Setelah beristirahat beberapa jam Hanin membuka matanya dan melihat Hasta duduk di sofa dengan mata terpejam.
"Jam berapa sekarang? Kenapa aku merasa tidurku sangat lama," ucap Hanin dalam hati sambil melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Kurang satu jam lagi aku melakukan operasi. Semoga saja nanti berjalan dengan lancar. Aku harus bisa bertahan dan semoga kedua bayiku kuat sekuat Ayahnya," ucap Hanin masih dalam hati sambil menatap Hasta yang masih bersandar dengan kedua matanya terpejam.
"Mas Hasta," panggil Hanin dengan suara pelan tidak ingin mengejutkan Hasta.
Perlahan Hasta membuka matanya dan menatap Hanin yang berbaring menatapnya.
Dengan segera Hasta menghampiri Hanin dan menggenggam tangannya.
"Ada apa Nin? Apa kamu ingin sesuatu?" Tanya Hasta dengan tatapan cemas.
"Aku tidak ingin apapun Mas. Aku hanya ingin kamu memelukku, apa kamu mau memelukku Mas?" Tanya Hanin dengan tatapan manja.
"Baiklah sayang, aku akan memelukmu," ucap Hasta memberikan ucapan kata sayang agar Hanin merasa bahagia dan tenang dalam pelukannya.
Hasta memeluk Hanin dengan penuh kasih sayang.
Hanin menyusupkan kepalanya dalam pelukan Hasta. Hati Hanin merasa bahagia dan tenang.
"Bagaimana Nin? apa kamu sudah merasa tenang? apa kamu bahagia?" tanya Hasta sambil mengusap puncak kepala Hanin dengan penuh kasih sayang.
Hanin menganggukkan kepalanya dan semakin menenggelamkan kepalanya pada dada Hasta yang bidang.
"Aku sangat tenang setiap berada dalam pelukanmu Mas. Entah kenapa aku merasa sangat nyaman dengan berlindung seperti ini. Jangan lepaskan pelukanmu Mas, biarkan kita tetap seperti ini sampai nanti," ucap Hanin melepas semua rasa bersalahnya dengan memeluk Hasta sangat erat.
"Sebaiknya kamu istirahat Hanin. Kalau kamu memeluk aku seperti ini punggung kamu akan terasa sakit. Kamu berbaring ya," ucap Hasta dengan tatapan sangat dalam.
Hanin menggelengkan kepalanya.
"Tidak Mas, aku ingin kamu tetap memelukku," ucap Hanin dengan suara memelas.
Hasta menghela nafas dalam melihat Hanin yang tidak ingin melepas pelukannya.
"Baiklah, aku tidak akan melepas pelukanku. Tapi kamu harus tidur, biar aku memelukmu dengan tidur di sampingmu. Bagaimana? apa kamu mau?" tanya Hasta sambil mengusap wajah hanya yang terlihat menggemaskan.
"Aku mau," sahut Hanin sedikit merengek kemudian berbaring tidur tanpa melepas pelukannya.
Hasta sedikit kesulitan berbaring karena pelukan Hanin yang sangat erat memeluknya.
"Sekarang kamu tidur ya?" Ucap Hasta seraya membelai rambut Hanin yang hitam.
"Terimakasih ya Mas," gumam Hanin sambil memejamkan matanya dengan memeluk Hasta.
"Sama-sama sayang," jawab Hasta dengan tersenyum melihat manjanya Hanin.
Dalam pelukan Hasta, Hanin melanjutkan tidurnya. Dan tidak terasa waktu semakin cepat hingga Hasta mendengar suara ketukan pintu kamar.
Dengan hati-hati Hasta turun dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Husin? Masuklah," ucap Hasta setelah mengetahui Dokter Husin yang datang.
"Bagaimana keadaan Hanin? Semuanya baik-baik saja kan?" Tanya Husin dengan wajah serius.
"Hanin baik-baik saja," sahut Hasta seraya duduk dan bersandar di sofa.
"Kalau kamu bagaimana? Apa kamu masih merasa sedih dengan kehamilan Hanin?" Tanya Husin dengan suara pelan.
"Aku bahagia Husin, walau aku tahu bayi kembar itu bukan darah dagingku. Aku sudah berjanji pada Jonathan untuk menjaga dan menyayangi anak-anaknya. Bagaimana pun juga bayi kembar juga bayi Hanin. Aku harus membahagiakan mereka bertiga," jelas Hasta dengan suara hampir tak terdengar takut Hanin mendengarnya.
"Kamu ingin membuat mereka bahagia, dan kamu? Apa kamu bahagia?" Tanya Husin lebih cemas dengan keadaan Hasta.
"Aku akan baik-baik saja. Melihat Hanin dan bayi kembar bahagia aku juga pasti bahagia," ucap Hasta sudah pasrah dengan jalan takdirnya.
