"Aku tidak akan menandatanganinya. Pak Anang bisa bilang pada Mas Hasta kalau aku tidak akan pernah mau bercerai," ucap Hanin dengan tatapan penuh.
"Semua keputusan memang ada padamu Hanin. Surat akta perceraian Tuan Hasta tidak akan keluar sebelum surat perceraian kalian tanda tangani dan menyerahkannya kembali ke pengadilan agama," ucap Anang lagi memperjelas tentang status surat perceraian Hasta dan Hanin.
"Pak Anang, sungguh, saya minta tolong pada anda. Seandainya Mas Hasta nanti menghubungi anda atau apapun itu. Tolong tanyakan di mana Mas tinggal. Saat ini sakit Mas Hasta sangat parah Pak Anang. Apa anda tega melihat Mas Hasta menderita?" Ucap Hanin dengan tatapan memohon dan sedih.
"Ya Hanin, aku sangat mengerti hal itu. Tapi kamu mengerti sendiri Tuan Hasta sangat keras kepala. Aku sudah bertanya dia akan tinggal di mana, tapi tetap saja tidak memberitahuku," ucap Anang merasa bersalah tidak dapat membantu Hanin.
"Saya mengerti Pak Anang, tapi aku yakin Mas Hasta atau Paman Rahmat pasti akan menghubungi anda. Kalau Paman Rahmat yang menghubungi tolong bujuklah Pak, karena Paman Rahmat tidak akan bisa melihat Mas Hasta menderita," ucap Hanin berharap Anang dan Rahmat nanti bisa membantunya.
Anang menganggukkan kepalanya mengerti dengan apa yang Hanin inginkan.
"Terimakasih Pak Anang," ucap Hanin berusaha untuk tetap kuat demi bayi kembar yang ia kandung juga demi Hasta.
"Baiklah Hanin, karena aku sudah menyampaikan amanat Tuan Hasta, aku permisi dulu. Kalau surat perceraian sudah selesai akan aku antar ke sini," ucap Anang bangun dari duduknya dan berpamitan pada Hanin, Rafka dan Jonathan.
Setelah Anang keluar, Hanin terduduk lemas termangu di tempatnya sambil menatap surat Hasta yang ada di tangannya.
"Apa sebenarnya yang kamu pikirkan Mas? Kenapa kamu tidak bertanya lebih dulu padaku. Apa yang kamu pikir tentang aku dan Rafka tidak seperti yang kamu pikirkan Mas," ucap Hanin dalam hati masih dengan pandangan kosong menatap surat Hasta.
"Hanin, sebaiknya kamu istirahat di kamar. Aku akan mencari Tuan Hasta, siapa tahu masih di sekitar desa," ucap Jonathan berusaha menenangkan hati Hanin.
"Terimakasih Jo," ucap Hanin setelah sadar kalau kasih ada Jonathan dan Rafka.
"Rafka, apa kamu masih tetap di sini atau pulang?" Tanya Jonathan berdiri di samping Rafka.
"Hanin, kalau aku pulang, kamu akan baik-baik saja kan?" Tanya Rafka sebenarnya tidak tega meninggalkan Hanin sendiri.
"Aku tidak apa-apa Raf. Sebaiknya kamu pulang dan istirahat. Kamu juga sakit, butuh istirahat yang banyak," ucap Hanin dengan tatapan bersalah karena Rafka jadi terlibat atas masalahnya dengan Hasta.
"Baiklah Nin, jaga dirimu baik-baik terutama bayi kembar kamu. Aku pulang sekarang," ucap Rafka dengan tatapan penuh kemudian memutar kursi rodanya mengikuti Jonathan yang berjalan di depannya.
Sampai di halaman rumah, Jonathan menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Rafka.
"Rafka, ada yang ingin aku tanyakan padamu tentang apa yang di katakan Tuan Hasta di dalam suratnya. Apakah benar yang di lihat Tuan Hasta itu? Dan bagaimana ceritanya kamu ada di kampus? Apa Hanin yang mengundang kamu?" Tanya Jonathan ingin memperjelas apa yang sedang terjadi.
Rafka mengambil nafas dalam, menatap Jonathan dengan wajah serius.
