"Apa maksudmu, seharusnya kau yang paling tahu?"tanya Charos. "Tak usah berpura-pura, kau tahu dengan jelas siapa orang yang menculik istriku!"teriak Ouranos sembari menggenggam kerah Charos. Charos menelan ludah, ia memang tahu, tidak dia memang sudah lama tahu.
"Kau pikir aku akan percaya kebohonganmu itu?"teriak Ouranos makin keras. "Tanda merah keemasan itu, kau tahu sejak awal milik siapa tanda itu!"teriaknya sembari menatap tajam Charos.
Paratiritis mengayunkan jemarinya, memisahkan Ouranos dan Charos yang tengah bertengkar. Bagaimanapun, ia juga ingin tahu kenyataannya.
"Melihat reaksimu yang langsung memberikan buku rekaman hidup istriku dan tak menyadari bekas sobekan itu, kau tak terlibat rupanya,"kata Ouranos sembari memandang Paratiritis.
"Dan sekarang, aku menuntut penjelasan,"kata Paratiritis dengan tenang. "Dapatkah seseorang menjelaskan padaku, apa yang sedang terjadi, dengan kepala dingin?"
"Tentu kau tahu milik siapa tanda merah keemasan itu?" Paratiritis mengangguk, "Milik anakku yang kedua, Skliros." Ouranos menarik napasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Anakmu telah menculik istriku,"katanya dengan geram.
"Itu benar, dilihat dari rekaman yang ada, tetapi tak mungkin baginya merobek buku rekaman manusia. Jangankan merobek, tak ada satupun anakku yang dapat menginjakkan kaki di si..ni,"
Paratiritis terkesiap. Ia memandang tajam Charos, menuntut penjelasan. "Kau sebaiknya punya alasan yang bagus untuk ini, Charos. Jika tidak, kau tahu sendiri akibatnya,"
Charos terdiam, ia tak bisa mengatakan apa-apa. "Aku tak punya pilihan! Dia mengancam akan membunuh Atychima jika aku tak membantunya! Apa yang bisa ku lakukan?" Paratiritis memandang suaminya yang tenggelam dalam frustasi.
"Oh, Charos. Mengapa kau tak mengatakannya padaku?"katanya sembari memeluknya. "Dia bahkan tak peduli dengan adiknya, tak ada jaminan kita tak dihabisinya!"katanya sembari tersungkur.
"Kau menyedihkan, Charos."ujar Ouranos. "Kau bahkan menyerah sebelum mencoba,"katanya lagi. "Dan tanpa kau tahu, keputusanmu itu merugikan orang lain," Charos menunduk dalam-dalam, ia tak berani memandang Ouranos sedikit pun.
"Charos yang ku kenal adalah seorang lelaki perkasa yang tak akan menyerah untuk meindungi orang-orang yang dikasihinya,"kata Ouranos sembari membayangkan masa lalu. "Entah siapa kau sekarang, aku tak mengenalmu lagi,"ujar Ouranos sembari berjalan pergi.
Ouranos terus berjalan tanpa memandang ke belakang, meninggalkan Charos dalam pelukan istrinya. Ia marah kepada Charos tetapi tak dapat menyalahkannya. Mengetahui bahwa Charos tidak bekerja sama dengan putranya untuk membunuh Agnetta sudah cukup baginya. Ia memutuskan untuk pergi dan memohon langsung kepada dewa perbatasan untuk mengembalikan istrinya.
"Aku tidak dapat melakukannya,"kata Dewa Perbatasan. "Agnetta memang di sini, tetapi itu karena rohnya masih ada di tempat lain. Apa yang ada di sini hanyalah jiwanya, tak cukup untuk membangkitkannya sepenuhnya,"lanjutnya lagi.
"Jika begitu, katakanlah padaku apakah kau melihat kehidupan akhir istriku?"tanya Ouranos lagi. "Kau tak dapat melihatnya lewat Paratiritis?"tanya sang Dewa Perbatasan. "Tidak, seseorang merobeknya dan dia punya alasan untuk itu,"
Dewa Perbatasan berpikir sejenak. "Baiklah, aku akan memperlihatkanmu memori Agnetta sebelum ia mati," Sebuah penglihatan terberkas dalam pikiran Ouranos. Bagaimana istrinya dibawa oleh Skliros ke dimensi lain dalam keadaan mengandung, melahirkan seorang anak di dimensi lain yang kemudian dibuang ke bumi, dibunuh dan rohnya dikurung dalam sebuah bejana kecil yang terikat di leher Skliros.
"Baiklah, terimakasih atas segalanya, sekarang aku tahu kemana aku harus pergi,"katanya sembari menunduk. "Tunggu sebentar,"kata sang Dewa Perbatasan. "Istrimu hendak mengatakan sesuatu,"kata sang dewa sembari membawa jiwa Agnetta di tangannya.
