RASA CEMBURU

Sedikit menahan sakit di jarinya, Hasta meneruskan memasaknya agar Hanin bisa menikmati sarapan pagi sebelum berangkat ke kampus.

Selang beberapa menit akhirnya masakan sederhana Hasta sudah jadi dan sudah siap untuk sarapan pagi.

Hasta tersenyum merasa bahagia mendapat ciuman dari Hanin. Karena terlalu bahagianya hingga tanpa sadar jari telunjuknya teriris pisau. Darah keluar deras segera Hasta membuka kotak obat dan mengambil hansaplas untuk menghentikan darah yang keluar.

Dengan sangat hati-hati Hasta membawa masakannya di meja makan.

"Sudah selesai masaknya Mas?" Tanya Hanin sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Sudah Nin, apa kamu mau sarapan sekarang?" Tanya Hasta sambil menyiapkan piring untuk Hanin.

"Ya Mas, aku sudah tidak sabar ingin merasakan masakan suamiku tercinta. Pasti rasanya enak sekali," ucap Hanin seraya duduk di samping Hasta.

Hasta tersenyum merasa tersanjung dengan pujian Hanin.

"Jangan dulu memujiku Nin, kamu belum mencobanya bagaimana bisa kamu mengatakan masakan ini enak," ucap Hasta dengan wajah memerah mengambil nasi untuk Hanin.

"Mas, kenapa jarimu?" Tanya Hanin tanpa sengaja melihat jari Hasta yang terbalut hansaplast.

"Sedikit kena pisau," ucap Hasta tidak terlalu memikirkan rasa sakit di jarinya.

"Biar aku lihat sebentar Mas," ucap Hanin meraih tangan Hasta dan membuka pelan hansaplast yang menutupi luka Hasta.

"Ya Tuhan Mas! Kenapa sampai bisa teriris seperti ini?!" Ucap Hanin bangun dari duduknya dan pergi ke dalam. Hasta menegakkan punggungnya sedikit gelisah menunggu Hanin yang belum kembali. Tidak lama kemudian Hanin datang dengan membawa obat merah dan perban.

"Hanin, untuk apa perban? Aku tidak apa-apa Hanin," ucap Hasta berniat menyembunyikan tangannya namun tangan Hanin lebih cepat menahannya.

"Mas Hasta harus ingat ya, aku seorang perawat. Aku cukup tahu, luka kecil sama luka yang cukup lebar," ucap Hanin seraya mengolesi luka Hasta dengan betadine kemudian meniupnya dengan pelan.

Hati Hasta berdesir merasakan kehangatan saat Hanin meniup lukanya.

Setelah memastikan betadine sudah kering Hanin membalut luka Hasta dengan perban.

"Nah sekarang aku tidak terlalu cemas lagi," ucap Hanin dengan tenang kemudian mencium jari Hasta yang terluka.

"Semoga cepat sembuh," ucap Hanin dan menciumnya berulang-ulang.

Hati Hasta benar-benar meleleh dengan perhatian dan kasih sayang Hanin padanya.

"Sudah cukup Hanin, nanti kamu terlambat ke kampus," ucap Hasta mengingatkan Hanin seraya menarik tangannya dari genggaman Hanin.

"Ya Mas, aku pasti terlambat," ucap Hanin seraya mengambil masakan Hasta.

"Non Hanin," panggil Minah dengan tiba-tiba saat Hanin mau merasakan masakan Hasta.

"Ya Bi, ada apa?" Tanya Hanin meletakkan sendoknya dan menoleh ke arah Minah.

"Di luar ada Den Aditya, putranya Pak Lurah. Mencari Non Hanin," ucap Minah sedikit gugup karena baru kali ini ada pria yang mencari Hanin sampai ke rumah.

Kening Hanin berkerut, cukup kaget dengan kedatangan Aditya yang tiba-tiba tanpa memberitahunya lebih dulu. Hanin tidak beranjak dari tempatnya sebelum Hasta memberinya izin.

"Pergilah Nin, siapa tahu ada hal yang penting," ucap Hasta berusaha untuk tetap tenang dan tidak berpikir yang tidak-tidak tentang Aditya.

Mendapat izin dari Hasta, segera Hanin beranjak keluar menemui Aditya.

"Hai Hanin," sapa Aditya saat melihat Hanin mendekatinya.

"Hanin, maafkan aku kalau kedatanganku ini mengejutkan kamu. Aku tidak sempat lagi menghubungi kamu, karena dari kemarin lusa aku tidak melihatmu di rumah. Aku kesini memberikan pakaian wisuda kamu," ucap Aditya seraya menyerahkan pakaian wisuda Hanin.

