Pagi hari....
"Mas," panggil Hanin sambil menciumi pipi Hasta agar bangun dari tidurnya.
Merasakan sentuhan dan ciuman yang tak berhenti di pipinya Hasta membuka matanya perlahan. Hawa dingin mulai menyerang kulit tubuhnya.
"Dingin sekali Nin? Apa masih pagi?" Tanya Hasta menyelinapkan tubuhnya dalam pangkuan Hanin yang duduk di sampingnya.
Melihat Hasta masih kedinginan segera Hanin menarik selimutnya dan menutupi tubuh Hasta hingga sampai leher.
"Apa masih dingin Mas?" Tanya Hanin dengan tatapan penuh.
"Sudah mendingan Nin," sahut Hasta sambil menggenggam tangan Hanin yang hangat.
Hanin tersenyum melihat Hasta meringkuk di pangkuannya.
"Kamu sangat tampan Mas. Aku terkadang membayangkan ketampananmu di saat kamu muda dulu. Pasti banyak perempuan cantik yang mengejarmu," ucap Hanin sambil menyentuh hidung mancung Hasta.
"Apa kamu ingin tahu wajahku saat aku muda dulu Nin?" Ucap Hasta sedikit menengadahkan wajahnya agar bisa menatap wajah Hanin.
"Hum, kalau kamu tidak keberatan dan mau menunjukkannya padaku," ucap Hanin masih dengan tersenyum merasa penasaran dengan masa lalu Hasta yang sengaja tidak pernah ia tanyakan.
"Baiklah. Kalau kamu penasaran kamu bisa ambil album yang ada di rak paling bawah. Di sana ada kotak besar dan ada beberapa album lama. Kamu bisa melihatnya," ucap Hasta seraya bangun dari tidurnya agar Hanin bisa mengambil album lama miliknya.
Tanpa melewatkan waktu sedikitpun Hanin turun dari tempat tidur dan berjalan ke rak lemari besar dan membuka laci bawah yang tersimpan album lama Hasta
Setelah mendapatkan tiga album yang berukuran cukup besar, Hanin kembali ke tempat tidurnya dan duduk di samping Hasta.
"Aku boleh melihatnya kan Mas?" Tanya Hanin meminta izin sebelum membukanya.
"Bukalah Nin," sahut Hasta berusaha untuk tenang siap-siap menunggu komentar Hanin tentang foto-fotonya.
Dengan cepat Hanin langsung membuka album pertama. Di halaman depan ada foto Hasta waktu masih kecil yang terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
"Ini kamu Mas?" Tanya Hanin dengan tatapan gemas.
"Hem, sangat sehat dan gemuk kan?" Ucap Hasta merasa bahagia di masa kecilnya dulu.
"Ya Mas, kamu sangat menggemaskan," sahut Hanin kemudian melanjutkan membalik album untuk melihat foto lainnya.
"Yang ini kamu usia berapa Mas?" Tanya Hanin sambil menunjuk foto Hasta yang masih terlihat sangat remaja dan sudah terlihat ketampanannya.
"Usia lima belas tahun. Aku sudah mulai kurus dan tidak terlihat gemuk," jawab Hasta menjelaskan usia dan bentuk tubuhnya yang mulai berubah.
"Kurus tapi berisi Mas. Sangat tampan dan imut," ucap Hanin dengan tersenyum.
Wajah Hasta sedikit memerah mendapat pujian Hanin yang tak berhenti.
"Kalau yang ini sudah terlihat dewasa Mas. Apa kamu sudah punya pacar di usia ini Mas?" Tanya Hanin merasa penasaran dan tertarik melihat ketampanan Hasta yang benar-benar sempurna.
Hasta menggelengkan kepalanya.
"Saat itu aku lebih fokus dengan pekerjaan Nin," ucap Hasta dengan jujur.
"Aku tidak percaya kalau kamu tidak punya pacar Mas? Lihatlah Mas, Kamu sangat tampan sekali. Bahkan aku tertarik melihat fotomu ini Mas?" Ucap Hanin dengan tatapan tak berkedip mengusap foto wajah Hasta.
"Jangan lakukan itu Nin. Kenapa kamu tidak mengusap wajah aslinya saja," ucap Hasta menghentikan tangan Hanin yang sedang mengusap wajahnya yang ada di foto.
Hanin tertawa melihat kecemburuan di wajah Hasta.
"Mas, aku mengusap foto wajah kamu. Ini kamu loh Mas yang aku usap," ucap Hanin menahan tawanya.
