Mendengar ucapan terakhir Hanin, Hasta tidak berkomentar dan menjalankan mobilnya dengan perasaan cemburu yang tak ada habisnya.
"Mas... dengan ceritaku barusan apa tidak ada pendapat apapun tentang Aditya?" Tanya Hanin sambil menahan senyum, sangat senang melihat Hasta merajuk karena cemburu.
"Aku tidak bisa berkomentar apa-apa Nin. Kalian sama-sama masih muda, aku tidak tahu dengan dunia kalian," jawab Hasta berusaha untuk tenang dan fokus pada jalan di depannya.
"Tapi Mas, aku sangat penasaran. Bagaimana Aditya bisa tahu semuanya tentang aku. Lagi pula kalau dia tinggal di kota kenapa memilih Universitas di desa? Kalau di memilih Universitas di desa kenapa tidak tinggal dengan Pak Lurah?" Tanya Hanin sambil menatap wajah Hasta yang terlihat semakin berkabut.
"Kenapa kamu tidak tanya pada Aditya? Bagaimana aku bisa menjawab kamu, kalau aku saja tidak pernah bertemu dengannya," sahut Hasta benar-benar tidak bisa menahan rasa sakit di dadanya karena rasa cemburunya.
"Kamu benar Mas, lebih baik aku bertanya padanya. Kebetulan sekali tadi Aditya memberikan kartu namanya padaku," ucap Hanin sambil meletakkan kartu nama Aditya di atas dasboard mobil.
Hasta menelan salivanya tidak percaya kalau Aditya sampai memberikan kartu namanya pada Hanin dan itu pasti ada nomer ponselnya.
"Sebaiknya kamu simpan kartu namanya Nin, kamu tidak perlu menunjukkan padaku," ucap Hasta mulai putus asa dengan sikap Hanin yang terlihat antusias dengan pertemanannya Aditya.
"Kamu benar Mas, biar aku menyimpannya. Karena aku harus minta izin padanya kalau aku tidak bisa hadir saat latihan," sahut Hanin segera mengambil kartu nama Aditya dan memasukkan ke dalam dompetnya.
Melihat sikap Hanin yang benar-benar nyata telah melukai hatinya, Hasta hanya bisa mengambil nafas dalam dan meneruskan perjalanan dengan sikap diam.
Sampai di rumah, Hasta keluar dari mobil dan membuka pintu mobil Hanin.
"Kamu masuklah dan istirahat Nin, aku mau ke kantor sebentar," ucap Hasta ingin menenangkan hatinya dengan bekerja.
"Mas," panggil Hanin saat melihat Hasta hendak membuka pintu mobil.
"Ada apa Nin?" Tanya Hasta dengan tatapan terluka.
"Jangan bekerja, kamu masih sakit Mas. Sebaiknya Mas istirahat," ucap Hanin mendekati Hasta dengan tatapan bersalah karena sudah membuat hati Hasta terluka.
"Aku harus menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai Nin," ucap Hasta berusaha tidak menunjukkan rasa kecewanya.
"Mas... dengarkan aku, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu. Aku tidak akan membiarkanmu terluka. ikutlah masuk denganku Mas. Aku mau bicara," ucap Hanin dengan tatapan memohon sambil menggenggam tangan Hasta.
Melihat tatapan Hanin yang memohon dan memelas membuat hati Hasta luluh.
"Memang kamu mau bicara tentang apa? Apa tentang Aditya lagi?" Tanya Hasta membiarkan Hanin membawanya masuk ke dalam rumah.
Hanin tidak menjawab pertanyaan Hasta, selain membawa Hasta masuk ke dalam kamar.
"Hanin, apa kamu tidak menjawab pertanyaanku? Apa kamu mau membicarakan tentang Aditya lagi? Apa kamu tidak merasakan apa yang saat ini aku rasak...." Hasta tidak bisa melanjutkan ucapannya saat bibir lembut Hanin sudah menutup mulutnya dengan ciuman yang berulang-ulang.
Hasta memejamkan matanya merasakan ciuman Hanin yang lambat laun meredakan rasa kecewa di hatinya.
Setelah cukup lama Hanin menciumnya tanpa henti dan rasa kecewanya telah hilang Hasta baru membalas ciuman Hanin dengan sangat dalam.
Hanin memeluk pinggang Hasta, merasa tenang setelah Hasta membalas ciumannya. Tidak hanya ciuman yang Hanin berikan, dengan pelan tapi pasti Hanin melepas kancing kemeja Hasta dan gerakan itu membuat Hasta menghentikan ciumannya.
