Galaxias memandang ke atas, berharap Koryfi akan bertindak. Tetapi yang ia temui hanyalah keheningan. Tak ada suara, tak ada tanda, tak terjadi apapun. Galaxias pergi mencari Evgenis, kemarahan jelas terpampang di mukanya. Kau ingin mengatakan bahwa kematian Ouranos sudah ditakdirkan? Apa maksudnya? Kenapa kau sama sekali tidak melakukan apa-apa?gumam Galaxias dalam hati.
"EVGENISSSS!!!"teriak Galaxias dalam kemarahannya. "Tak usah berteriak, aku sudah ada di sini sedari tadi," Galaxias menoleh, berusaha memendam amarahnya. "Apa maksudmu? Apa maksudnya ini?"tanya Galaxias dengan menunjuk ke arah bumi. "Bukankah itu sudah jelas? Ouranos akan mati hari ini. Semuanya sudah menjadi suratan takdir,"
"Kau ingin aku mempercayai hal itu?"tanya Galaxias. Evgenis menoleh, raut mukanya tetap sama, tanpa ekspresi. "Lalu, apa yang kau inginkan? Memintaku untuk merubah ramalan?" Galaxias tertunduk, ia tak menyangka semuanya akan menjadi seperti ini. "Sadarilah siapa yang kau layani, Galaxias. Jangan biarkan dirimu teralihkan." Galaxias tak membalasnya sepatah katapun. Ia duduk di singgasananya dan menangis.
"Ayah?" Tangan Ayodya gemetar. Sesaat yang lalu, Hawkins masih di depannya, dengan wajah bodohnya dan mengaku bahwa dialah Ouranos, dewa dunia ke delapan. Semuanya terasa seperti mimpi. Ini tak mungkin terjadi. Dia dewa bukan? Dia tidak akan mati semudah itu bukan? Ya, dia pasti hanya mengerjaiku. Jika aku meminta Orizon untuk menemuinya di dunia ke delapan, dia pasti ada di sana. Ya, ini pasti hanya leluconnya.
Ayodya memandang Orizon dengan tatapan kacau, "Orizon, dia tak mungkin menghilang semudah itu kan? Dia pasti masih ada kan?" Orizon menahan air matanya, Ayodya terlihat sangat kacau. "Mungkin aku akan menemukannya jika aku pergi ke dunia ke delapan, benar kan Orizon?" tanya Ayodya sambil memandangnya.
Orizon menggeleng. Ia memeluk Ayodya dan menangis. Ayodya yang sedari tadi menahan tangisnya, menangis sejadi-jadinya. "Katakan ya, Orizon, Kumohon,"katanya dengan terisak-isak. "Maaf Ayodya, maaf, maafkan aku." Ayodya terisak dan menangis lebih keras lagi. Okeanos memandang dari jauh dengan senyum kemenangan. Ia pasti menyerah, katanya dalam hati.
"Kuatkan dirimu, Ayodya, perang belum usai." Ayodya mengusap air matanya. Ya, kematian ayah harus berarti. Ia mengorbankan dirinya demi aku. Perang ini harus ku selesaikan. Okeanos memandang mereka berdua dari jauh, ia sudah bersiap sejak tadi. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktu yang ada. "SERANG!" teriaknya dari jauh.
Ribuan hiu dan makhluk laut lainnya melesat maju ke arah Ayodya. Orizon memfokuskan diri pada pertahanan, sedangkan Ayodya melangkah maju dengan menyerang. Perlahan tapi pasti, mereka mendekati Okeanos dan menghalau mundur pasukannya. Skliros menyerang Orizon dari belakang, tetapi Orizon sudah mengaktifkan pertahanan absolutnya. Ia yakin, Ayodya mampu melindunginya sehingga fokusnya tidak terganggu.
Sementara itu, di sisi lain, Galaxias kembali bercakap-cakap dengan Evgenis, sang peramal agung. "Tidak adakah cara untuk menghentikan anakku?" Evgenis berpikir sebentar, ia membuka gulungan demi gulungan. Ketika ia tak mendapati apa yang ia temukan, ia melempar gulungan itu ke lantai sehingga lantai dipenuhi gulungan-gulungan kertas.
