Ouranos & Agnetta(2)

Sudah 3 hari Agnetta menghilang dari kehidupanku, aku berusaha sebisa mungkin untuk tetap bekerja seperti biasa. Aku mengatakan kepada semua orang bahwa semuanya akan baik-baik saja dan Agnetta akan segera kembali, tetapi dalam hati kecilku aku menyangkalnya. Keberadaan Agnetta masih misterius, ia tak ada dimanapun.

"Galaxias, apa yang dikatakan istrimu? Apa dia menemukannya?" Galaxias hanya menggeleng dan menatapnya dengan raut penuh kesedihan. "Maafkan aku, Ouranos. Istriku sama sekali tak menemukannya. Ia telah mencarinya diantara setiap anak manusia, dan tak ada jejak istrimu sama sekali."

Ouranos jatuh lemas. Ia tak tahu lagi harus mencari istrinya kemana. "Dapatkah kau mencarinya di galaksi ini, Galaxias?" Galaxias menghela napas, "Sudah kucoba, tapi aku tak menemukannya," Ouranos terdiam . Galaxias menepuk pelan punggungnya, mencoba menenangkannya

"Lalu, dimana dia Galaxias? Aku tak tahu lagi harus mencarinya dimana..."katanya hampir menangis. "Tenanglah, Ouranos, aku pasti akan menemukan istrimu, apapun yang terjadi, aku janji,"kata Galaxias berusaha menenangkan Ouranos. Ouranos tak bergeming. Ia tetap pada tempatnya. Kata-kata apapun yang keluar dari mulut Galaxias seolah tak sampai ke telinganya.

"Maafkan aku, Galaxias, kurasa aku harus angkat kaki dari bumi,"

Galaxias terkejut, ia meraih pundak Ouranos. "Apa? Tapi..." Ouranos tak menatapnya balik, pandangan matanya kosong. "Agnetta adalah satu-satunya alasan bagiku untuk tinggal di bumi, sekarang dia tak ada lagi, sudah waktunya bagiku untuk pergi,"katanya sembari melangkah pergi.

"Tapi..." Ouranos menghilang, meninggalkan Galaxias di tengah-tengah pembicaraan. Agnetta, dimana gerangan dirimu?tanya Ouranos dalam hati.

3 tahun kemudian...

Galaxias melesat menuju kediaman Ouranos. Apa yang ada dalam pikirannya adalah kabar bahagia. Ia yakin, mata Ouranos akan kembali bercahaya ketika mendengar berita yang dibawanya. Ia yakin, Ouranos akan kembali seperti semula ketika ia tahu hal ini, katanya dalam hati.

"OURANOS!!!"teriaknya dari mulut gua. "KELUARLAH! KAU TAK AKAN PERCAYA DENGAN APA YANG KU KATAKAN!"teriaknya lagi. Tapi, tak ada balasan. Tak ada suara dan tak ada kata. Tak ada suara sedikitpun selain suara dari badai salju yang menerjang kediaman Ouranos.

"Ouranos?"kata Galaxias sembari melangkah masuk. "Aneh sekali, ruangannya tak pernah terasa seperti ini, seolah-olah tak ada hawa kehi..."

Galaxias tak dapat mempercayai apa yang dilihatnya. Tubuh Ouranos terbujur kaku, bibirnya mengering dan tatapan matanya kosong. "OURANOS! SADARLAH OURANOS!"teriak Galaxias sembari menepuk-nepuk wajahnya.

Ouranos menatap ke atas, cahaya putih menyilaukannya. "Dewa Koryfi yang maha agung,"ucapnya dengan bergetar. "Dewa Koryfi yang maha tinggi,"ucapnya lagi. "Dewa Koryfi yang maha kasih,"

Ia melihat Agnetta tersenyum dan mengulurkan tangannya. Ia mengangkat tangan kanannya ke langit, seperti hendak meraih sesuatu. "Berikanlah aku kesempatan, satu kali saja untuk melihat istriku lagi,"ucapnya. "Agnetta,"katanya sembari menangis. "Aku rindu kau, Agnetta,"

Galaxias yang melihatnya hanya bisa menangis. "Aku cinta kau, Agnetta,"kata Ouranos. Tangan kanannya jatuh terkulai dan ia kehilangan kesadaran.

Galaxias menghapus air matanya dan bergegas menuju ke sebuah tempat. Ieri Dynami, ia harus meminumnya, ucapnya dalam hati. Ia mengeluarkan cawan emas dan membaca mantra. Lalu mengambilnya dengan cepat. Galaxias merintih kesakitan, ia melihat jarinya dengan seksama. Kelingkingnya melepuh, karena ia tak mendapat izin dari sang dewa. Tapi, ia tak peduli. Sahabatnya berada di ujung kematian, ia harus melakukan apapun yang ia bisa.

