Kapan Kalian Siap Mempunyai Anak?

Zhu Meiying cepat-cepat keluar dari dapur, masih sambil mengenakan celemek yang melilit pinggangnya. Ia menatap Ye Banxia sambil tersenyum dan berkata, "Jika datang, datang saja. Untuk apa membawa hadiah? Nenek tidak kekurangan apapun di sini. Anak ini begitu sungkan?"

Mo Jinghan tersenyum hingga matanya ikut bersinar. "Nenek, mulutmu berkata seperti itu, tapi matamu terus melirik barang di tanganku?"

"Anak nakal!" Wanita tua itu memelototi Mo Jinghan dengan wajah memerah. Lalu, ia membuka kancing celemek di pinggangnya dan melemparkannya ke Mo Jinghan, "Pergi, lihat kueku! Jika kau tidak hati-hati dan membuat kueku gosong, aku akan menyuruhmu memakannya!"

Mo Jinghan berjalan ke dapur sambil meratap dan bergumam, "Kau menggertak orang jujur."

Senyuman tipis tersungging di wajah Ye Banxia. "Nenek, ini sudah seharusnya aku lakukan. Sebelumnya aku tidak membawa hadiah karena tergesa-gesa sehingga tidak punya waktu untuk menyiapkan hadiah untuk Kakek dan Nenek. Jadi, hari ini aku menebusnya dengan membawakan hadiah," kata Ye Banxia. Ia melirik ke arah ruang tamu dan tidak melihat Kepala Keluarga Mo sehingga ia langsung bertanya, "Di mana Kakek?"

Zhu Meiying menunjuk ke atas. "Mencari sesuatu di ruang kerja. Sebentar lagi aku akan memanggilnya," jawabnya. Lalu, ia meraih tangan Ye Banxia dan menariknya untuk berjalan ke ruang tamu dengan senyum ramah di wajahnya, "Ayo, cepat masuk dan duduk. Tunggu Anak Kedua datang. Kue Nenek sebentar lagi jadi, jadi kalian bisa mencicipi keahlian memasak Nenek."

Ye Banxia mengedipkan matanya dengan sedikit terkejut. "Nenek masih bisa membuat kue juga, ya?" tanyanya.

Seseorang menengokkan kepalanya dari dapur dan menyahut, "Ini pertama kalinya Nenek membuat kue. Berhasil atau tidak, semua tergantung keberuntungan kalian."

Ye Banxia hanya terdiam. Zhu Meiying hampir tidak belajar dari Kepala Keluarga Mo dan langsung melemparkan bantal yang ada di tangannya. Ye Banxia sedikit batuk dan segera menenangkannya. "Nenek, jika mengikuti panduan dengan baik, biasanya tidak akan ada masalah. Nenek tenang saja."

"Ternyata Ye Banxia sangat pandai berbicara!" Zhu Meiying memuji Ye Banxia tanpa lupa mencibir suara dingin yang datang dari arah dapur. Kemudian, ia menepuk pundak Ye Banxia dan terus berkata dengan bahagia, "Ternyata memang benar yang mengatakan bahwa anak perempuan itu lebih perhatian. Jika ada Qingqing, dia juga sangat pintar! Tidak seperti dua anak laki-laki nakal itu, mereka selalu tahu membuat Nenek marah dan mereka tidak tahu bagaimana harus memperhatikan orang tua!"

Zhu Meiying membicarakan tentang cucu-cucunya dan tepat ketika wanita tua itu mengeluh, Mo Chenyan baru saja membuka pintu dan berjalan masuk. Sebuah senyuman terbit di wajah pria tampan itu sembari ia berkata, "Nenek, membicarakan keburukan orang lain di belakangnya itu tidak baik."

Zhu Meiying merasa malu, lalu ia menoleh dan mengabaikan Mo Chenyan, "Ye Banxia, Nenek akan naik ke atas untuk memanggil Kakek. Kau duduk sebentar di sini dan biar Ibu Zhang menyiapkan buah yang kau suka. Jangan sungkan."

Ye Banxia mengangguk dan menjawab, "Baik."

Setelah Ye Banxia melihat sosok wanita tua itu pergi, ia tidak bisa lagi menahan tawanya. Namun, ketika ia memalingkan pandangannya, ia melihat Mo Chenyan berjalan ke arahnya tanpa ekspresi lalu duduk di sofa di sampingnya dengan elegan. Ia memiringkan kepalanya sedikit dan menatap jas yang melekat di tubuh Mo Chenyan sejenak sambil berpikir. Lalu, ia bertanya, "Mo Chenyan, kau tidak memakainya, tapi mengapa kau membeli begitu banyak jas? Apakah kau akan memberikannya kepada orang lain? Jika begitu, seharusnya kau tidak perlu membelinya banyak-banyak."

Mata Mo Chenyan tidak bergerak dan ia hanya menjawab dengan ringan, "Hng."

Kebetulan Mo Jinghan keluar dari dapur dengan kue yang masih mengepul, lalu aroma manis segera tercium di udara. Mendengar kata-kata Ye Banxia, Mo Jinghan melirik ke arahnya sambil tersenyum dan berkata, "Ngomong-ngomong, mal itu miliknya. Bahkan, tidak mengherankan jika suatu hari nanti dia ingin membeli pakaian di seluruh mal itu."

