SALING BERJANJI

"Benarkah itu Mas? Mas Hasta mau mendengar apa yang aku inginkan?" Tanya Hanin memastikan apa yang dikatakan Hasta.

Hasta menganggukkan kepalanya pasrah pada keinginan Hanin.

"Aku mau menginap beberapa hari ini sini sampai aku dan bayi kembar baik-baik saja. Tapi Mas Hasta harus berjanji padaku dua hal saja," ucap Hanin sambil menunjukkan dua jari di hadapan Hasta.

"Apa itu Nin, katakan saja," sahut Hasta sambil menahan rasa sesak di dadanya.

"Pertama Mas Hasta harus berjanji untuk tidak putus asa dan menemani aku selamanya sehidup semati. Dan yang kedua, Mas Hasta harus mau melakukan transplantasi paru-paru. Bagaimana Mas? Apa Mas mau berjanji dua hal yang aku inginkan itu?" Tanya Hanin sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

Hasta menatap Hanin dengan wajah bingung dan ragu.

"Aku akan memenuhi keinginan kamu Nin," ucap Hasta tanpa membalas uluran jari kelingking Hanin.

"Mas...tautkan jari kelingking kamu dengan jari kelingkingku Mas," ucap Hanin dengan bibir cemberut.

Tidak ingin Hanin marah dan menangis lagi terpaksa Hasta menautkan jari kelingkingnya pada hari kelingking Hanin.

Hanin tersenyum merasa lega dengan janji Hasta padanya.

"Sekarang aku sudah tenang Mas. Aku mau tidur, apa kamu tidak mengantuk Mas?" Tanya Hanin pada Hasta yang terdiam di tempatnya.

"Aku belum mengantuk Nin, sebaiknya kamu tidur istirahat. Aku mau keluar sebentar," ucap Hasta merasakan sesak pada dadanya dan ingin batuk di luar agar Hanin tidak mencemaskannya.

"Kenapa kamu tidak istirahat juga Mas. Wajah kamu pucat Mas," ucap Hanin selalu kuatir setiap kali melihat Hasta mengusap dadanya.

"Aku hanya merasa lelah saja Nin. Aku mau mencari udara segar sebentar. Aku akan segera kembali," ucap Hasta segera mencium kening Hanin dan berjalan cepat keluar kamar.

Sampai di luar, Hasta mengedarkan pandangannya mencari wastafel. Sambil menekan dadanya yang terasa sakit, Hasta berjalan ke tempat wastafel yang sudah di lihatnya.

"Uhukk... uhukk... uhukk"

Hasta terbatuk berulang-ulang, darah merah sudah keluar dari mulutnya. Hasta merasakan tubuhnya mulai lemas dan kedua matanya berkunang-kunang.

"Ya Tuhan, jangan biarkan aku pingsan di sini. Aku harus minum obat nyeriku," ucap Hasta sambil merogoh kantong celananya mencari obat yang Husin berikan padanya.

Dengan tangan gemetar Hasta mengeluarkan dua kapsul sekaligus dan terpaksa menelannya dengan bantuan air dari wastafel.

Sejenak Hasta berdiam di tempatnya, kemudian mencari tempat duduk untuk merasakan pengaruh dari obatnya yang sekaligus ia minum dua.

Selang beberapa menit, Hasta sudah mulai merasakan tubuhnya dingin dadanya sedikit bernapas teratur. Rasa kantuk mulai menyerangnya.

"Sebaiknya aku kembali ke kamar Hanin. Aku bisa tidur di sana," ucap Hasta sedikit bergumam berusaha menepis pengaruh obatnya yang hampir mirip dengan pengaruh obat sakau.

Sedikit tertatih-tatih Hasta berjalan ke arah kamar Hanin. Sampai di depan kamar Hanin, Hasta menegakkan punggungnya berusaha untuk tegap dan tidak terjadi sesuatu padanya.

Perlahan Hasta membuka pintu dan melihat Hanin sedang tidur. Hasta menghela nafas lega kemudian berbaring di sofa dan memejamkan matanya.

Hanin perlahan membuka matanya, melihat Hasta yang tidur dengan wajah pucat. Sekilas Hanin melihat bekas bercak darah di kemeja Hasta.

"Apa yang terjadi padamu Mas? Kenapa kamu menyiksa dirimu seperti itu? Bagaimana aku bisa melihat semua ini?" Ucap Hanin dalam hati dengan suara tangis tertahan.