Ouranos mendapati dirinya berada dalam sebuah ruangan yang terang. Di sekelilingnya tak ada orang, maupun binatang. Hanya dia seorang diri. "Dimana aku?"tanyanya pada dirinya sendiri. "Halo! Apa ada orang di sini?"teriaknya. Tak ada balasan. "Apa aku sudah…mati?"tanyanya sembari melihat kedua telapak tangannya.

Tiba-tiba sepasang tangan muncul di atas telapak tangan Ouranos. Sepasang tangan yang sangat dikenalnya. Ouranos mengangkat wajahnya dan menangis dalam haru. "Agnetta,"katanya dengan pelan, tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

"Agnetta…"katanya sekali lagi, sembari berharap bahwa ia tak bermimpi.

Ouranos meraba wajah Agnetta dengan tangannya. Agnetta tersenyum, memandangnya sembari menangis. "Ini benar, kau?"tanyanya pada perempuan yang ada di hadapannya. Agnetta mengangguk. Ia tahu semua perjuangan suaminya yang mencarinya kemana-mana, ia melihatnya. Dan betapa sedih hatinya saat mengetahui

Ouranos merana dalam guanya dan menolak untuk makan dan minum.

"Setelah sekian lama, akhirnya aku melihatmu kembali,"katanya sembari memeluk Agnetta. "Sekarang, kita bisa hidup bersama seperti dulu lagi, kau dan aku, kita berdua untuk selamanya,"katanya sembari memeluk Agnetta makin erat lagi.

Tetapi, tiba-tiba Agnetta mendorongnya dengan keras. "Ada apa, Agnetta?"tanya Ouranos kebingungan. "Waktumu belum tiba,"katanya dengan tersenyum. "Dan aku tak mau memelukmu terlalu erat karena…" Agnetta menangis perlahan. "Aku takut aku tak bisa melepasmu," Ia mencoba untuk tersenyum.

Air mata mengalir menggenangi wajahnya dan ia masih berusaha untuk tersenyum lebar. "Pergilah, Hawkins. Sekarang, bukanlah waktumu. Aku akan menunggumu di sini jika saatnya tiba," Ouranos bangkit dan berlari ke arah Agnetta. "Tidak, Agnetta! Aku… Aku tak bisa hidup tanpamu!"

Tembok tak kasat mata menghalangi mereka berdua. Ouranos memandang Agnetta yang tersenyum dan perlahan menghilang. "Sampai bertemu lagi, Hawkins," Ouranos memukul tembok di depannya dengan keras. Di hadapannya, Agnetta menghilang. "Tidak, Agnetta! Jangan pergi! AGNETAA!!!"

Ouranos merasa dirinya ditarik dengan kuat. Dalam sekejap, ia kembali ke tubuhnya, kesadarannya kembali. "OURANOS!"teriak Galaxias. "Agnetta!"teriak Ouranos, bangkit dari tidurnya. "Ada apa dengan Agnetta?"tanya Galaxias panik. "Kau menemukannya?"tanyanya lagi.

Ouranos memandang sekelilingnya. Ia kembali, ia benar-benar kembali hidup. "Galaxias, aku harus pergi ke suatu tempat, jangan ikuti aku."katanya tegas. Ia mengganti jubahnya dan membasuh mukanya. Ia membawa pedang dan busur serta panahnya. Ia juga memasang kembali mahkota dewanya.

Sebuah benda berwarna merah keemasan menarik perhatiannya. Ia tak tahu apa sebabnya tetapi firasatnya jelas mengatakan bahwa ia harus membawa benda itu turut serta. Galaxias melihat semuanya. Ini adalah hal yang dilakukan Ouranos ketika ia hendak berperang. Tapi, dengan siapa?

"Kemana kau pergi?"tanya Galaxias. "Bukan urusanmu,"kata Ouranos dingin. Ia mempercepat langkahnya dan melesat meninggalkan Galaxias. "Aku tak mengerti dirinya,"kata Galaxias sembari melesat pergi.

Ouranos tiba di Teleftaio Fos, perbatasan Moira dengan galaksi-galaksi lain. Moira adalah bagian tergelap alam semesta. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, lalu ia melangkah masuk. Ia membaca mantra dan sebuah nyala api muncul melayang. Moira sangat gelap, tak ada cahaya sedikitpun yang masuk ke daerah ini.

