"Maaf ya Nin, aku tadi masih bicara dengan Jonathan. Sepertinya aku tidak bisa menemani kamu Nin, ada beberapa pekerjaan yang belum selesai," ucap Hasta sambil tersenyum pada Jonathan karena Hasta akan memberi kejutan pada Hanin dengan datang ke kampusnya setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Untuk sesaat Hanin terdiam, kemudian berpikir kalau Hasta benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. Padahal Hasta sudah berjanji bekerja di kantor hanya setengah hari saja.
"Baiklah Mas, tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa menemaniku. Aku akan meminta antar Paman Rahmat saja," ucap Hanin tidak ingin menekan Hasta lagi sejak ia tahu hal itu sangat berpengaruh pada kesehatan Hasta.
"Baik Nin, hati-hati di jalan nanti ya. Aku mencintaimu sayang," ucap Hasta dengan tersenyum dalam hati.
"Aku juga mencintaimu Mas. Jangan terlalu capek bekerjanya," ucap Hanin kemudian menutup panggilannya.
"Aku tidak tahu lagi, aku harus marah atau hanya diam saja dengan sikap Mas Hasta yang sudah melupakan janjinya," omel Hanin dalam hati seraya pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke kampus.
Tidak membutuhkan waktu lama, Hanin sudah berdiri di depan kaca dengan penampilan yang sangat sederhana namun terlihat cantik dan anggun.
Setelah merasa semuanya sudah sempurna dan ponselnya juga sudah ia masukkan ke dalam tasnya, Hanin pergi keluar kamar mencari Rahmat untuk bisa mengantarnya ke kampus.
"Paman Rahmat," panggil Hanin saat melihat Rahmat sedang membersihkan mobil.
"Ya Non, ada apa ?" Tanya Rahmat segera meletakkan lap yang di pegangnya.
"Paman, bisa antarkan aku sekarang ke kampus?" Tanya Hanin setelah berdiri di hadapan Rahmat.
"Baik Non, sebaiknya Non Hanin masuk dulu. Saya akan membereskan ini dulu," jawab Rahmat sambil membereskan perlengkapannya.
Setelah beres dengan semua perlengkapan mencucinya, Rahmat segera masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya dengan pelan.
Sampai di kampus, Rahmat menghentikan mobilnya dan keluar mobil untuk membuka pintu mobil Hanin.
"Silahkan Non, kira-kira Non Hanin pulang jam berapa?" Tanya Rahmat memastikan jam berapa ia harus menjemput Hanin.
"Em...nanti aku hubungi lagi saja Paman. Karena aku tidak tahu acaranya selesai jam berapa," sahut Hanin sambil keluar dari mobil.
"Aku pergi dulu Paman," ucap Hanin dengan tersenyum kemudian berjalan ke kampus di mana ruangan aula berada.
Sampai di ruangan aula ternyata sudah cukup ramai. Banyak teman-teman yang menyapanya.
"Haniinnn!" Panggil Rita yang berlari ke arah Hanin dan memeluknya sangat erat.
Hanin cukup terkejut namun tak urung juga membalas pelukan Rita sahabatnya.
"Rita? Tidak melihatmu beberapa hari saja kamu sudah terlihat sangat cantik. Apa kamu sedang jatuh cinta?" ucap Hanin dengan tatapan penuh.
"Ahh..kamu tahu saja Nin. Tapi memang betul. Aku sedang jatuh cinta, dan kamu tahu pada siapa aku jatuh cinta?" Tanya Rita balik dengan wajah memerah.
Hanin menggelengkan kepalanya.
"Aditya," bisik Rita dengan tersenyum malu-malu.
"Apa Rit?!! Aditya?! Jadi kamu sudah jadian dengan Aditya? Cepat sekali," ucap Hanin dengan tatapan tak percaya. Karena Aditya tidak membahas Rita saat menghubunginya.
"Sstttt!! Aku jatuh cinta bukan berarti jadian dengan Aditya, Nin. Aku mulai pendekatan saja. Karena aku satu rumah sakit dengan Aditya," ucap Rita menjelaskan yang sebenarnya.
"Oh begitu, semoga saja kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan ya Rit. Aku bahagia kalau kamu bahagia," ucap Hanin dengan tulus.
"Terimakasih Nin, kamu sahabatku yang baik," ucap Rita masih dengan wajah bahagianya.