"Ini dia!"katanya sambil menunjukkan gulungan kertas berwarna merah dan emas. Ia membuka gulungan tersebut dan meletakannya di atas meja. "Bahasa apa ini? Aku tak dapat membacanya," Evgenis menuangkan secangkir teh kepada Galaxias. "Ini bahasa dewa Koryfi. Jelas, kau tak bisa membacanya karena hanya aku yang mengerti bahasanya."
"Jelaskan," Evgenis menelusuri setiap kata demi kata. Ia harus menemukan apa yang dicarinya. "Osa…osa…osa…Ini dia!" Galaxias mendekat, ia ingin melihatnya meskipun ia tak mengerti apa yang dilihatnya. "LAEVER!"teriak Evgenis. Seketika, kata demi kata melayang di udara membentuk dua buah trisula merah, yakni Osa Pairnei o Anemos. "Hm…menarik,"gumamnya. "Apa yang kau ketahui? Katakan padaku,"
"Begini, Osa Pairnei o Anemos memilih sendiri tuannya. Yang artinya, ia tidak akan memihak pada satu tuan. Jika ada seseorang yang lebih layak untuk memegangnya, ia dapat menggunakannya."jelas Evgenis. "Tapi, bagaimana orang tersebut tahu apakah dia layak atau tidak?" Evgenis memegang janggut panjangnya, "Biarkan aku membacanya sebentar lagi,"
Galaxias berjalan kesana kemari dengan cemas. Ia tak tahu seberapa lama waktu yang dibutuhkan Evgenis untuk menterjemahkannya. Bisa saja 1 hari, 1 minggu atau bahkan 1 abad! "Tenanglah, Galaxias, kau membuatku tak bisa berpikir,"kata Evgenis. Galaxias keluar dari gua persembunyian Evgenis, memandangi bintang-bintang. Mungkin dengan begini aku bisa sedikit tenang.
Evgenis membaca gulungan tersebut berulang kali. Pada kali ke 101, ia berhasil menafsirkannya. Ia pergi keluar dan menyadarkan Galaxias dari lamunannya. "Pulanglah, Galaxias, ia sudah menemukan jawabnnya sendiri," Galaxias tak mengerti, "Siapa yang kau maksud?" Evgenis menepuk pundaknya, "Pulanglah, ketika kau melihatnya, kau akan mengerti bahwa perang ini sudah pada akhirnya,"
Galaxias kembali ke bumi dalam sekejap. Apa yang dilihatnya sama sekali tak bisa dipercayainya. Ayodya menggenggam salah satu dari Osa Pairnei o Anemos, dan Okeanos yang satunya. Mereka saling menghunjam satu sama lain. "YTIVARG S'RETIPUJ!"teriak Ayodya. Okeanos terjatuh ke dalam lautan. Badannya terasa berat. Ia sulit mengendalikan tubuhnya. Sementara itu, Ayodya bersiap menusuknya dengan trisula merah tersebut.
"STEREA PROSTASIA PAGOU!"teriak Okeanos dari dalam air. Aku tidak akan membiarkannya terjadi. "LLAB ELOH CKALB!"teriak Ayodya. Pertahanan Okeanos musnah. "Tch! SDLOH!"teriak Okeanos. Trisula yang berada di tangan Ayodya berbalik dan menancapnya. Okeanos mulai dapat menggerakan tubuhnya, menghunjamnya dengan trisula di tangannya.
"Selamat tinggal, Ayodya, putra Ouranos,"katanya sambil tersenyum dan meninggalkannya tenggelam di lautan. Ia kembali ke permukaan dan memulai rencananya yang terakhir, memusnahkan semua manusia yang tersisa. Ia membentuk sebuah bola bercahaya merah dan melemparkannya ke udara. Dalam sekejap pusaran air menyerang para manusia. Membuat mereka berada di ambang kematian.
