"Kamu tenang saja Raf. Yang namanya jodoh tidak akan kemana," ucap Hanin memberikan semangat pada Rafka.
"Kamu benar Nin. Aku mempercayai hal itu. Dulu aku percaya kalau kamu adalah jodohku dan akan bisa membahagiakan kamu setelah aku menyelesaikan kuliahku. Tapi ternyata kamu bukan jodohku. Semoga saja jodohku wanita baik seperti kamu," ucap Rafka dengan tersenyum menatap wajah Hanin yang terlihat memerah.
"Jangan memujiku seperti itu Raf. Pada kenyataanya aku telah tega menyakiti hati kamu. Jangan mengingat masa itu lagi. Aku tidak mau melihatmu sedih," ucap Hanin dengan jujur.
"Terimakasih Nin, aku senang kamu masih peduli dengan keadaanku," ucap Rafka menelan salivanya merasa gugup dengan perhatian Hanin walau hanya sebatas teman baik.
"Em... sebaiknya sekarang kita membahas tentang sakitnya suami kamu," ucap Rafka segera mengalihkan pembicaraan menutupi rasa gugupnya.
"Ya Raf, bagaimana hasil lab terakhir Mas Hasta? Aku tidak percaya kalau sakitnya Mas Hasta yang parah membawa pengaruh pada operasi transplantasi paru-parunya," ucap Hanin menjelaskan apa yang pernah di katakan Dokter Husin padanya.
"Begitulah Nin?" Tanya Rafka memastikan apa yang di katakan Hanin tentang kondisi Hasta.
"Apa kamu bisa membantu suamiku, Raf?" Tanya Hanin dengan tatapan memohon.
"Kamu harus tenang ya Nin, apalagi saat ini kamu hamil. Emosi kamu harus dalam keadaan stabil," ucap Rafka dengan penuh perhatian mengingatkan kehamilan Hanin.
Hanin mengangkat wajahnya menatap Rafka dengan tatapan heran.
"Kamu tahu darimana kalau aku hamil?" Tanya Hanin dengan wajah memerah.
"Tadi siang aku bertemu Jonathan di kantin. Kita bicara banyak tentang kamu. Karena Jonathan juga aku bisa berpikir jernih dan berusaha memahami posisi kamu saat itu. Aku tenang setelah bicara dengan Jonathan," jawab Rafka dengan jujur tanpa menyembunyikan apapun dari Hanin.
"Jadi Jonathan sudah bertemu denganmu? Tapi tadi Jonathan tidak bercerita apapun padaku," ucap Hanin dengan bibir cemberut.
Rafka tersenyum menatap wajah Hanin yang terlihat kecewa.
"Jangan marah, mungkin Jonathan menjaga perasaan kamu agar fokus pada suami kamu. Yang pasti Jonathan menyakinkan aku kalau kamu tidak berubah wanita yang baik dan setia. Karena itulah, aku lebih yakin dengan apa yang aku rasakan. Aku tidak bisa membencimu dan tidak bisa melihatmu menangis. Aku terlalu menyayangi kamu, seperti Jonathan yang dari dulu juga menyayangi kamu," ucap Rafka dengan jujur apa yang ia rasakan.
Hanin menundukkan wajahnya semakin merasa bersalah dengan kebaikan dan ketulusan Rafka padanya.
"Kamu sangat baik dan tulus Raf, kamu tidak tahu rasa bersalahku padamu ini akan selalu aku ingat. Mungkin itu hukuman yang harus aku terima," ucap Hanin dengan tatapan sedih.
"Jangan lagi merasa bersalah padaku Nin. Bukankah kamu sudah menebusnya dengan menjadi teman baikku? Aku sudah memaafkanmu. Kamu harus percaya padaku. Jangan lagi sedih ya," ucap Rafka membalas tatapan Hanin dengan perasaan sayang.
Hanin mengedipkan matanya, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Terimakasih Raf, kamu dan Jonathan selalu menyayangi aku sejak dulu," ucap Hanin semakin mengagumi Rafka sebagai teman baiknya.
"Sama-sama Hanin. Kita kembali membahas suami kamu ya," ucap Rafka memastikan Hanin sudah baik-baik saja.
Kembali Hanin menganggukkan kepalanya pasrah dengan kedewasaan Rafka.