"Hanin," panggil Aditya yang berjalan ke arahnya.
"Ternyata Aditya panjang umur Nin, baru saja kita membicarakannya sudah datang," ucap Rita sambil menyenggol Hanin.
Hanin hanya tersenyum dengan tingkah Rita yang jadi salah tingkah dengan kedatangan Aditya.
"Akhirnya kamu datang juga Nin? Kamu datang sendiri Nin?" Tanya Aditya sambil menyalami Hanin dan mencari keberadaan Hasta.
"Mas Hasta tidak bisa datang karena ada pekerjaan," jawab Hanin dengan singkat tidak ingin menambah percakapan dengan Aditya yang bisa membuat Rita cemburu.
"Adit, bagaimana dengan dosen yang sudah kita undang? Apa mereka sudah datang semua?" Tanya Rita yang ikut menjadi bagian panitia acara syukuran.
"Mereka sudah datang semua. Tinggal Dokter Rafka, aku tidak tahu bisa datang apa tidak karena ia sakit," jawab Aditya membuat Hanin cukup terkejut.
"Jadi kalian mengundang dosen-dosen juga?" Tanya Hanin cukup terkejut saat Aditya menyebut Rafka.
"Ya Nin, kita mengundang beberapa dosen dan rektor yang sudah membantu kita semua untuk mendapatkan pekerjaan," jawab Aditya memberikan penjelasan alasannya mengundang mereka.
"Jadi Dokter Rafka tidak bisa datang Dit? Sayang sekali, padahal aku sudah menyiapkan kado kenangan untuk Dokter Rafka," ucap Rita dengan wajah sedih.
"Sudah aku bilang aku tidak tahu pasti Rit, kita tunggu saja sampai jam sebelas," sahut Aditya sambil melihat ke jam tangannya.
"Adit!!! Dokter Rafka sudah datang! Lihat ke sana!" Teriak Rita saat melihat ke arah pintu aula tampak Rafka sedang duduk di kursi rodanya dengan wajah terlihat pucat.
Mendengar teriakan Rita, seketika itu juga Hanin melihat ke arah pintu aula dan benar ada Rafka di sana.
"Sebentar ya Nin, aku temui Dokter Rafka dulu. Sepertinya Dokter Rafka benar-benar sakit tapi tetap datang memenuhi undangan kita," ucap Aditya pada Hanin kemudian bergegas pergi menemui Rafka.
Kening Hanin berkerut menatap ke arah Aditya yang sedang menemui Rafka. Terlihat jelas Hanin melihat wajah Rafka yang putih pucat.
"Nin, aku tidak menyangka kalau Dokter Rafka sebaik itu orangnya. Apa kamu tahu bagaimana usaha kerasnya membantu kita mencari pekerjaan? Semua teman-teman sampai terharu dan semakin jatuh cinta pada Dokter Rafka. Sayangnya Dokter Rafka sangat tertutup orangnya," ucap Rita menceritakan apa yang terjadi.
Hanin hanya bisa terdiam dan tidak dapat berkomentar banyak karena ia sudah menikah dan tidak pantas terlibat dalam urusan teman-temannya yang masih belum menikah.
"Hanin, lihatlah. Sepertinya Aditya mengajak Dokter Rafka kemari," ucap Rita sambil menggenggam tangan Hanin.
"Dokter Rafka, selamat datang. Maafkan kita semua telah merepotkan Dokter untuk bisa datang di acara kami," ucap Rita dengan tatapan penuh kekaguman.
"Tidak apa-apa, sama sekali tidak merepotkan. Aku senang kalian mengundangku. Tapi aku tidak bisa lama-lama," ucap Rafka dengan tersenyum walau wajahnya terlihat pucat.
"Ya Dokter, tidak apa-apa. Silahkan Dokter ke meja undangan," ucap Rita mempersilahkan Rafka untuk ke tempat duduk para dosen berada.
Rafka menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Nanti aku kesana," sahut Rafka kemudian menatap ke arah Hanin yang berdiri diam di tempatnya.
"Hanin, suami kamu tidak datang?" Tanya Rafka dengan tenang.
"Dit, bantu aku menyiapkan sesuatu di sana," ucap Rita sambil menarik tangan Aditya.
"Hanin, kamu tidak menjawabku?" Tanya Rafka saat Hanin tidak menjawab pertanyaannya.