Ouranos melangkah dan mendapati tempat itu diselimuti suara-suara yang mengerikan. Tetapi, sedikitpun ia tak gentar. Ia sudah bertekad dan keputusannya sudah bulat. Ia harus menemui Charos, sang dewa kematian.

Atychima, anak Charos yang pertama menyambut kedatangan Ouranos. Ia memang berteman dekat dengan Ouranos. Ia memandu jalan Ouranos ke tempat Charos berada.

"Ouranos, kawanku, bagaimana kabarmu?"tanya Charos sembari memeluknya erat "Baik,"jawabnya sembari memeluk balik Charos. "Ada apa?"tanya Charos lagi. "Aku perlu bantuanmu,"katanya tegas. Charos melihat ke arah Atychima. Atychima mengerti maksud ayahnya. Ia menghormat, lalu beranjak pergi.

"Seperti yang kau tahu, istriku, sudah mati."kata Ouranos. "Istrimu? Agnetta?"tanya Charos. "Apa maksudmu? Kau tak tahu tentang hal ini?"tanya Ouranos. "Tidak, tak ada jiwa Agnetta yang terdaftar di sini,"jawab Charos. "Kau pasti bercanda,"kata Ouranos. "Kuharap, ya. Tapi sayangnya, tidak. Aku tak bercanda. Istrimu tak ada dalam daftar kematianku."

"Lalu, dimana dia? Aku jelas-jelas melihatnya ada di…"Ouranos menghentikan perkatannya. "Di?"tanya Charos. "Oh tidak,"katanya lagi. "Apa maksudmu? Dimana dia?"tanya Charos tak mengerti. "Dia yang kulihat tidak berada di Realm of Death."kata Ouranos. "Jika tidak, lalu dimana dia?"

"Dia ada di Mesaia. Ya! Dia ada di Mesaia!"kata Ouranos lagi. "Mesaia? Perbatasan antara yang hidup dan yang mati? Bagaimana bisa ia ada di sana?"tanya Charos. "Aku tak tahu, untuk itulah aku kemari."jawab Ouranos. "Apa maksudmu?"tanya Charos makin tak mengerti.

"Paratiritis, istrimu. Dia adalah pengamat dunia bukan? Dia pemilik rekaman kehidupan bukan begitu?" Charos mengangguk, "Ya, tapi apa maksudnya?" Ouranos melangkah pergi dengan tergesa-gesa. "Hei! Tunggu dulu! Apa maksudmu!"teriak Charos sembari menghalangi jalan Ouranos.

"Aku harus melihat rekaman hidup istriku,"kata Ouranos. "Aku harus melihat apa yang terjadi sebelum ia mati," Charos mengangguk, ia mengerti. "Baik, ikut aku,"katanya sembari berjalan di depan.

Chamber of Memories terlihat sangat indah, berbeda dengan Room of Soul, ruang kerja Charos yang hanya diterangi cahaya dari jiwa-jiwa yang sudah mati. Kunang-kunang memenuhi Chamber of Memories, sehingga ruangan itu terasa terang. "Selamat datang, Ouranos,"kata Paratiritis sembari menghormat. "Ada yang bisa kubantu?"

"Aku perlu rekaman hidup istriku,"kata Ouranos singkat. "Baik,"katanya sembari menghormat. "Agnetta Sienna Weber!"teriak Paratiritis. Sebuah buku keluar dari rak dan melayang menuju tangan Paratiritis. "Gnidaer trats."ucap Paratiritis. Sebuah layar muncul di hadapan mereka, menampilkan perjalanan hidup Agnetta.

Ouranos menangis sedikit saat melihat pernikahannya dengan Agnetta. Ia terlihat begitu bahagia kala itu. Rekaman terus diputar, menampilkan malam terakhir Agnetta sebelum ia menghilang. Sekelebat warna merah dan emas muncul di kamar Ouranos. Sesaat kemudian, rekaman berhenti dan layar kembali tertutup. "Apa? Apa maksudnya ini?"tanya Ouranos.

Paratiritis membuka buku rekaman. Halaman akhir menghilang. Bekas robekan paksa terlihat di buku tersebut. "Seseorang telah merobeknya, untuk menghilangkan rekaman ini, tapi siapa? Dan untuk apa?"kata Paratiritis. Ouranos menggeram. Tangannya terkepal, ia menggigit bibirnya. Firasatnya tepat.

Ia menatap Paratiritis dan Charos yang kebingungan, menunduk dan berterimakasih. Kemudian, ia pergi. "Tunggu, Ouranos! Apa yang kau lihat di rekaman itu?" Ouranos berbalik, "Sesuatu yang harusnya kau tahu,"