MENDUKUNG HASTA

"Mas, kenapa kamu diam? Apa kamu melamun?" Tanya Hanin dengan tatapan penuh kembali mencari tatapan kecemburuan di kedua mata Hasta.

"Aku sedikit melamun, membayangkan saat kamu merawatku nanti. Pasti aku akan tenang dan pasrah padamu Nin," jawab Hasta dengan sebuah senyuman agar Hanin tidak ada keraguan lagi tentang persetujuannya.

"Kamu ya Mas, ternyata sudah membayangkan hal yang seperti itu," ucap Hanin dengan tersenyum kemudian memeluk Hasta dengan perasaan bahagia.

"Semoga saja dengan apa yang sudah aku putuskan ini, kamu bisa dekat dengan Rafka dan Jonathan, Nin. Aku rela melepasmu asal kamu bisa bahagia. Tidak akan ada lagi pria seperti aku yang akan membebani kamu," ucap Hasta menangis dalam hati setelah memutuskan untuk melepas Hanin agar bisa dekat dengan Jonathan dan Rafka. Keputusan Hasta sudah bulat untuk meninggalkan semuanya, apalagi jika mengingat bayi kembar Hanin adalah bayi Jonathan. Jadi tidak ada alasan baginya untuk bertahan di sisi Hanin, selain merelakan Hanin bersama Jonathan atau Rafka.

"Mas, kenapa kamu tidak membalas pelukanku?" Tanya Hanin dengan nada manja semakin mempererat pelukannya.

"Hanin, apa kamu lupa kalau kamu belum menyuapiku? Aku sudah sangat lapar Nin," ucap Hasta mengalihkan pertanyaan Hanin yang ia peluk.

"Astaga!! Maafkan aku Mas," ucap Hanin dengan wajah terkejut kemudian mengambil makanannya untuk segera menyuapi Hasta.

Hasta hanya tersenyum sedih tidak tahu lagi kapan hari terakhirnya bersama Hanin.

Dengan menatap wajah Hanin, Hasta menikmati suapan demi suapan Hanin yang mungkin bisa saja sebagai kenangan terakhirnya.

"Uhukk... uhukk... uhukk"

Tiba-tiba saja Hasta tersedak dan itu sudah membuat Hanin panik dan cemas.

"Minumlah Mas," ucap Hanin memberikan segelas air putih kemudian mengusap dada Hasta berulang-ulang agar batuknya mereda.

"Kamu jangan cemas Nin, aku sudah baik-baik saja," ucap Hasta tidak ingin Hanin menjadi cemas.

"Tok...tok...tok"

Tiba-tiba pintu kamar terketuk, Hanin segera meletakan makanan Hasta yang tidak habis.

"Dokter Husin, Rafka?" Panggil Hanin saat mengetahui Dokter Husin dan Rafka sudah di depan pintu.

"Hanin, maaf aku datang terlambat. Ada macet di jalan. Bagaimana keadaan Hasta? Aku dengar dari Dokter Rafka kalau Hasta sakit lagi?" Tanya Hasta seraya mendekati Hasta yang duduk bersandar sedang menatapnya.

"Kamu tenang saja Sin, aku sudah baik," sahut Hasta mewakili Hanin untuk menjawab pertanyaan Husin.

"Syukurlah kalau kamu sudah baik," ucap Husin sambil menekan pergelangan tangan Hasta untuk memastikan denyut nadinya stabil.

"Dokter Rafka, apa anda sudah mengenal Hasta. Dia sahabatku sejak kita masih remaja," ucap Dokter Husin secara tidak langsung mengenalkan Rafka pada Hasta.

"Mengenal Tuan Hasta mungkin sudah. Tapi belum berkenalan secara langsung. Aku tidak menyangka kalau Tuan Hasta sangat tampan dan terlihat masih muda. Padahal Tuan Hasta seumuran dengan anda kan Dokter Husin?" Jawab Rafka dengan tersenyum mendorong kursi rodanya mendekati Hasta kemudian mengulurkan tangannya pada Hasta yang sedang menatapnya.

"Aku senang berkenalan denganmu Dokter Rafka," ucap Hasta dengan tangannya yang terasa dingin saat pertama kalinya melihat wajah Rafka yang putih dan tampan, apalagi dengan keramahannya dan senyuman yang sangat menawan.

"Rafka sangat tampan sekali. Tentu saja ketampanan Rafka tidak bisa di bandingkan denganku pria tua yang sakit-sakitan," ucap Hasta dalam hati semakin merasakan kesedihan yang sangat dalam.

"Aku juga sangat senang bisa mengenalmu Tuan Hasta. Hanin sangat beruntung mendapat suami seperti anda yang sangat baik," ucap Rafka masih dengan senyumannya yang ramah.

