KEHAMILAN HANIN

"Bagaimana Nin? Bagaimana hasil periksanya?" Tanya Jonathan dengan wajah serius.

"Ahhhh....aku hamil Jo!! Aku hamil!!" Sahut Hanin sambil menutup mulutnya dengan wajah bahagia.

"Benarkah?!! Ya Tuhan!! Akhirnya!! Aku mendapatkan keponakan!!" Teriak Jonathan sambil berdiri dan berjingkrak kegirangan.

"Jonathan! Ini di klinik Jo!!" Ucap Hanin sambil menutup mulutnya dengan jari telunjuk memberi kode agar Jonathan tidak teriak-teriak.

"Maafkan aku Nin, Dokter. Aku terlalu bahagia dengan kabar baik ini. Akhirnya Tuan Hasta punya anak darah dagingnya sendiri," ucap Jonathan tidak berhenti menengadahkan kedua tangannya berterimakasih pada Tuhan telah mengabulkan doa-doanya.

"Nah Hanin, ini obat penguat janin yang harus kamu minum setiap hari. Dan ini resep vitamin-vitamin agar kamu tetap sehat. Kamu bisa minta tolong Jonathan untuk menebus obat ini di apotikku. Tempatnya di sebelah klinik," jelas Dokter Lely sambil menyerahkan resep obat ke Hanin.

"Dokter, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan," ucap Hanin setelah teringat dengan program bayi tabung yang sudah di lakukan di tempat Dokter Husin.

"Tanya apa Nin?"

"Emm...selain aku melakukan program ini, bukankah aku juga melakukan program bayi tabung? Dan Dokter Husin memberi kabar pada Mas Hasta kalau hari ini hasilnya akan keluar. Kalau dengan program ini saja aku berhasil hamil apa kemungkinan program bayi tabung juga akan berhasil Dokter? Kalau program bayi tabung juga berhasil bagaimana Dokter?" Tanya Hanin dengan wajah serius.

Untuk sesaat Dokter Lely terdiam kemudian tersenyum menatap Hanin yang terlihat gelisah.

"Kamu jangan memikirkan hal itu. Aku tahu program bayi tabung kamu juga berhasil. Dokter Husin sudah memberitahuku. Sekarang aku mau tanya padamu, apa kamu sanggup untuk hamil bayi kembar dan merawat dua bayi sekaligus? Kalau kamu sanggup, kita tetap akan menjalankan program bayi tabung tersebut. Kalau kamu tidak sanggup terpaksa janin yang ada di tabung saat ini akan kita hilangkan," jelas Dokter Lely dengan panjang lebar tentang keadaan janin yang ada di perutnya juga janin yang ada di tabung.

"Dokter, aku tidak bisa menghilangkan janin bayi Mas Hasta. Keduanya adalah bayi aku. Aku bersedia dan siap menerima kedua bayiku Dokter," jawab Hanin dengan suara tangis tertahan tidak ingin menghilangkan salah satu dari janin bayi Hasta.

"Kalau begitu, kamu bisa tenang dan melanjutkan proses bayi tabung nanti di tempat Dokter Husin. Mungkin kamu harus rawat inap di sana. Nanti biar aku menjelaskan pada Dokter Husin, agar Hasta tidak mengetahui tentang hal ini. Semoga saja, kamu bisa mencari waktu yang baik untuk memberitahu kebenarannya pada Hasta," ucap Dokter Lely memberi nasihat pada Hanin tentang kehamilan murni Hanin dan program bayi tabung yang murni dari sperma Hasta bukan sperma Jonathan.

"Ya Dokter, aku pasti akan mencari waktu yang baik untuk menceritakan kebenarannya pada Mas Hasta," ucap Hanin dengan sungguh-sungguh.

"Sekarang pulanglah, bukankah kamu harus berangkat ke kota?" Ucap Dokter Lely mengingatkan Hanin karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

"Baik Dokter, terimakasih untuk semuanya," ucap Hanin seraya berdiri kemudian memeluk Dokter Lely yang juga berdiri.

"Dokter, terimakasih banyak," ucap Jonathan sambil menganggukkan kepalanya kemudian berjalan ke arah pintu di ikuti Hanin dan Dokter Lely.

"Hati-hati di jalan nanti Nin," ucap Dokter Lely setelah berada di luar klinik.

Hanin menganggukkan kepalanya kemudian berjalan mengikuti Jonathan yang berjalan ke tempat apotik milik Klinik Dokter Lely.