"Tidak Hanin. Itu foto aku dulu. Sekarang hanya ada aku yang ada di hadapan kamu. Kamu hanya boleh menyentuhku, tidak yang lain," ucap Hasta meletakkan tangan Hanin di wajahnya.
Hanin melepaskan tawanya, sungguh ia tidak tahan dengan sikap Hasta yang seperti anak kecil.
"Ya Mas, iya...aku hanya menyentuhmu saja tidak menyentuh yang lain," ucap Hanin dengan tatapan gemas.
"Sebaiknya jangan di lihat lagi Nin. Aku tidak mau kamu kamu jatuh cinta padaku yang dulu. Aku hanya ingin kamu mencintaiku yang sekarang," ucap Hasta berniat menutup album lamanya tapi Hanin menariknya.
"Tidak Mas, aku masih ingin melihat yang lainnya," ucap Hanin sambil memeluk album Hasta.
Hasta menatap Hanin, entah kenapa di saat Hanin menyukai foto-foto masa mudanya. Membuatnya teringat pada Rafka yang masih muda dan dewasa yang membuat Hanin mengagumi Rafka.
"Hanin, tidak bisakah kamu memuji dan menyukai aku yang saat ini?" Tanya Hasta dengan tatapan terluka.
Hanin sedikit terhenyak mendengar ucapan Hasta yang terlihat terluka.
"Ya Tuhan Mas, aku memuji dan menyukai kamu foto kamu karena itu kamu Mas. Kalau yang aku lihat orang lain tentu aku tidak akan tertarik," ucap Hanin dengan perasaan gemas memeluk Hasta dengan perasaan sayang.
Dalam pelukan Hanin, Hasta melepaskan rasa sedihnya. Sungguh hatinya selalu sedih saat mengingat kehadiran Rafka yang telah mengalihkan perhatian Hanin.
"Aku tidak pernah tertarik lagi pada siapapun sejak aku tertarik padamu Mas. Sejak aku mencintaimu dan menikah denganmu," ucap Hanin dengan tatapan sungguh-sungguh.
Hasta menelan salivanya sedikit merasa malu karena rasa ketakutannya.
"Kamu pasti sangat kecewa padaku karena sikapku yang seperti ini kan Nin?" Ucap Hasta dengan tatapan dalam.
"Tidak Mas, sedikitpun aku tidak pernah merasa kecewa padamu. Kamu sangat sempurna bagiku Mas. Aku bahagia dapat memiliki kamu," ucap Hanin dengan jujur apa yang ia rasakan pada Hasta.
"Aku juga bahagia bisa hidup bersamamu. Aku sangat mencintaimu Nin," ucap Hasta benar-benar sangat berat melepas cintanya.
"Tok...tok...tok"
Tiba-tiba terdengar suara pintu terketuk bersamaan suara Rahmat yang membuyarkan pelukan Hasta dan Hanin.
"Den Hasta, ada Den Jonathan di depan," ucap Rahmat di balik pintu.
"Ya Paman Rahmat, sebentar lagi Mas Hasta ke sana," sahut Hanin mewakili Hasta yang masih tetap memeluknya.
"Ya Non," sahut Rahmat segere meninggalkan kamar Hasta.
"Mas, cepatlah mandi. Kasihan kalau Jonathan menunggu lama," ucap Hanin seraya melepas pelukan Hasta.
Dengan terpaksa Hasta melepas pelukannya kemudian turun dari tempat tidur namun kemudian menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Hanin yang sudah sibuk di meja kerja.
"Apa kamu membuat surat lamaran kerja Nin?" Tanya Hasta dengan wajah serius.
"Ya Mas, aku harus membuatnya. Karena aku tidak ingin kamu di jaga perawat lain," ucap Hanin sudah fokus menulis.
"Apa kamu sendiri yang akan mengantar ke sana?" Tanya Hasta lagi dengan wajah sedih.
"Tidak Mas, biar Jonathan yang mengantar surat lamaran ini ke Rafka," jawab Hanin dengan tenang dan tetap fokus pada tulisannya.
Mendengar jawaban Hanin yang tidak jadi pergi ke tempat Rafka, hati Hasta sangat merasa lega dan semangatnya muncul kembali.
"Aku mandi dulu Nin, aku tidak ingin Jonathan menunggu lama," ucap Hasta dengan cepat masuk ke kamar mandi.
Hanin tersenyum melihat tingkah laku Hasta yang terlihat sangat bahagia.
"Ternyata apa yang di pikirkan Rafka benar. Terimakasih sudah mengingatkan aku Raf," ucap Hanin dalam hati karena nasihat Rafka hati Hasta tidak terluka.