"Apa alamat ini rumah kamu?" Tanya Hanin memastikan apa yang sudah ia pikirkan.
"Apa kamu sedang berpikir kalau aku tetangga dekat kamu?" jawab Aditya dengan tersenyum menebak apa yang di pikirkan Hanin.
Hanin menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang di ucapkan Aditya.
"Aku anak Pak Lurah Mas'ud. Rumahku memang tidak jauh dari rumah Paman Hasta. Dulu secara kebetulan aku ada di rumah saat Paman Hasta ke rumah dan bercerita kalau dia menikah denganmu," cerita Aditya apa yang sudah ia ketahui.
"Apa saat itu kamu sedang mendengarkan pembicaraan orang dewasa?" Tanya Hanin sangat terkejut dengan cerita Aditya yang tahu cerita tentang pernikahannya.
"Aku tidak sedang mendengarkan, tapi aku mendengar secara jelas karena saat itu aku sedang menonton tv di ruang tamu. Mungkin Ayah dan Paman Hasta menganggap aku masih anak kecil," jelas Aditya dengan tersenyum.
"Jadi kamu sudah tahu aku sejak awal?" Ucap Hanin sedikit bergumam dan merasa malu pada Aditya.
Aditya menganggukkan kepalanya masih dengan senyumannya.
"Aku tahu kamu sejak kamu masuk kampus ini. Jujur, aku dulu penasaran denganmu. Saat Paman Hasta bilang menikah dengan gadis kecil yang lulus SMP aku mencari tahu tentang kamu dan ingin tahu wajah kamu. Saat itu aku berpikir, gadis kecil seperti apa yang membuat Paman Hasta menikah lagi," ucap Aditya sambil menerawang jauh mengingat masa lalu saat mencari tahu tentang Hanin.
Masih ingat jelas bagaimana setiap Minggu ia ingin pulang dan mengendap-ngendap di halaman rumahnya saat melihat Hanin dan Hasta keluar dari rumah.
Sebagai anak yang patuh pada orang tuanya, Aditya terpaksa sekolah SMAnya di kota bersama Neneknya dan ia baru bisa memilih Universitas di desa karena ia mendengar dari percakapan Ayahnya dengan Hasta kalau Hanin memilih Universitas di desa.
"Aditya?!" Panggil Hanin membuyarkan lamunan Aditya tentang masa lalunya.
"Ada apa Nin?" Tanya Aditya sedikit terkejut dengan panggilan Hanin yang menyebut namanya.
"Aku mau tanya, saat kamu ingin tahu aku. Apa yang kamu pikirkan setelah kamu tahu aku?" Tanya Hanin penasaran.
"Saat itu aku masih kecil, sama dengan usia kamu. Setelah aku melihat wajah kamu, hanya bisa bilang sama Ayah, kamu sangat cantik dan manis pantas saja Paman Hasta menyukai kamu," jawab Aditya dengan jujur apa yang ia pikirkan saat itu.
Seketika itu juga wajah Hanin memerah.
"Kamu masih kecil tapi sudah bisa menilai gadis cantik," gumam Hanin sedikit salah tingkah.
"Aku dulu bandel Nin, karena itu Ayah mengirim aku ke kota ikut Nenek dan sekolah di sana," jelas Aditya sambil tertawa mengenang kenakalannya.
"Emm...Adit, tolong maafkan aku. Aku senang berbincang denganmu. Tapi aku tidak bisa lama-lama. Aku tidak mau membuat suamiku menunggu lama," Ucap Hanin sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
"Ahhh...ya, aku sampai melupakan hal itu. Baiklah, sampai jumpa Minggu besok. Salam buat Paman Hasta," ucap Aditya seraya berdiri merasa sedih saja karena tidak bisa berbincang lama dengan Hanin, wanita yang ia kagumi.
Hanin menganggukkan kepalanya.
"Aku pergi dulu," ucap Hanin segera beranjak dari tempatnya dan berjalan cepat ke arah parkir mobil di mana Hasta berada.
Sampai di pintu mobil, Hanin melihat Hasta sedang bersandar dengan mata terpejam.
"Mas?" Panggil Hanin sambil mengetuk kaca dengan pelan.
Tidak lama kemudian Hanin melihat Hasta bergerak dan membuka matanya.
Segera Hanin membuka pintu mobil saat mendengar kunci pintu mobil terbunyi.
