INGIN PULANG

"Mendekatlah Mas," ucap Hanin menarik pelan pinggang Hasta agar batang miliknya bisa dekat dengan mulutnya.

Hasta memejamkan matanya, saat Hanin mulai mendekatkan mulutnya pada batang miliknya.

"Aakkhh... Hanin," ucap Hasta mulai tercekat saat Hanin mulai mencium dan menghisap pelan ujung batang miliknya.

"Aakkhh... aakkhh... aakkhh Hanin.. Hanin," panggil Hasta menelan salivanya merasakan sensasi pada batang miliknya dengan kocokan mulut Hanin yang tak berhenti pada batang miliknya.

"Aakkhh...aaaakkhhh.... sshhh... ouchh, akkkhh...Hanin...teruskan Hanin, aku sudah tidak tahan lagi ... aakkhh...akkhhh," erang Hasta dengan kedua matanya tertutup dan mulutnya sedikit terbuka.

Melihat tubuh Hasta yang sudah mengejang Hanin semakin intens dan brutal mengocok batang milik Hasta hingga pada puncaknya Hasta menarik batang miliknya dan mencengkram kuat seiring erangan Hasta dan melubernya sperma yang keluar dari ujung batang milik Hasta.

"Ouchh... aakkhh... akkhhh Hanin..." Panggil Hasta dengan suara parau melepas batang miliknya setelah mengeluarkan spermanya yang cukup banyak.

Hanin tersenyum melihat Hasta yang sudah mengeluarkan gelora hasratnya dan itu telah membuat Hanin bahagia.

"Bagaimana Mas? Apa rasa rindumu sudah terobati?" Tanya Hanin dengan tatapan penuh cinta.

Wajah Hasta bersemburat merah sedikit bingung bagaimana membersihkan batang miliknya dan kedua tangannya yang bersimbah sperma miliknya.

"Bersihkan dulu di kamar mandi Mas," ucap Hanin sambil mengedarkan pandangannya dan menunjuk ke arah kamar mandi.

"Itu kamar mandinya Mas," ucap Hanin merasa kasihan dan lucu melihat Hasta yang kebingungan.

Sambil memegangi batang miliknya Hasta masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan spermanya yang mengotori tangan dan sedikit celana dalamnya.

Setelah di rasa bersih, Hasta mencuci mukanya kemudian keluar sambil menyisir rambutnya dengan kedua tangannya.

Hanin tersenyum mengulurkan tangannya agar Hasta mendekat padanya.

Hasta menyambut uluran tangan Hanin dan menciumi kedua punggung tangan Hanin secara bergantian.

"Terimakasih Hanin, aku sangat merindukanmu hingga tidak bisa lagi menahannya. Maafkan aku telah merepotkanmu," ucap Hasta dengan tatapan sangat dalam.

"Aku tidak merasa repot Mas, aku juga merindukanmu Mas. Tapi apa daya aku tidak bisa menyalurkan hasratku padamu Mas," ucap Hanin dengan jujur sambil memeluk Hasta dengan sangat erat.

Hasta menahan senyum melihat sikap dan nada bicara Hanin yang terlihat lucu dan manja.

"Maafkan aku ya Nin, aku janji kalau nanti kita pulang aku akan membuatmu bahagia," ucap Hasta sambil mengusap puncak kepala Hanin.

Hanin menengadahkan wajahnya menatap Hasta yang masih menatapnya.

"Benarkah itu Mas?" Tanya Hanin memastikan janji Hasta padanya.

Hasta menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu aku mau pulang sekarang Mas. Bilang pada Dokter Husin aku mau pulang," Rengek Hanin sambil menarik-narik tangan Hasta.

Hasta tidak bisa lagi menahan senyumnya melihat sikap manja Hanin.

"Hanin, kamu tidak bisa pulang sekarang. Jahitan kamu masih belum kering. Tunggu dua sampai tiga hari. Setelah keadaan kamu baik dan bayi kembar kita baik, baru kita bisa pulang," ucap Hasta membujuk Hanin agar mau bersabar.

"Baiklah Mas, tapi benar ya. Mas Hasta akan membuat aku bahagia dan menuruti apa yang aku inginkan," ucap Hanin dengan tatapan serius.

Sekali lagi Hasta menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang di inginkan Hanin.

