"Kamu jangan berpikir seperti itu. Aku sangat yakin Hanin pasti merasa bersalah padamu apalagi melihat keadaan kamu seperti ini. Percayalah padaku, Hanin pasti akan menjelaskan semuanya padamu," ucap Jonathan berusaha menenangkan hati Rafka.
"Aku berharap juga seperti itu. Suatu saat Hanin akan memberikan alasannya kenapa tega memutuskan aku," ucap Rafka sudah pasrah kehilangan Hanin yang sudah menikah dan hamil.
"Raf, tolong maafkan aku. Harus pergi sekarang. Aku mau mengantar makanan buat Paman Rahmat. Kalau kamu ingin bertemu Hanin ia ada di sini. Tuan Hasta saat ini sakit dan opname di sini," ucap Jonathan seraya bangun dari duduknya karena sudah cukup lama berbincang dengan Rafka.
"Jo, apa aku bisa minta nomor ponsel kamu?" Tanya Rafka sebelum Jonathan pergi.
"Berikan saja kartu namamu, aku akan menghubungimu secepatnya," ucap Jonathan sedikit kesulitan mengingat nomor ponselnya.
Rafka tersenyum kemudian mengeluarkan kartu namanya dan memberikannya pada Jonathan.
"Oke, aku pergi dulu ya Raf," ucap Jonathan dengan tersenyum kemudian bergegas pergi meninggalkan Rafka yang duduk terdiam di kursi rodanya.
"Hanin, aku akan bersabar menunggumu untuk bisa menjelaskan semuanya padaku," ucap Rafka dalam hati dengan suasana hati yang sudah lebih baik setelah berbincang banyak dengan Jonathan.
"Tadi Jonathan bilang kalau Hanin ada sini. Sebaiknya aku tanyakan pada Dokter Soni. Siapa tahu aku bisa bertemu Hanin," ucap Rafka sedikit tersenyum merasa rindu bertemu Hanin.
****
Di kamar....
Hanin masih duduk tenang di sofa menunggu Hasta yang masih belum bangun.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sudah waktunya untuk membersihkan badan Hasta biar terlihat segar. Tapi Hanin tidak tega membangunkan Hasta.
Untuk mengusir rasa bosannya Hanin melihat di grup kampusnya.
Kening Hanin sedikit berkerut saat di grup sangat ramai membicarakan kedatangan Rafka yang menjadi rektor baru di kampusnya.
Hanin tersenyum, teman-teman perempuannya banyak berkomentar dengan pujian-pujian yang memuji ketampanan Rafka.
"Rafka memang tampan dan hatinya sangat baik. Semoga saja Rafka tidak membenciku dengan apa yang sudah aku lakukan padanya," ucap Hanin dalam hati kembali mengingat pertemuannya dengan Rafka. Dan Hanin bisa melihat tidak ada kebencian di mata Rafka selain sinar mata kesedihan.
"Hanin,"
Seketika Hanin menegakkan punggungnya saat mendengar suara Hasta yang sedang memanggil namanya.
"Mas, kamu sudah bangun?" Tanya Hanin segera menghampiri Hasta yang sedang menatapnya.
"Apa aku tidur terlalu lama Nin? Sekarang jam berapa?" Tanya Hasta seraya bangun dari tidurnya untuk duduk bersandar.
"Tidurmu sangat lama Mas, sekarang sudah jam lima. Sudah waktunya untuk membersihkan badan kamu," ucap Hanin sambil mengusap wajah Hasta.
Mendengar Hanin akan membersihkan badannya, secara refleks Hasta menarik selimutnya.
Hanin tersenyum melihat Hasta yang terlihat gugup dengan wajahnya yang memerah.
"Ada apa Mas? Kenapa kamu menarik selimutmu? Apa kamu takut padaku?" Tanya Hanin dengan tersenyum sengaja menarik pelan selimut Hasta.
"Hanin, jangan lagi. Ini di rumah sakit. Jangan mengerjaiku lagi," ucap Hasta dengan wajah semakin memerah.
"Aku tidak akan mengerjaimu Mas. Aku benar-benar akan membersihkan badan kamu. Aku janji tidak akan bertindak macam-macam padamu," ucap Hanin sambil menahan senyum.
"Benar, kamu tidak akan mengerjaiku?" Tanya Hasta lagi memastikan Hanin yang tidak akan membuatnya kesakitan lagi.
"Benar Mas. Aku tidak membuat kamu sakit lagi," bisik Hanin seraya menarik selimut Hasta.