"Setelah keadaan kehamilan Hanin baik-baik saja, sebaiknya kamu fokus dengan penyakit kamu. Kapan kamu akan melakukan operasi transplantasi paru-paru kamu?" Tanya Husin dengan serius.
"Jangan keras-keras Husin, sebaiknya sekarang jangan bahas penyakitku. Kita fokus pada Hanin," ucap Hasta mengingatkan Husin untuk menyudahi pembicaraan tentang dirinya.
"Hasta... Hasta...kenapa kamu keras kepala sekali. Kalau Hanin mengetahui hal ini pasti sangat sedih," ucap Husin sedikit mengomel dan berjalan mendekati Hanin.
"Sebaiknya Hanin kamu bangunkan, sekarang sudah waktunya operasi peralihan," ucap Husin sambil menunggu perawat yang bertugas membawa Hanin ke ruang operasi.
Tanpa membalas ucapan Husin, Hasta mendekati Hanin dan mengusap wajahnya dengan pelan.
"Hanin...bangun Nin," panggil Hasta masih dengan mengusap pipi Hanin.
Perlahan Hanin membuka matanya menatap Hasta dengan tatapan yang sangat dalam. Saat ini hati Hanin benar-benar sedih setelah mendengar secara langsung apa yang di katakan Hasta pada Husin.
Hasta hanya memikirkan kebahagiaan dan anak-anaknya tanpa memikirkan kebahagiaan dan penyakitnya.
"Ya Tuhan Mas, hatimu terbuat dari apa? Kenapa kamu sangat baik sekali?" Ucap Hanin dalam hati dengan pandangan masih tak lepas pada wajah Hasta.
"Ada apa Nin? Apa kamu merasa takut?" Tanya Hasta menyadari tatapan Hanin yang berbeda.
"Aku sangat mencintaimu Mas, doakan semua berjalan lancar ya Mas," ucap Hanin dengan suara tangis tertahan.
"Tentu saja aku akan berdoa untuk kamu dan bayi kembar kita Nin. Kamu tenang ya," ucap Hasta dengan penuh kasih sayang mengusap lembut wajah Hanin.
"Hanin, apa kamu sudah siap? Sudah waktunya kita melakukan operasi peralihan bayi kembar kamu," ucap Husin setelah kedua perawatnya datang.
Hanin menganggukkan kepalanya dan pasrah pada keahlian Dokter Husin.
"Mas, cium aku," pinta Hanin sebelum dua perawat membawanya pergi.
"Kamu tenang ya Nin," ucap Hasta segera mencium Hanin agar Hanin bisa tenang.
Setelah mendapat ciuman Hasta, Hanin memejamkan matanya membiarkan dia perawat membawanya masuk ke dalam ke ruang operasi di ikuti Dokter Husin dan Dokter Irwan.
Hasta di luar ruang operasi hanya bisa duduk dan berdoa untuk kelancaran Hanin.
Berkali-kali Hasta duduk dan kembali berdiri mendekati pintu ruang operasi.
"Ya Tuhan, kali ini dengarkan doaku. Berikan Hanin kebahagiaan bersama bayi kembarnya. Aku rela melepaskan mereka asal hidup Hanin bahagia," ucap Hasta dengan mata berkaca-kaca.
Sudah hampir dua jam Hasta berdiri mondar mandir di depan pintu ruang operasi. Hatinya tidak tenang dan merasa cemas. Rasa lelah pada kakinya dan hawa dingin yang sudah menyakiti dadanya tidak Hasta hiraukan.
Berkali-kali Hasta terbatuk-batuk tapi tidak ia hiraukan.
Hingga pada saat pintu ruang operasi terbuka, Hasta berlari mendekati pintu dan melihat Husin melepas maskernya.
"Bagaimana Husin? Apa semuanya berjalan lancar? Hanin dan bayi kembar baik-baik saja kan?" Tanya Hasta beruntun tidak sabar ingin mengetahui hasilnya.
"Tenanglah Hasta, semuanya berjalan dengan lancar. Keadaan Hanin dan bayi kembar kamu juga sangat baik. Untuk sementara Hanin kita pantau dulu sampai nanti jam tujuh. Kalau semua baik-baik saja Hanin akan kita pindahkan ke kamar inap," jelas Husin sambil menepuk pelan bahu Hasta.
Mendengar penjelasan Husin, Hasta segera memeluk Husin dan menangis tertahan.
"Akhirnya, kebahagiaan Hanin datang juga Husin. Aku akan memberikan semua cinta yang aku punya untuk mereka," ucap Hasta dengan suara parau dan mulai merasakan kedua kakinya terasa lumpuh dan badannya terasa dingin.
"Uhukk... uhukk... uhukk"
Hasta terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah kemudian terjatuh di hadapan Husin.