"Bukan Hanin yang beruntung Dokter, tapi aku yang beruntung mendapatkan Hanin," ucap Hasta dengan menunjukkan fakta yang ada.

"Jangan panggil aku Dokter, Tuan Hasta. Panggil saja namaku seperti anda memanggil Dokter Husin," sahut Rafka berharap bisa berteman baik dengan Hasta.

"Baiklah kalau itu maumu Raf," ucap Hasta tidak terlalu mempermasalahkan keinginan Rafka.

"Hasta, apa kamu sudah di beritahu Hanin tentang dua alternatif penyembuhan kamu? Dan kita berdua kesini ingin tahu keputusan kamu agar kita bisa membuat langkah-langkah kedepannya," ucap Husin setelah duduk di samping Hasta sedangkan Rafka dan Hanin berada di sampingnya.

"Hanin sudah memberitahuku kemarin. Aku sudah membuat keputusan, aku akan mengambil dua alternatif tersebut. Aku mau operasi transplantasi setelah Hanin melahirkan. Sambil menunggu Hanin melahirkan kalian berdua bisa mulai dengan proses penyembuhan organku yang butuh penyembuhan. Bagaimana? Apa aku bisa melakukan dua alternatif itu?" Tanya Hasta dengan wajah serius.

"Bagaimana menurutmu Dokter Rafka?" Tanya Dokter Husin lebih yakin dengan analisa Rafka.

"Aku rasa bisa kita jalankan dua alternatif itu. Tapi tetap ada resiko. Karena pada intinya, operasi baru bisa di lakukan delapan bulan lagi. Dan menurutku itu sudah sangat lama dan sangat berbahaya. Karena dari diagnosa sebelumnya aku lihat paru-paru Tuan Hasta sudah sangat parah dan di situ di perkirakan hidup Tuan Hasta bisa bertahan antara enam bulan sampai satu tahun. Kalau Tuan Hasta tidak secepatnya operasi transplantasi benar-benar sangat fatal nantinya," ucap Rafka menjelaskan analisanya.

Untuk sesaat mereka semua terdiam setelah mendengar penjelasan Rafka.

"Jadi untuk kesembuhan Mas Hasta harus bagaimana Raf?" Sahut Hanin dengan tatapan cemas.

"Kalau memang Tuan Hasta ingin adanya proses penyembuhan organ yang lain lebih dulu. Paling tidak dua atau tiga bulan lagi seharusnya kita sudah bisa berani melakukan operasi transplantasi tersebut. Walaupun kemungkinannya kecil tapi tidak sebahaya saat tidak ada proses penyembuhan organ yang lain. Semoga saja dalam tiga bulan organ-organ yang perlu di perbaiki bisa sembuh dengan cepat," jelas Rafka dengan panjang lebar bagaimana dua keputusan Hasta tetap beresiko.

"Tapi aku tidak bisa melakukan operasi sebelum Hanin melahirkan Raf," sahut Hasta tidak akan merubah keputusannya.

"Tapi Mas, apa kamu tidak mendengar apa yang di katakan Rafka? Kalau menunggu aku melahirkan berarti harus menunggu delapan bulan? Lalu bagaimana keadaan paru-paru kamu selama delapan bulan ke depan?" Sahut Hanin dengan mata berkaca-kaca berharap Hasta mau di operasi sesuai perkiraan Rafka.

"Maafkan aku Hanin, aku tidak bisa menanggung resiko meninggal lebih dulu sebelum melihat kamu melahirkan. Aku akan bertahan sampai kamu melahirkan Nin. Setelah itu aku pasrah pada Tuhan, entah mengambil nyawaku atak menyembuhkan aku," ucap Hasta menatap Hanin dari tempatnya.

"Dokter bisa dengar sendiri sekarang kan? Hasta sangat keras kepala sekali. Bahkan Hanin saja tidak bisa membujuknya," ucap Dokter Husin menjelas keputusan Hasta yang sudah bulat.

Rafka menghela nafas panjang, kemudian mendekati Hasta dengan tenang.

"Begini saja, kita akan mengikuti keinginan anda. Yang terpenting sebelum waktu itu tiba kita tetap fokus pada kesembuhan organ-organ yang perlu di tangani lebih dulu. Semoga saja sampai pada waktu Hanin melahirkan tidak terjadi sesuatu padamu Tuan Hasta," ucap Rafka mendukung keinginan Hasta agar Hasta tidak merasa tertekan.

"Apa itu berarti kamu mendukung Mas Hasta Raf?" Tanya Hanin dengan tatapan tak percaya.