"Saat itu memang aku bersama Hanin di taman depan kampus. Aku dan Hanin menyelesaikan masalah kita yang belum selesai. Dan aku tidak tahu kalau Tuan Hasta ada di sana juga. Aku tidak memungkiri pada saat itu aku mengakui perasaanku pada Hanin kalau aku masih mencintainya dan aku ingin tahu perasaan Hanin terhadapku yang sebenarnya lepas dari pernikahannya dengan Tuan Hasta. Dan mungkin Tuan Hasta belum mendengar jawaban Hanin, sudah meninggalkan tempat itu. Akhirnya Tuan Hasta mengambil kesimpulan seperti itu. Padahal, kesimpulan Tuan Hasta salah besar," ucap Rafka dengan wajah sedih dan perasaan bersalah.
"Hanin menjawab apa setelah kamu bertanya padanya?" Tanya Jonathan dengan hati yang berdebar-debar.
"Hanin mengatakan kalau masih sangat padaku dari dulu hingga sekarang. Tapi lepas dari itu, pada kenyataannya Hanin sangat mencintai Tuan Hasta dan tidak bisa menyakiti apalagi meninggalkannya. Posisiku dan posisi Tuan Hasta di hati Hanin bukan di tempat yang sama Jo, tapi di tempat yang berbeda. Dan aku sudah bahagia dan ikhlas atas semua itu," ucap Rafka dengan jujur tidak menyembunyikan apapun pada Jonathan.
Jonathan terdiam sangat percaya dengan apa yang di ceritakan Rafka.
"Dan soal kenapa aku ada di kampus, bukan Hanin yang mengundangku. Tapi teman-teman Hanin mengundangku karena aku rektor mereka. Hanin bahkan tidak tahu kalau aku di undang," lanjut Rafka menjelaskan duduk masalahnya.
"Apa itu berarti Tuan Hasta telah salah paham pada kalian berdua?" Tanya Jonathan dengan tatapan tak percaya.
Rafka menganggukkan kepalanya.
"Karena kesalahpahaman itu lah aku jadi merasa bersalah. Karena hal itu Tuan Hasta meninggalkan Hanin. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," ucap Rafka sambil mengusap wajahnya.
"Kamu benar Raf. Kita harus menemukan keberadaan Tuan Hasta. Aku juga merasa bersalah pada Tuan Hasta dan Hanin karena aku tidak bisa menjaga hubungan mereka," ucap Jonathan dengan wajah sedih.
"Apa kamu jadi berkeliling desa untuk mencari Tuan Hasta, Jo? Untuk hari ini aku minta maaf karena tidak bisa menemanimu. Saat ini aku kurang sehat. Tapi aku akan mencari informasi semua rumah sakit yang mungkin Tuan Hasta ke sana," ucap Rafka dengan wajah serius.
Jonathan menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang akan di lakukan Rafka untuk membantu Hanin.
"Kalau begitu kamu cepat pulang dan istirahat. Aku harus pergi sekarang," ucap Jonathan sambil menepuk bahu Rafka kemudian masuk ke dalam mobilnya.
Karena takut keburu malam, Jonathan menjalankan mobilnya sedikit cepat dan mencari beberapa orang yang berhubungan baik dengan Hasta.
"Sebaiknya aku menemui Pak Lurah, siapa tahu Pak Lurah mengetahui beberapa rumah milik Tuan Hasta," gumam Jonathan langsung memutar mobilnya kembali ke arah rumah Hasta karena rumah Pak Lurah tidak jauh dari rumah Hasta.
Setelah memasuki halaman rumah Pak Lurah, Jonathan mematikan mobilnya dan keluar terburu-buru.
"Selamat sore Pak Lurah," sapa Jonathan saat melihat Pak Lurah yang kebetulan sedang mengobrol dengan Aditya yang belum kembali ke kota.
"Jonathan?? Tumben kamu ke sini?" Tanya Pak Lurah dengan tersenyum.
"Ya Pak Lurah, ada yang penting saya tanyakan pada Pak Lurah. Apa Pak Lurah ada waktu?" Tanya Jonathan sambil melihat ke arah Aditya yang sedang melihatnya.
"Tentu saja bisa Jo, kamu mau tanya apa? Tanya saja," ucap Pak Lurah sambil memberi isyarat pada Aditya untuk masuk ke dalam rumah.
Tanpa berkata apa-apa, Aditya masuk ke dalam rumah setelah tersenyum pada Jonathan.