"Mendengar cerita kamu dan melihat hasil lab ini apa yang di katakan Dokter Husin memang benar Nin. Tapi ada cara yang sekiranya harus kita lakukan lebih dulu untuk menyehatkan suami kamu sebelum melakukan operasi tersebut. Tapi hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan juga beresiko. Tapi kita bisa mencobanya," ucap Rafka memberi sedikit penjelasan tentang apa yang ia pikirkan.
"Maksudmu bagaimana Raf?" Tanya Hanin sedikit menangkap apa yang di jelaskan Rafka.
"Begini Hanin, selain suami kamu memiliki penyakit utama paru-paru, ada beberapa organ juga yang tidak berfungsi dengan baik kan? Kita sembuhkan dulu organ-organ yang masih bisa kita sembuhkan untuk menunjang kekuatan suami kamu saat operasi nanti. Tapi memang juga sangat beresiko karena penyakit utama suami kamu memang harus segera di lakukan. Intinya ada terjadi benturan waktu di sini. Suami kamu menderita komplikasi di sebabkan penyakit paru-parunya Nin," ucap Rafka dengan wajah serius.
Hanin menghela nafas dalam merasa sesak di dalam dadanya.
"Jadi yang ingin kamu bilang keduanya tetap beresiko Raf? Sedikit sekali kemungkinan Mas Hasta akan sembuh," ucap Hanin dengan tatapan mata berkaca-kaca.
"Semua tergantung takdirnya suami kamu Nin. Kita bisa melakukan operasi itu dan semua tergantung pada takdir suami kamu untuk bisa bertahan," ucap Rafka menatap Hanin dengan perasaan kasihan.
"Begitukah Raf. Pantas saja Mas Hasta tidak mau melakukan operasi secepatnya karena mungkin takut saat operasi terjadi sesuatu padanya. Mas Hasta mau melakukan operasi setelah aku melahirkan dan menjadi wanita sukses," ucap Hanin mulai menangis karena kesedihannya.
Melihat Hanin menangis Rafka semakin merasa kasihan.
"Tenanglah Hanin, jangan menangis kita berdoa saja agar suami kamu baik-baik saja. Untuk mendapatkan keputusan yang baik, sebaiknya bicarakan hal ini dengan suami kamu. Setelah itu kamu bisa menemuiku dengan suami kamu. Aku pasti membantu kalian," ucap Rafka sambil mengusap bahu Hanin untuk berhenti menangis.
Hanin menganggukkan kepalanya mengerti dengan apa yang di ucapkan Rafka.
"Baiklah Raf, aku akan membicarakan hal ini sama Mas Hasta. Aku harus kembali, sudah cukup lama aku di sini," ucap Hanin seraya mengusap air matanya.
"Kamu harus kuat ya Nin, jaga kesehatan suami kamu dan kehamilan kamu," ucap Rafka dengan tatapan tulus.
Hanin menganggukkan kepalanya, kemudian bangun dari duduknya.
"Terimakasih banyak ya Raf, aku bersyukur pada Tuhan. Di saat aku dan suamiku mendapat ujian seperti ini kamu dan Jonathan ada untukku," ucap Hanin merasa sedikit tenang dengan adanya sahabat-sahabat yang menyayanginya.
Rafka menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.
"Percayalah, semua akan baik-baik saja," ucap Rafka mendorong kursi rodanya membantu Hanin membuka pintu.
"Aku pergi ya Raf, terimakasih banyak," ucap Hanin berusaha tersenyum kemudian keluar dari ruangan Rafka.
Dengan pikiran tak menentu Hanin berjalan melewati lorong rumah sakit menuju kamar Hasta.
Sampai di kamar, Hanin mengambil nafas dalam kemudian membuka pintu dan masuk ke dalam. Di lihatnya Hasta sedang tidur dan Jonathan sedang berbaring di sofa.
"Hanin, kamu sudah kembali? Lama sekali kamu pergi. Aku tadi ke Dokter Soni tapi Dokter Soni bilang kamu ke tempat Rafka. Apa benar begitu?" Tanya Jonathan memastikan apa yang di ucapkan Dokter Soni.
"Sssttt! Jangan keras-keras nanti Mas Hasta dengar. Apa kamu memberitahu Mas Hasta kalau kamu mencariku di tempat Dokter Soni?" Tanya Hanin dengan suara pelan.
"Aku tidak memberitahu Tuan Hasta, karena Tuan Hasta yang memintaku untuk melihat ke Dokter Soni. Dan aku bilang pada Tuan Hasta kalau kamu ke Rafka untuk membicarakan hasil lab," ucap Jonathan dengan jujur.