Ayodya tenggelam, makin lama makin jauh, ia merasa inilah akhirnya. Tetapi, semakin lama ia tenggelam, ia menyadari bahwa tubuhnya tidak menghilang dan kekuatannya masih berdiam dalam dirinya. Ia mencabut kedua trisula yang menancap di tubuhnya dan kembali melesat menembus permukaan.
Okeanos tak mempercayai pandangannya. "Kau? Kau seharusnya sudah mati!" Ayodya tersenyum, "Benar, sayangnya kau melupakan sesuatu. Aku bukan dewa, aku setengah manusia." Okeanos tercekat, ia tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Jika benar itu adalah alasan mengapa Ayodya tidak menghilang, maka celakalah dia.
Okeanos adalah dewa, dan dengan dua tombak berdiam di tangan Ayodya, ia dapat membunuhnya kapan saja. "ESIR."kata Ayodya. Sebuah daratan muncul dari laut dan menerjang Okeanos. "HCNELC!" Empat buah logam misterius menahan pergelangan tangan dan kaki Okeanos. "ETARAPES!"teriak Ayodya sembari melemparkan trisulanya kearah Okeanos.
Ibu, maafkan aku, aku gagal. Aku akan menghilang dari dunia ini untuk selama-lamanya, gumam Okeanos dalam hati. JLEB! Okeanos membuka matanya. Sebuah trisula menancap di tubuhnya. Ia merasakan kekuatannya mengalir keluar. Trisula itu tak lagi bisa digenggamnya. "Selamat tinggal, ibu, ayah, kakak, guru, aku tak akan melupakan kalian,"katanya sambil menundukkan kepala.
Tetapi, tak ada apapun yang terjadi. Okeanos membuka matanya. Ayodya masih berdiri dengan trisula yang lain di tangan kirinya. "Aku tak akan melenyapkanmu,"katanya dengan lembut. "Itu keputusanku demi ayah, ibu dan kakakmu," Orizon tersenyum dari jauh. Dewi Gi juga tersenyum dalam dunianya dan Galaxias mengerti mengapa Ayodya dianggap layak.
"Okeanos, dan Skliros, kalian telah membuat kejahatan besar di alam semesta. Sekarang, terimalah hukuman kalian atas perbuatan kalian yang seharusnya tak termaafkan ini," Sebuah suara dari langit? Dan bukan suara ayah, siapa ini? "Aku adalah Koryfi, dewa tertinggi, pemimpin semua dewa. Aku telah menetapkan Okeanos, kau akan kehilangan semua hak dan kekuatanmu dan akan hidup sebagai manusia."
Wajah Okeanos pucat pasi, ia tak bisa berkata apa-apa lagi dan pingsan. Skliros menangkapnya dengan segera. "Dan bagi kau, Skliros, kau akan mengasingkan diri ke galaksi lain untuk menebus dosamu saat ini juga." Skliros menghilang dan Okeanos kembali jatuh. "Hup!"Orizon menangkap tubuh adiknya yang jatuh bebas. Ia mengusap kepalanya dengan lembut. Ia menangis, karena adiknya bukanlah seorang dewa lagi, ia telah menjadi manusia, yang akan mati dan pergi ke tempat yang tak bisa dijangkau olehnya mauppun ayah ibunya.
"Sudah selesai, "kata Orizon pada Ayodya. "Ya, sudah selesai,"kata Ayodya sambil tersenyum. Ia mengangkat trisula merahnya tinggi ke angkasa dan berteriak, "ILABMEK!" Cahaya terang menyelimuti bumi dalam sekejap, membutakan mata setiap orang yang melihatnya. Orizon dan Ayodya menutup matanya. Samar-samar, cahaya tersebut hilang dan sesuatu yang familiar mulai muncul dalam bayangan mereka.
Matahari kembali terbit dari ufuk timur ketika daratan kembali bermunculan dari lautan. Hijau, kembali menghiasi bumi. Kini, bumi bukan hanya lautan dan manusia dapat kembali ke dunianya yang dulu. Seluruh umat manusia bersorak-sorai ketika matahari menyingkapkan pulau-pulau dan pohon-pohon serta hewan hewan liar kembali ke bumi.