Hasta terdiam membiarkan Hanin menarik selimutnya.
"Tunggu ya Mas, aku mau ambil air hangat dulu," ucap Hanin setelah melipat selimut Hasta.
Hasta menganggukkan kepalanya, menunggu Hanin yang sedang menyiapkan air hangat untuknya.
Tidak menunggu lama, Hasta melihat Hanin datang dengan membawa baskom yang berisi air hangat.
"Hanin, apa Husin sudah pulang?" Tanya Hasta sambil membiarkan Hanin yang sedang melepas kemejanya.
"Tadi siang Dokter Husin sudah pulang Mas. Kemungkinan besok lusa akan melihat keadaan kamu," ucap Hanin dengan sengaja tidak menceritakan tentang Rafka yang bekerja di rumah sakit.
"Jonathan di mana? Apa sudah pulang juga?" Tanya Hasta dengan tatapan penuh.
"Jonathan tadi mengirim makanan ke Paman Rahmat. Sekarang tidak tahu lagi. Mungkin pulang untuk mandi," jawab Hanin dengan pandangan tak lepas dari dada Hasta yang terlihat merah.
"Beritahu Jonathan untuk menemani kamu Nin. Kamu juga perlu istirahat, aku tidak mau kamu merasa lelah," ucap Hasta mulai teringat dengan kejadian di kampus saat Jonathan berteriak memanggil nama Rafka.
"Nin, apa aku boleh tanya sesuatu?" Tanya Hasta dengan tatapan penuh.
Hanin menelan salivanya sudah sangat tahu lambat laun pasti Hasta akan membahas tentang Rafka.
"Tentu saja boleh Mas, mau tanya tentang apa?" Tanya Hanin berusaha untuk tetap tenang.
Hasta menatap Hanin sedikit ragu untuk bertanya tentang Rafka.
"Kenapa diam Mas? Katanya mau tanya sesuatu," ucap Hanin sambil meremas handuk yang dipegangnya setelah membersikan badan Hasta.
"Aku mau bertanya tentang Rafka, Nin. Apa kamu tidak keberatan?" Tanya Hasta lagi memberanikan diri untuk menyelesaikan masalah Hanin dengan Rafka.
"Tanya saja Mas, aku pasti akan menjawabnya," ucap Hanin sudah siap menyelesaikan masalahnya dengan Rafka.
"Apa sebelumnya kamu tahu tentang kepindahan Rafka di kampus kamu?" Tanya Hasta dengan sangat hati-hati tidak ingin melukai hati Hanin.
"Aku tidak tahu Mas. Aku baru tahu saat Aditya memberitahu teman-teman secara mendadak," jawab Hanin dengan jujur tanpa menyembunyikan apapun dari Hasta.
"Apa kamu sudah bertemu dengannya?" Tanya Hasta menatap kedua mata Hanin dengan hati berdebar-debar.
"Aku sudah bertemu dengannya. Tapi belum sempat bicara banyak karena aku tidak ada waktu untuk bicara dengannya. Aku langsung pulang setelah penyerahan piagam," ucap Hanin dengan suara pelan.
"Kalau aku boleh tahu, apa yang sudah kamu bicarakan dengan Rafka, Nin?" Tanya Hasta lagi dengan perasaan semakin tak menentu.
"Rafka hanya bertanya tentang kabarku, dan aku menjawab baik. Hanya itu saja setelah itu aku tidak bertemu dengannya karena aku pulang," jawab Hanin tidak menceritakan tentang keadaan Rafka yang tidak baik-baik saja.
"Hanin, apa mungkin Rafka duduk di kursi roda akibat dari kecelakaannya?" Tanya Hasta dengan suara bergetar.
"Aku tidak tahu Mas, aku takut mengetahuinya," ucap Hanin tidak bisa lagi menyembunyikan rasa bersalahnya terhadap Rafka di hadapan Hasta.
"Apa kamu masih merasa bersalah pada Rafka, Nin?" Tanya Hasta sambil menggenggam tangan Hanin yang dingin.
"Aku tidak tahu Mas. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu karena aku juga tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menyelesaikan masalahku dengan Rafka," jawab Hanin meremas kedua tangannya dengan pikiran tak menentu.
"Tenanglah Nin, jangan pikirkan apapun dulu. Maafkan aku kalau aku membuat kamu sedih," ucap Hasta dengan tatapan bersalah.
"Kamu tidak salah Mas, di sini aku yang bersalah. Aku telah menyakiti hati Rafka dan hati kamu," ucap Hanin dengan tatapan sedih.