Melihat Hasta tidur meringkuk dan terlihat kedinginan Hanin perlahan turun dari tempat tidurnya. Dengan membawa selimutnya Hanin mendekati Hasta dan menyelimuti tubuh Hasta agar tidak kedinginan.

Dengan penuh perasaan Hanin sedikit membungkuk agar bisa mencium kening Hasta.

"Aku sangat mencintaimu Mas. Aku tidak akan membiarkan kamu menderita sendirian," ucap Hanin dalam hati sudah bersusah payah bersandiwara menangis agar Hasta memenuhi keinginannya untuk mau melakukan transplantasi paru-paru.

"Hanin, jangan pergi," gumam Hasta sedikit meracau akibat pengaruh dari obatnya yang berdosis tinggi.

Hanin mendekatkan wajahnya sedikit kesakitan pada area perutnya saat di buat duduk di samping Hasta.

"Hanin, jangan pergi. Jangan tinggalkan aku Nin. Aku takut...aku takut kamu sendirian," racau Hasta tidak sadar dengan keadaannya.

"Aku tidak akan pergi Mas, tenanglah Mas," ucap Hanin mengusap lembut wajah Hasta agar bisa tenang dalam tidurnya.

Dengan usapan lembut Hanin yang berulang-ulang. Tidur Hasta mulai sedikit tenang dan tidak meracau lagi.

"Syukurlah kamu bisa tidur tenang Mas," ucap Hanin merapikan selimut Hasta kemudian beranjak dari tempatnya dan kembali ke tempat tidurnya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus berterang sekarang tentang bayi kembarku ini? Tapi bagaimana kalau Mas Hasta merasa kecewa dan merasa aku permainkan dan itu akan melukai hati Mas Hasta dan pasti akan berdampak pada kehamilan aku. Saat ini bayi kembar aku sangat rentan keguguran, aku harus memastikan bayi kembar aku tumbuh dengan baik agar bisa bertahan sampai empat bulan," ucap Hanin dalam hati dengan pandangan ke arah Hasta yang tertidur pulas karena obatnya.

"Mas Hasta, tenanglah Mas. Jika sudah waktunya aku pasti akan menceritakan semuanya padamu. Aku akan membuatmu bahagia seumur hidup kamu. Aku berjanji padamu seperti janjimu padaku. Kita akan hidup bersama selamanya bersama anak-anak kita," ucap Hanin lagi sambil berusaha memejamkan matanya untuk segera tidur.

Tidak lama kemudian Hanin sudah tidur pulas di tempatnya dan Hasta juga terlelap di sofa.

Saat menjelang sore, Hasta mulai membuka matanya merasakan tubuhnya sangat berat.

Di lihatnya Hanin masih tertidur pulas.

"Aku sangat lapar sekali, apa Hanin sudah makan?" Tanya Hasta seraya bangun dari tempatnya dan melihat ada makanan di atas meja.

"Sepertinya ini masakan rumah sakit. Sebaiknya aku membangunkan Hanin untuk makan," ucap Hasta segera mendekati Hanin dan mengusap wajahnya dengan pelan.

"Hanin... bangun Nin," panggil Hasta dengan suara lembut.

Perlahan Hanin membuka matanya dan melihat Hasta sudah duduk di sampingnya dengan mengusap wajahnya.

"Mas?? Kamu sudah bangun? Jam berapa sekarang Mas?" Tanya Hanin sambil mengusap kedua matanya.

"Sudah sore Nin, apa kamu lapar? Makanan dari rumah sakit masih utuh. Kamu makan ya?" Ucap Hasta seraya mengambil nasi dengan menu makanan dan sayuran yang sehat.

"Aku sangat lapar Mas, tapi aku ingin makan bersama. Aku mau kamu juga makan," ucap Hanin sangat tahu Hasta juga belum makan.

"Kenapa kamu selalu mencemaskan aku Nin? Kenapa kamu tidak berpikir kalau kamu dan bayi kembar lebih membutuhkan makanan sehat ini," ucap Hasta menasihati Hanin agar perduli dengan kehamilannya.

"Aku baru mau makan, kalau kamu juga makan Mas. Bukankah kita sudah saling berjanji untuk saling perhatian dan mencemaskan satu sama lain?" Ucap Hanin mengingatkan janji Hasta padanya.

"Kamu benar Nin, baiklah kita makan bersama ya?" Ucap Hasta tidak lagi membantah apa yang di katakan Hanin.