Ayodya dipapah Orizon ke dalam kapal yang langsung disambut dengan pelukan ibunya. Ia menangis, menyesal tak dapat melindungi ayahnya. Ia meminta maaf berkali-kali kepada ibunya. Agnetta memegang wajahnya dan menatapnya dalam-dalam. "Dengar Ayodya, Hawkins dan aku adalah orang tuamu, adalah suatu kebanggaan bagi kami ketika kami berhasil melindungimu. Kau adalah anugrah bagi kami dan kami akan melakukan apapun untuk menghindarkanmu dari bahaya. Aku percaya jika ia masih hidup sekarang, ia pasti akan mengatakan hal yang sama."
Kali ini, kami pasti akan menjaganya dewi Gi, kami berjanji dan kami akan menepatinya. Bumi akan kami jaga dan pelihara sebaik mungkin. Akan kami jaga semua yang ada di dalamnya dengan taruhan nyawa kami. Supaya kami dapat menunjukkan padamu bahwa kami menghargai bumi seperti kami menghargai diri kami sendiri.
15 tahun kemudian,
Wajah Zadweg terpampang dimana-mana sebagai ilmuwan yang meraih penghargaan nobel karena telah membantu menghijaukan bumi dengan penemuan-penemuannya. Agnetta duduk di kursi goyangnya. Sebuah syal rajutan berada dalam pangkuannya. "Ibu!!!Aku sudah siap! Ayo berangkat!"teriak seorang anak perempuan dari pekarangan rumah. "Baik, baik, tunggu sebentar,"kata Agnetta seraya memasukkan syal rajutannya ke dalam kantung.
"Sudah siap berangkat?"tanya Agnetta. "SIAP!"teriak gadis kecil tersebut penuh semangat. "Pasang sabuk pengamanmu, Lilia, dan kita akan berangkat!"kata Agnetta dengan menginjak gas. Orizon memandang kedua insan yang bergandengan tangan dari langit. Lilia, gadis kecil titisan Okeanos dititipkan Koryfi pada Agnetta, ibu Ayodya. Sesekali, Orizon mengunjunginya, berharap kepingan ingatan Okeanos ada dalam dirinya, tetapi sepertinya hal itu akan memakan waktu yang lama.
Ayodya Arutala memandang seseorang yang ada di balik jeruji besi. Wajahnya yang sangar, sekarang sarat dengan frustasi. Setelah peradaban kembali dibangun, beberapa orang menuntut Waru Hendra Setiawan, laksamana yang membantu Zadweg dalam ekspedisinya dulu atas tuduhan pembunuhan berencana. Kasus tersebut kembali dibuka dan Ayodya dinyatakan tak bersalah berkat teman-temannya yang bersedia menjadi saksi dan bukti-bukti yang tak berhasil dihapus Waru.
"Bagaimana perasaanmu setelah menjadi pengawas bumi?"tanya Galaxias. "Entahlah, antara puas, terbeban, dan sebagainya. Perasaan ini campur aduk dan tak jelas tapi, aku bersyukur atas semua yang telah terjadi." Galaxias tersenyum. Ia masih tak menerima kenyataan Ouranos menghilang dari semesta, tapi yang jelas, ia tahu suatu saat ia akan bertemu kembali dengannya.
"Hawkins! Bagaimana bisa kau membuat hal seperti ini? Ini mahakarya!"teriak seorang guru sekolah menengah. Sebuah lukisan dari cat minyak terpampang di sebuah galeri seni. Di dalamnya Orizon, berhadapan punggung dengan Ayodya, melindungi Ayodya dari makhluk-makhluk laut. Dan di hadapan Ayodya, Okeanos menyerangnya dengan bilah-bilah es. Seorang lelaki paruh baya menyerang sesosok makhluk aneh diantara Okeanos dan Ayodya.
"Entahlah, Sensei, aku hanya merasa familiar dengan peristiwa tersebut, seolah-olah aku ada di dalamnya, bertarung dan berhasil melindungi orang yang kusayangi,"