"Ada apa, Agnetta?"tanya Ouranos dengan lembut. Agnetta menunjuk dirinya dan menggerakan tangannya seolah-olah ia sedang ditusuk di bagian perut. Karena Ouranos tak berada di dunia yang sama, maka ia tak bisa mendengar apa yang diucapkan Agnetta sehingga ia harus memperagakannya.
"Orang yang membunuhmu?" Agnetta mengangguk. Agnetta menyilangkan kedua tangannya. "Jangan?" Kemudian, ia menggeser telunjuknya di depan leher. "Dibunuh?" Agnetta mengangguk sekali lagi. "Tapi, Agnetta, dia sudah membunuhmu, bahkan membuang anak kita!"
Agnetta menunjuk Ouranos, menggeser telunjuknya di depan leher dan menirukan Skliros yang bertanduk. "Aku membunuhnya?" Lalu ia menyilangkan tangannya dan memasang muka marah. "Kau akan marah?"
"Tapi, Agnetta," Belum selesai Ouranos berbicara, Agnetta sudah berbalik membelakanginya. "Baiklah, baik, nyonya, kau menang, aku tak akan membunuhnya meski aku tak tahu alasan di baliknya," Agnetta mengulurkan jari kelingkingnya. Ouranos tertawa kecil dan mengulurkan jari kelingkingnya juga, "Ya, janji jari kelingking,"katanya sembari tersenyum.
Ouranos melesat pergi ke gerbang menuju dimensi Lostra, dimensi yang ada ditunjukkan Dewa Perbatasan padanya. "Aku akan membantumu, karena jiwa istrimu adalah pelanggaran, saatnya belum tiba, menjadikan keberadaanya sebuah anomali. Jadi, pergilah ke Ilque, sebuah planet di dimensi Lostra sekarang juga, sebelum ia pergi. Tidak, sepertinya ia memang menunggumu di sana,"
Apa maksudnya ia menungguku di sana?kata Ouranos dalam hati. Begitu ia memasuki Lostra, segalanya menjadi jelas. Planet itu kosong, tak ada apapun di sana selain laut, darat dan tumbuhan. Mirip dengan bumi, hanya saja tanpa kehidupan di dalamnya.
Ouranos memandang sekelilingnya, ia membekukan lautan dengan telunjuknya dan bersiap untuk membekukan daratan. Tepat sebelum itu terjadi, seseorang menghantamnya dengan keras dari kiri. Ia berhasil menahannya dengan tangan kirinya.
"OURANOS! AKU AKAN MEMBUNUHMU!"teriak Skliros dengan keras. Ouranos memukuknya tepat di pusat kekuatannya, membuat kekuatannya tersegel selama 1 menit, mengambil bejana kecil yang menjadi bandul kalungnya, menghajarnya ke arah lautan yang belum membeku dan membiarkannya tenggelam kemudian membekukan lautan itu sepenuhnya.
"Jika kau bertanya mengapa aku meninggalkanmu hari ini tanpa membunuhmu, berterimakasihlah pada istriku yang membiarkanmu hidup. Terlalu jauh bagimu jika kau mau mengejarku. Sehari tak akan kulalui tanpa latihan demi membuat diriku lebih baik lagi. Sementara kau? Apa yang kau lakukan? Kau menyedihkan, nak."
Ouranos meninggalkan Skliros ke dalam tangan Dewa Perbatasan, ia mengambil kembali istrinya, dan juga anaknya dan memulai hidup yang bahagia. Ia melepaskan karirnya dan membuka lab penelitian mandiri di Indonesia, bersama dengan istrinya, mereka meneliti banyak hal yang tidak diketahui dunia, yaitu ramalan dewa Koryfi yang ternyata terukir pada beberapa tempat di bumi.
Ouranos yang akhirnya mengetahui maksud dari ramalan Dewa Koryfi memutuskan untuk menyimpan ramalan itu sendiri dan keluar dari bumi, meninggalkan Agnetta dan anaknya diam-diam dalam lindungan Gi, istri Galaxias sekaligus penjaga bumi.
Sebelum pergi, Ia mengecup kening istrinya dan anak lelakinya yang tertidur pulas. Bayi kecil itu membalasnya dengan senyuman, yang membuat Ouranos makin berat meninggalkannya. Ramalan itu terngiang-ngiang dalam benak Ouranos memberinya kekuatan untuk pergi.
"Sang dewa mendapatkan istrinya kembali, dan menyangka hidupnya akan kembali bahagia, namun, tampaknya kehidupan itu akan menjadi sebuah angan-angan belaka. Ia tidak menyadari racun musuhnya yang tertinggal dalam tubuhnya. Racun dari pertempuran pertama, racun yang akan menewaskan bumi dan isinya.
Baginya, tak ada pilihan lain selain pergi dan menunggu hingga racun itu benar-benar lenyap. Kelak, akan datang saatnya mereka bertemu lagi, namun pertemuan itu akan menjadi pertemuan pertama dan terakhir bagi sang anak yang telah tumbuh dewasa,"