"Aku berjanji, aku akan memberikan semua yang kamu inginkan Nin, termasuk nyawaku ini. Aku akan memberikannya padamu tanpa ragu," ucap Hasta dengan sungguh-sungguh menggenggam kedua tangan Hanin.

"Jangan bicara seperti itu Mas, aku sedih mendengarnya. Aku tidak akan meminta nyawa kamu Mas. Aku hanya ingin kamu selalu bersamaku dengan bayi kembar kita selamanya. Apa kamu mau berjanji tentang hal itu Mas?" Tanya Hanin dengan tatapan memohon.

Hasta menghela nafas dalam sangat sulit untuk memenuhi janji yang di inginkan Hanin.

"Aku bisa berjanji akan selalu membahagiakan kamu dan bayi kembar kita Hanin. Tapi aku tidak bisa berjanji untuk bisa hidup selamanya bersama kalian. Kamu tahu kalau aku sakit parah dan aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan," ucap Hasta berusaha jujur pada Hanin agar bisa memahaminya.

"Mas Hasta tidak sembuh-sembuh karena Mas tidak mau operasi transplantasi paru-paru. Kenapa Mas? Apa kamu tidak mencintaiku dan bayi kembar kita Mas?" Tanya Hanin sudah tidak tahan menyembunyikan apa yang ia tahu dan apa yang sudah ia dengar.

Hasta menegakkan punggungnya cukup terkejut dengan apa yang Hanin katakan.

"Hanin kenapa kamu bertanya seperti itu? Aku sangat mencintaimu dan mencintai bayi kembar kita. Tapi aku sadar, dengan penyakitku yang sudah parah ini aku tidak akan bisa bertahan walaupun aku menjalani transplantasi paru-paru. Tubuhku sudah tidak bisa bertahan lagi Hanin," ucap Hasta berusaha menjelaskan agar Hanin bisa menerima keputusannya.

"Apa hanya alasan itu Mas? Apa bukan karena Mas Hasta merasa putus asa? Hingga tidak mau transplantasi paru-paru?" Tanya Hanin dengan mata berkaca-kaca.

"Hanin...aku mohon jangan lagi membahas tentang hal ini. Aku tidak ingin karena sakitku menjadi beban hidup kamu. Apalagi sekarang kamu hamil bayi kembar kita. Aku ingin kalian bertiga bahagia tanpa kurang suatu apapun," ucap Hasta sambil menggenggam tangan Hanin dan mengusapnya dengan lembut.

Mendengar jawaban Hasta yang tidak mau sembuh, hati Hanin merasa sedih dan kecewa.

"Aku mau istirahat Mas. Dan aku juga mau pulang. Aku tidak ingin berada di sini," ucap Hanin menarik tangannya dari genggaman Hasta.

"Kamu tidak bisa pulang Hanin, kamu belum sembuh benar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu atau pada bayi kembar kita?" Tanya Hasta dengan tatapan cemas.

"Tidak akan terjadi sesuatu padaku atau pada bayi kembar kita. Dan lagi, kalau memang terjadi sesuatu padaku mungkin sudah takdirku dan takdir bayi kembar kita," sahut Hanin membalas ucapan Hasta yang keras kepala.

"Hanin, kenapa kamu bicara seperti itu? Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu dan bayi kembar kita Nin. Aku sangat mencintai kalian bertiga," ucap Hasta dengan suara parau merasa sedih dengan ucapan Hanin.

"Kalau Mas Hasta bisa mencemaskan dan mencintai kita bertiga. Kenapa aku tidak boleh mencemaskan dan mencintai kamu Mas. Kamu takut kehilangan aku, aku juga takut kehilangan kamu!" Ucap Hanin dengan airmata yang sudah mengalir deras di pipinya.

"Pokoknya aku mau pulang. Aku ingin pulang! Aku tidak akan peduli lagi dengan apa yang terjadi padaku atau pada bayi kembar kita!" Ucap Hanin menangis tersedu-sedu hingga Hasta bingung di buatnya.

"Hanin ... Hanin jangan menangis sayang. Tolong maafkan aku. Baiklah, aku akan mendengar apa yang kamu inginkan. Tapi aku minta padamu jangan pulang sebelum keadaan kamu dan bayi kembar kita baik-baik saja. Bagaimana Nin? Kamu mau kan?" Ucap Hasta menatap Hanin dengan tatapan penuh.

"Benarkah itu Mas? Mas Hasta mau mendengar apa yang aku inginkan?" Tanya Hanin memastikan apa yang dikatakan Hasta.