Jika Mo Chenyan membeli sesuatu di malnya sendiri, bukankah uang yang dia habiskan masuk ke kantongnya sendiri? Selain itu, ia juga bisa membuat wanitanya bahagia. Betapa bagusnya. Seperti yang diharapkan, tidak ada bisnis yang diperdagangkan tanpa perhitungan kapitalis. Mo Chenyan melirik Mo Jinghan dengan dingin tanpa mengatakan sepatah katapun. Sementara itu, Ye Banxia tampaknya baru saja mendapat pencerahan di pikirannya dan bergumam, "Kau harusnya memberitahuku sebelumnya. Jika kau mengatakannya padaku lebih awal, aku akan membeli semua yang ada di seluruh mal."

Ye Banxia tidak melihat wajah Ye Youran dan Lu Yingying yang begitu penuh dengan rasa iri saat itu. Jika ia melakukannya beberapa kali lagi, mungkin itu akan membuat popularitas Ye Youran hancur.

"Tunggu lain kali," kata Mo Chenyan sambil mengambil pisang dari nampan buah di atas meja kopi. Lalu, ia mengupasnya dan menyerahkannya pada Ye Banxia.

Ye Banxia awalnya sudah menyiapkan perutnya untuk makan kue. Tetapi, begitu ia melihat bahwa Mo Chenyan sudah mengupaskan pisang untuknya, ia langsung memakan pisang itu dan menatap Mo Chenyan sambil tersenyum sambil berkata dengan samar, "Terima kasih, Tuan Mo."

Sudut bibir Mo Jinghan turut terangkat hingga ia ikut tersenyum. Mungkin Ye Banxia tidak terlalu memperhatikannya, tapi Mo Jinghan mendengar kalimat Anak Kedua Mo dengan sangat jelas, 'Tunggu lain kali'. Mo Jinghan berpikir bahwa jika Ye Youran kembali datang lain kali, adiknya bisa langsung mengumumkan di pengeras suara mal bahwa mal ini milik Ye Banxia ​​dan kemudian menendang Ye Youran sejauh-jauhnya. 

Mo Jinhan hanya menggelengkan kepalanya. "Kalian menunjukkan cinta di hadapanku untuk mengejekku yang sedang kesepian?" tanyanya sambil perlahan mondar-mandir ke dapur dan mengambil pisau untuk memotong kue.

Ye Banxia hampir tersedak pisang saat mendengarnya. Lalu, ia melirik Mo Chenyan da bertanya, "Orang yang kesepian?"

Mo Chenyan mengulurkan jarinya dan mengusap sudut mulut Ye Banxia dua kali untuk membersihkannya. Terdapat sedikit sentuhan kelembutan yang nyaris tak terlihat di matanya yang gelap dan dalam. Pria itu bergumam, "Jangan memperdulikannya. Mo Jinhan memiliki banyak wanita dan ia tidak mau terikat oleh cinta, jadi dia mengatakan kepada semua orang bahwa dia masih melajang."

Mo Jinghan hanya terdiam, sementara sudut mulut Ye Banxia tiba-tiba berkedut. Mengapa aku berpikir bahwa Mo Chenyan malah lebih cocok untuk tugas militer dan Kakak Tertua lebih baik menjalankan bisnis? pikirnya.

Mo Jinghan tidak ingin memperdulikan mereka berdua lagi karena pasangan suami istri ini menggertaknya. Mereka mengasihaninya karena ia lemah dan sulit mendapatkan pasangan yang cocok. Mo Jinghan pun beralih menuju ke tangga, bersiap untuk naik dan memanggil kakek dan neneknya, tapi tiba-tiba ia melihat kedua orang tua itu turun bersama. Ye Banxia cepat-cepat menegakkan duduknya dan menyapa, "Kakek."

Mo Jinghan memasukkan satu tangan ke saku celananya, lalu berbalik badan dengan santai dan berjalan kembali sambil mengatakan di saat yang bersamaan, "Nenek, kuemu sudah siap."

Wajah Zhu Meiying langsung berbinar, "Bagaimana? Bagaimana kelihatannya?"

Mo Jinghan mengangguk, "Buatan Nenek, mana mungkin jadinya tidak bagus?"

Sebenarnya Zhu Meiying hanya membuat kue biasa, tapi ini adalah pertama kalinya wanita tua itu menyelesaikan seluruh prosesnya sendiri. Karenanya, ia terlihat sangat bahagia karena rasa kuenya lezat. Mo Chenyan tidak terlalu suka makanan manis, tapi pria ini tetap menerima kue itu saat neneknya menyerahkan piring.

Setelah makan kue, Zhu Meiying sangat senang dan kemudian mengajak Kepala Keluarga Mo untuk membuka hadiah yang dibawakan Ye Banxia. Zhu Meiying mendapatkan bantal pijat yang dapat ia digunakan di sofa saat menonton televisi, sedangkan hadiah yang disiapkan untuk Kepala Keluarga Mo adalah teh baru tahun ini. Ye Banxia sempat mendengar Mo Chenyan berkata bahwa kakeknya suka minum jenis teh seperti ini. Zhu Meiying tersenyum dan semakin ia melihat menantu ini, semakin ia menyukainya. Bahkan, Kepala Keluarga Mo yang selalu memasang tampang serius juga tersenyum kepada Ye Banxia.

Saat makan malam, lima orang berkumpul di meja makan. Mereka tidak banyak bicara, tapi mereka tampak bahagia. Sampai kemudian, wanita tua itu bertanya kepada Mo Chenyan, "Anak kedua, kapan kau dan Ye Banxia siap mempunyai anak?"