"Mas, tolong maafkan aku. Aku baru keluar," ucap Hanin dengan tatapan bersalah meminta maaf pada Hasta yang sedang menatapnya dengan tatapan sedih.
"Aku tadi melihat Rita dan teman-teman kamu keluar, apa kamu ada latihan lainnya?" Tanya Hasta sambil memberikan segelas air mineral pada Hanin.
"Tadi Rita langsung pulang Mas, dan aku masih harus mendengarkan penjelasan ulang dari ketua tim karena aku tidak konsentrasi dengan apa yang di bahas sebelumnya," jawab Hanin dengan jujur sambil menerima air mineral dari Hasta.
Kening Hasta berkerut menatap kedua mata Hanin.
"Tidak konsentrasi? tidak konsentrasi kenapa Nin?" Tanya Hasta ingin tahu apa yang di pikirkan Hanin.
"Karena aku memikirkan kamu Mas. Saat aku masuk ke gedung kampus apa kamu melihat seorang pria sedang mendekatiku Mas? Jawab dengan jujur Mas," ucap Hanin dengan tatapan penuh.
"Ya aku melihatnya, siapa dia Nin? Apa teman kamu latihan?" Tanya Hasta tidak memungkiri dengan apa yang dilihatnya.
"Sebelumnya aku tidak mengenalnya Mas. Saat aku tanya siapa dia, dia mengaku namanya Aditya. Dan dia adalah ketua tim latihan band kampus. Saat dia menjelaskan tentang persiapan latihan, aku tidak konsentrasi aku hanya memikirkan apa yang kamu pikirkan saat melihat Aditya menghampiriku. Kamu tidak memikirkan yang tidak-tidak kan Mas?" Tanya Hanin sambil menggenggam tangan Hasta yang dingin karena terlalu lama di mobil.
"Aku tidak tahu Nin, aku hanya terkejut saja saat ada laki-laki yang menghampiri kamu dan menemani kamu masuk ke kampus," jawab Hasta dengan mata berkabut tidak memungkiri kalau hatinya merasa takut kehilangan.
"Tolong maafkan aku ya Mas, aku tidak bermaksud membuat hati kamu bertanya-tanya seperti ini," ucap Hanin lagi merasa bersalah pada Hasta.
"Tidak apa-apa Nin, kamu sudah menjelaskan semuanya padaku. Tidak ada alasan aku sedih, karena aku tahu kamu sangat mencintaiku," ucap Hasta berusaha tersenyum menyembunyikan rasa ketakutannya.
"Aku belum menjelaskan semuanya Mas. Di saat terakhir setelah Aditya menjelaskan semuanya, ternyata Aditya putra dari Pak Lurah Mas'ud tetangga kita," jelas Hanin sambil melihat reaksi Hasta.
Hasta sedikit menegakkan punggungnya sangat terkejut penjelasan Hanin.
"Aditya putranya Pak Lurah? Bukankah dia tinggal di kota sama Neneknya?" Tanya Hasta tidak percaya dengan apa yang di katakan Hanin.
"Ya Mas, memang Aditya tinggal di kota sama Neneknya tapi dia kuliah di universitas desa kita. Apa Pak Lurah tidak pernah bercerita tentang Aditya?" Tanya Hanin melihat dengan jelas wajah Hasta yang terlihat berkabut.
"Aku tidak tahu? Mungkin karena aku tidak terlalu perhatian pada Aditya karena dia di kota sejak dia SMA. Apa lagi yang Aditya ceritakan padamu Nin?" Tanya Hasta penasaran ingin tahu kelanjutan cerita tentang Aditya yang telah membuatnya cemburu.
"Emm.... ternyata Aditya dulu penasaran dengan pernikahan kita Mas. Dulu Aditya ingin tahu siapa aku, kenapa aku yang masih kecil bisa menikah dengan kamu Mas. Saat itu dia mendengar sendiri saat Mas berbincang dengan Pak Lurah," cerita Hanin dengan tersenyum.
Hasta memicingkan matanya, berusaha mengingat apa yang di ceritakan Hanin.
"Karena rasa penasarannya, Aditya sampai mengintip dari rumahnya saat aku dan Mas keluar rumah. Dan Aditya bilang, pantas saja Paman Hasta mau menikah lagi karena istrinya sangat cantik dan manis," lanjut Hanin masih dengan senyumannya.
Mendengar ucapan terakhir Hanin, Hasta tidak berkomentar dan menjalankan mobilnya dengan perasaan cemburu yang tak ada habisnya.