Setelah menebus resep Dokter Lely, Jonathan mengambil motornya dan menghampiri Hanin.

"Naiklah Nin, pelan-pelan jangan sampai menekan perutmu," ucap Jonathan tidak ingin terjadi sesuatu pada Hanin dan keponakannya.

"Kamu sudah pantas menjadi suami Jo, kapan kamu mencari kekasih?" Tanya Hanin setelah duduk di atas motor.

"Jangan pikirkan aku, kamu tenang saja. Suatu saat aku pasti membawa wanita baik ke rumahmu. Tunggu saja," ucap Jonathan asal bicara untuk menutupi kehampaan yang ia rasakan setelah kehilangan cinta pertamanya.

"Aku pasti menunggu waktu itu Jo. Dan ingat, apa yang kamu katakan adalah janji bagiku ya," ucap Hanin sambil mencubit pinggang Jonathan.

"Loh...loh kenapa sebuah janji?? Aku tidak perlu berjanji tentang hal itu Nin," sahut Jonathan dengan cepat tidak ingin terbebani dengan sebuah janji yang tidak mungkin ia lakukan selagi ia masih mencintai Hanin.

"Tidak! Aku anggap itu janji. Kamu sudah berjanji padaku," ucap Hanin dengan suara keras di telinga Jonathan.

Jonathan hanya terdiam tidak membalas ucapan Hanin. Dan untung saja perjalanannya sudah sampai di kampus Hanin.

"Hanin, aku harus cepat pulang. Aku tidak mau berpapasan dengan Tuan Hasta," ucap Jonathan sambil membantu melepas helm Hanin.

"Terimakasih Jo, setelah ini aku akan mengundangmu makan-makan. Kita akan merayakan kehamilanku," ucap Hanin sebelum Jonathan pergi.

"Siap, aku pasti datang. Hati-hati di jalan nanti Nin," ucap Jonathan kemudian menjalankan motornya dan berlalu pergi meninggalkan Hanin seorang diri.

Setelah Jonathan pergi, Hanin mengambil ponselnya dan menghubungi Hasta.

"Hallo...Mas, jemput aku sekarang. Aku baru selesai latihan," ucap Hanin sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukan waktu sepuluh lebih dua puluh menit.

Tidak terlalu lama, Hanin melihat mobil Hasta dan berhenti di depannya.

Hanin tersenyum melihat Hasta keluar dari mobil dengan penampilan yang terlihat rapi dan tampan.

"Sudah lama menunggu Nin?" Tanya Hasta sambil membuka pintu mobil.

"Tidak Mas, baru saja aku keluar," sahut Hanin hendak masuk ke mobil tapi gerakkannya terhenti saat mendengar suara seseorang memanggil namanya.

"Hanin!!"

Hanin menoleh sangat terkejut melihat Aditya sedang menghampirinya sambil membawa sebuah surat.

"Aduh!! Bagaimana ini? Bagaimana kalau Mas Hasta tahu dari Aditya kalau aku tidak ikut latihan," ucap Hanin dalam hati dengan wajah gelisah.

"Hanin, kebetulan sekali bertemu di sini. Ini surat undangan untuk kamu dan Paman Hasta," ucap Aditya tanpa merasa bersalah memberikan surat undangan pada Hanin.

"Ehh ya terimakasih. Kenapa undangan ini tidak kamu berikan tadi waktu latihan," ucap Hanin dengan tatapan memohon agar Aditya bisa berpikir pintar untuk melindunginya.

Aditya menatap Hanin dengan tatapan tak mengerti. Namun dengan tatapan Hanin secepat itu ia menyadari apa yang harus ia lakukan.

"Undangannya baru aku dapat dari Rektor. Kebetulan sekali kamu belum pulang, jadi sekalian saja aku berikan," ucap Aditya memberikan penjelasan kemudian menatap ke arah Hasta yang sedang menatapnya.

"Paman Hasta, bagaimana kabarnya? Paman pasti sudah lupa denganku. Aku Aditya putranya Pak Mas'ud," ucap Aditya sambil mengulurkan tangannya.

Hasta segera menerima uluran tangan Aditya. Untuk sejenak Hasta tidak percaya kalau Aditya sudah tumbuh menjadi pria tampan.

"Maafkan aku. Aku hampir tidak mengenali kamu. Kamu sekarang sudah tinggi besar dan tampan seperti ayahmu," ucap Hasta dengan jujur setelah melihat dari dekat sosok Aditya yang mengagumi Hanin sejak Hanin masih remaja.