"Tapi Dit, bukankah hari ini pakaian wisuda baru bisa di ambil?" Tanya Hanin dengan tatapan tak mengerti.

"Rencana awal memang seperti itu Nin, tapi sebagian teman-teman ada yang tidak setuju karena waktunya sangat mepet dengan acaranya. Sebagian mereka merasa takut kalau pakaian wisudanya tidak pas dan harus memperbaikinya. Jadi sesuai kesepakatan, kemarin lusa pakaian wisuda di bagikan dan hari ini kampus sudah libur selain panitia persiapan wisuda," ucap Aditya menjelaskan alasannya agar Hanin tidak salah paham.

"Oh begitu, ya ada benarnya juga Dit. Aku juga belum tahu pakaian ini pas atau tidak ya. Kalau tidak pas, apa bisa langsung selesai hari ini ya?" Ucap Hanin sedikit gelisah melihat pakaian wisudanya.

"Sebaiknya kamu coba saja Nin, kalau pas ya baguslah. Tapi kalau tidak pas kamu bisa memperbaikinya di tempat Bude. Teman-teman banya yang ke sana," ucap Aditya berniat tulus membantu Hanin.

"Begitu ya?" Sahut Hanin sejenak berpikir karena tidak ingin merepotkan Hasta juga.

"Dit, apa kamu bisa menunggu sebentar? Aku akan mencoba pakaian ini dulu. Kalau tidak pas apa kamu bisa membantuku membawa pakaian ini ke Bude kamu? Aku akan memberi bajuku untuk contoh ukurannya," ucap Hanin dengan tatapan memohon.

"Kamu tenang saja Nin, aku pasti membantumu. Sebaiknya kamu coba sekarang, biar sekalian pakaian kamu aku bawa ke Bude," ucap Aditya dengan santai dan tidak terburu-buru.

"Baiklah, kamu tunggu di sini sebentar ya," ucap Hanin kemudian masuk ke dalam untuk mencoba pakaiannya.

Selagi Hanin mencoba pakaiannya, Hasta masih menunggu di ruang makan. Sesekali Hasta melihat jam tangannya.

Hasta menghela nafas dalam menatap masakannya yang sudah dingin. Hati Hasta sedikit kecewa, karena Hanin cukup lama meninggalkannya tanpa memberitahunya maksud kedatangan Aditya.

Walupun perasaan kecewa sudah menyelimuti hatinya, Hasta tetap berada di tempatnya menunggu kedatangan Hanin.

Di luar Hanin tergesa-gesa menghampiri Aditya.

"Dit, kamu benar. Pakaian wisuda ini terlalu besar untukku. Kamu bisa membantuku membawakan ini ke Bude kamu kan?" Tanya Hanin merasa tidak enak telah merepotkan Aditya.

"Kamu tenang saja Nin, semoga saja pakaian kamu bisa selesai siang ini. Nanti aku kabari kamu kalau sudah selesai ya," ucap Aditya seraya mengulurkan tangannya agar Hanin memberikan pakaiannya.

"Terimakasih ya Dit," ucap Hanin segera memberikan pakaiannya pada Aditya.

"Contoh bajuku sudah ada di dalam tas Dit," ucap Hanin lagi sambil melihat jam tangannya.

"Oke Nin, aku pergi dulu," ucap Aditya dengan tersenyum melambaikan tangannya dan menaiki motornya kemudian menjalankannya keluar dari halaman rumah Hanin.

Setelah Aditya pergi Hanin berlari ke samping rumah di mana Hasta masih menunggunya di meja makan.

"Mas, tolong maafkan aku. Ternyata Aditya ke sini mengantar pakaian wisudaku," ucap Hanin kemudian menceritakan semuanya pada Hasta.

Mendengar semua cerita Hanin, hati Hasta sedikit tercubit kenapa Hanin harus meminta tolong pada Aditya. Kenapa Hanin tidak bercerita padanya. Bukankah dia suaminya yang pasti akan membantu Hanin dalam hal apapun.

"Mas, kenapa kamu diam? Apa aku telah melakukan hal yang salah? Katakan saja Mas," ucap Hanin dengan tatapan penuh sambil menggenggam tangan Hasta yang mulai dingin.

"Kenapa kamu minta tolong pada Aditya, Nin? Kenapa kamu tidak memberitahu aku dulu?" Ucap Hasta dengan suara pelan berusaha menenangkan hatinya yang sudah kacau.