"Apa yang kamu lakukan Nin?" Tanya Hasta dengan suara parau tidak mengerti dengan apa yang di lakukan Hanin setelah membuatnya cemburu dan sekarang memberikan cumbuan yang membuatnya tak berdaya.
Mendengar pertanyaan Hasta yang terlihat masih terluka, Hanin memeluk leher Hasta dan menatapnya dengan penuh cinta.
"Aku mau memberikan cinta padamu Mas, aku tahu saat ini hati kamu sedang cemburu karena Aditya. Maafkan aku Mas, aku juga tidak tahu kenapa hari ini aku ingin melihat kamu cemburu. Selama ini, kamu selalu begitu tenang dan pintar sekali menyembunyikan perasaan kamu Mas. Tapi hari ini, aku jelas-jelas melihatnya dan aku bahagia," ucap Hanin sambil mengusap lembut wajah Hasta.
"Hanin, jangan lakukan hal seperti ini lagi. Aku benar-benar sangat terluka. Aku tidak bisa melihat kamu perhatian dengan laki-laki lain. Aku benar-benar cemburu, dan rasanya sakit sekali Nin," ucap Hasta dengan mata berkaca-kaca kemudian memeluk Hanin dengan erat.
"Ya Mas,aku tidak akan melakukannya lagi. Tolong maafkan aku ya Mas," ucap Hanin seraya mengusap rambut kepala Hasta yang ada dalam pelukannya.
"Aku selalu memaafkan kamu Nin, aku tidak bisa marah padamu selain aku menyalahkan diriku sendiri yang telah mengambil dunia masa remaja kamu," ucap Hasta tidak bisa menghentikan rasa bersalahnya pada Hanin.
"Mas, jangan berpikir seperti itu lagi. Aku tidak pernah menyesali pernikahanku denganmu Mas. Aku menikah muda denganmu karena aku mencintaimu dan tidak ingin kehilangan kamu. Percayalah padaku Mas. Aku tadi sengaja membuat kamu cemburu karena aku ingin melihatmu cemburu hanya itu saja. Aku juga tidak tahu kenapa aku ingin sekali melihat kamu cemburu. Tolong maafkan aku Mas," ucap Hanin dengan tatapan bersalah dan mata berkaca-kaca ikut merasakan kesedihan Hasta.
"Ya Hanin, aku sudah memaafkan kamu. Aku tahu kamu sangat mencintaiku. Jangan menangis lagi, bukankah kamu mau memberikan aku cinta?" Ucap Hasta sambil mengusap air mata Hanin yang sudah tumpah.
Hanin menganggukkan kepalanya masih dengan tangisannya. Kemudian memeluk Hasta dengan sangat erat benar-benar tidak ingin hati Hasta terluka.
"Hanin...sudah, jangan menangis lagi sayang," ucap Hasta berusaha menenangkan hati Hanin yang sedih karena rasa bersalahnya.
Mendengar ucapan sayang Hasta, Hanin menghentikan tangisannya dan menatap lembut wajah Hasta.
"Apa yang kamu ucapkan barusan Mas. Kamu memanggil aku apa Mas?" Tanya Hanin dengan tersenyum melupakan kesedihannya.
"Jangan menangis sayang," ucap Hasta dengan tersenyum mengusap wajah Hanin yang sudah tersenyum bahagia.
"Aku sangat mencintaimu Mas," ucap Hanin masih dengan senyuman mencium bibir Hasta dengan penuh perasaan cinta.
Tanpa membalas ucapan Hanin, Hasta membalas ciuman Hanin kemudian mengangkat tubuh Hanin dan membaringkannya di tempat tidur.
"Lepaskan kemejaku Nin, aku sudah tidak sabar dengan apa yang kamu berikan padaku saat ini," bisik Hasta membantu melepas pakaian Hanin, di mana Hanin sedang melepas kemejanya.
Dengan saling melepas pakaian, Hasta dan Hanin tidak berhenti saling mencium dan meraba kulit tubuh mereka.
"Hanin, aku sangat merindukanmu sayang," bisik Hasta mengulangi kata sayang membuat Hanin bahagia dan memeluk leher Hasta yang sudah menindih tubuhnya.
"Aku juga sangat merindukanmu Mas, aku buktikan padamu kalau hanya kamu yang aku cintai seumur hidupku," balas Hanin dengan tatapan sayu mengulum dan menghisap lidah Hasta yang sudah menaikkan geloranya.