan memandangi wajah tampan pria itu yang tak biasanya tampak suram, namun ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memandang ke arah sungai sekali lagi. Harta karun apa yang dia sembunyikan di sungai ini? Dia sampai marah seperti itu karena takut aku menemukannya? pikirnya lagi. Biasanya Mo Chenyan memasang ekspresi datar atau ekspresi acuh tak acuh dan jarang terlihat marah. Beberapa orang memang tidak biasa terlihat marah.
Mo Chenyan menatap Ye Banxia sejenak, lalu melangkahkan kakinya yang panjang ke arah Ye Banxia sambil menambahkan kalimat lain dengan suara yang tenang, "Naik." Alisnya yang berkerut menunjukkan suasana hatinya saat ini.
Ye Banxia mengerutkan bibirnya, tidak berbicara, dan hanya sedikit menurunkan matanya, Ia mulai berjalan naik dan baru saja ia mengambil dua langkah, wajah Mo Chenyan mendadak berubah, "Ye Banxia, jangan bergerak!"
Langkah kaki Banxia tiba-tiba terhenti dan ia membeku. Ia mulai kehilangan kesabaran, juga dan mengerutkan keningnya. "Jadi sebenarnya kau menyuruhku naik atau tidak?" tanyanya sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin dengan tangan. "Jika ..." Ye Banxia tiba-tiba berhenti berbicara dan ekspresinya mendadak berubah menjadi tertegun. Ia mengangkat matanya kaget dan bertanya lagi, "Mo Chenyan, mengapa aku pikir jembatan ini... tampaknya bergoyang?"
Wajah Mo Chenyan menjadi semakin muram. "Jembatan ini bukan dibangun oleh profesional dan sudah sangat lama belum diperbaiki," terangnya. Ia mengerutkan kening, lalu mengulurkan telapak tangannya yang bersih ke arah Ye Banxia. Pria itu berdiri melawan arah datangnya cahaya sehingga sosok rampingnya yang dibalut kemeja putih tampak sangat elegan. "Berjalanlah ke sini sekarang. Pelan-pelan saja," kata Mo Chenyan.
Ye Banxia menutup matanya karena kakinya sedikit lemas sehingga ia berhenti sebentar. Mo Chenyan kemudian bertanya lagi, "Apakah kau bisa berenang?" Diam-diam, Mo Chenyan membatin, Sedikit lagi dia bisa saja jatuh...
"Tidak bisa," jawab Ye Banxia. Jantungnya berdegup kencang dan ia bergerak dengan hati-hati di atas jembatan kayu yang sudah reyot. Mengapa jembatannya tidak bergoyang saat aku baru saja datang ke sini? Jika aku tahu jembatan ini tidak berfungsi, aku tidak akan pernah mau naik, pikirnya.
Krek… Krek...
Baru saja Ye Banxia berpikir demikian, jembatan kayu itu tiba-tiba berbunyi seakan memberikan peringatan terakhir sebelum hancur. Wajah Ye Banxia memucat karena ketakutan. Alis Mo Chenyan sedikit terangkat dan ia refleks menghampiri Ye Banxia tanpa berpikir apakah jembatan kayu itu akan runtuh jika bebannya bertambah satu orang. Lagi pula, jembatan itu sudah akan jatuh.
Kratak… Kratak… Byur! Byur!!
Kemudian, berbagai suara terdengar. Suara jembatan kayu yang hancur dan roboh diikuti suara dua orang yang terjatuh ke sungai satu demi persatu. Mo Chenyan dengan sigap menjaga Ye Banxia dalam pelukannya di antara riak air sungai. Ketika mereka terjatuh, Mo Chenyan berada di bawah sedangkan Ye Banxia berada di atas sehinga Ye Banxia tidak terkena pukulan benda asing. Namun, Ye Banxia meminum beberapa teguk air hingga beberapa kali tersedak dan muka putihnya memerah.
Ketika Mo Chenyan membawa Ye Banxia ke tepi sungai, tubuhnya basah kuyup. Rambut hitamnya melekat di lehernya yang putih dan beberapa tetes air jatuh di atas tulang selangkanya. Kain sifon putih mutiara yang ia kenakan menempel di kulitnya hingga menampakkan lekukan yang terlihat indah. Ye Banxia tampak berantakan, tapi ia benar-benar bersih. Sangat bersih, hingga membuat orang ingin menghancurkannya. Mo Chenyan meneguk ludah hingga jakunnya bergerak dan mata gelapnya sedikit menyipit.
Sepasang bibir tipis yang panas tiba-tiba mendarat di bibir Ye Banxia hingga wanita itu membelalakkan matanya.