Tanpa berkata apa-apa, Aditya masuk ke dalam rumah setelah tersenyum pada Jonathan.
"Pak Lurah, sebelumnya saya minta maaf kalau mungkin merepotkan Pak Lurah. Saya ke sini mau tanya tentang Tuan Hasta, Pak," ucap Jonathan dengan wajah serius.
"Tanya tentang Hasta? Bukankah kamu sendiri sangat dekat dengan Hasta," ucap Pak Lurah dengan tatapan penuh.
"Ya Pak Lurah, tapi saya tidak tahu latar belakang Tuan Hasta. Sebenarnya, hari ini Tuan Hasta dan Paman Rahmat pergi meninggalkan rumah. Dan kita tidak tahu ke mana mereka pergi," ucap Jonathan menceritakan sebagian apa yang terjadi.
Untuk sesaat Pak Lurah Mas'ud terdiam, kemudian menatap Jonathan yang sedang menatapnya.
"Terus terang aku terkejut mendengar kabar ini. Aku tidak percaya kalau Hasta berpikir sempit seperti itu. Padahal yang aku tahu Hanin sangat mencintainya tanpa ada pamrih," ucap Lurah Mas'ud seraya mengusap wajahnya.
"Sekarang kita harus bagaimana Pak Lurah? Saya berusaha untuk mencari keberadaan Tuan Hasta. Barangkali Pak Lurah mengetahui tempat tinggal Tuan Hasta selain rumah yang di sini," ucap Jonathan berharap banyak pada Lurah Mas'ud.
"Rumah Hasta banyak sekali, Jo. Hampir di setiap tetangga desa kita Hasta punya rumah. Di masa mudanya Hasta senang berinvestasi. Tapi rumah orang tua Hasta ada di Desa Ngurai di Desa paling selatan. Hasta lahir di Desa itu," ucap Lurah Mas'ud sambil mengingat rumah-rumah yang pernah di beli Hasta.
"Apa Pak Lurah tahu alamat pastinya?" Tanya Jonathan menjadi bersemangat dengan informasi yang ia dapat.
"Bagaimana ya, aku tidak tahu pasti alamatnya. Tapi sedikit ingat bentuk rumahnya. Aku pernah ke sana sekali, saat Hasta menikah dengan istri pertamanya," ucap Lurah Mas'ud berusaha mengingat bentuk rumah orangtua Hasta.
"Bisa jelaskan semua rumah-rumah milik Tuan Hasta dengan lebih detail Pak Lurah?" Tanya Jonathan seraya mengambil bulpen dari sakunya dan mengeluarkan kertas dari tas kerjanya.
"Hem...coba kamu catat nama-nama desanya. Tapi aku tidak tahu alamatnya," ucap Lurah Mas'ud yang sering di ajak Hasta sebagai saksi di setiap ada pembelian rumah.
Jonathan menganggukkan kepalanya dengan cepat. Segera mencatat nama-nama Desa yang di sebut Pak Lurah.
"Cukup banyak juga ya Pak?" Ucap Jonathan setelah selesai mencatat semua nama Desa yang di sebut Lurah Mas'ud.
"Ya begitulah, karena Hasta memang pekerja keras," ucap Lurah Mas'ud dengan tersenyum bangga sebagai teman Hasta yang bisa menyaksikan kesuksesannya.
"Baiklah Pak Lurah, terimakasih banyak karena sudah membantu saya. Sekiranya ada kabar dari Tuan Hasta, informasi saya ya Pak," ucap Jonathan seraya menyalami Lurah Mas'ud.
"Kamu tenang saja, aku pasti akan memberitahu kamu kalau ada kabar dari Hasta. Semoga Hasta cepat kembali," ucap Lurah Mas'ud berharap Hasta tidak kenapa-kenapa.
Dengan semangat yang kembali menyala, Jonathan menjalankan mobilnya ke arah rumahnya untuk beristirahat dan mempelajari informasi yang baru ia dapat.
****
Di Desa Ngurai....
Hasta berbaring dengan perasaan gelisah. Hatinya benar-benar sangat merindukan Hanin.
"Malam ini, aku tidur tanpa kamu Nin. Apa yang kamu pikirkan sekarang? Apa kamu sudah membaca surat yang ku titipkan pada Anang? Apa kamu sedih Nin? Atau kamu belum membacanya?" Tanya Hasta dengan seribu pertanyaan yang ada di pikirannya.
Hatinya benar-benar lelah, merasa putus asa dan mengakhiri semuanya.
Sudah beberapa kali Hasta berusaha memejamkan matanya, namun bayangan Hanin semakin menguasai hati dan pikirannya.
Malam semakin larut, suasana kamar Hasta sangat sepi. Yang terdengar hanya suara helaan nafasnya yang terasa semakin berat.
"Hanin, apa kamu merindukanku sekarang? Atau kamu sudah melupakan aku? Kenapa rinduku saat ini begitu sakit?" Ucap Hasta sambil mencengkram dadanya yang semakin sesak.
"Tok....Tok....Tok"
"Den Hasta," panggil Rahmat dari luar kamar kemudian membuka pintu dengan pelan.
"Ada apa Mat? Apa kamu sudah mendengar kabar tentang Hanin?" Tanya Hasta dengan tatapan sedih.
Rahmat menganggukkan kepalanya.
"Saya mendapat informasi dari Mamang, kalau Non Hanin tidak keluar rumah sejak dari kampus. Seharian Den Jonathan dan Dokter Rafka menemani Non Hanin. Saat sore mereka baru pulang," ucap Rahmat yang mendapat kabar dari Mamang keponakannya yang rumahnya di samping Lurah Mas'ud.
Setelah mendengar kabar dari Rahmat, Hasta bisa mengambil kesimpulan kalau di rumahnya dalan keadaan baik-baik saja. Dan Hanin tidak sedang mencemaskannya karena Hanin berada di dalam rumah.
"Ya sudah Rahmat, sebaiknya kamu istirahat. Aku mau tidur," ucap Hasta benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam. Hanin sama sekali tidak merasa kehilangan dirinya.
"Ya Den Hasta. Tapi... kenapa makanan Den Hasta masih utuh. Tadi siang Den Hasta belum makan. Dan sekarang juga masih utuh. Makanlah Den," ucap Rahmat dengan tatapan memohon agar Hasta sedikit mengisi perutnya yang belum terisi dari sejak siang.
"Aku tidak lapar Rahmat. Bawa saja makanannya," ucap Hasta benar-benar tidak ada semangat untuk mempertahankan hidupnya, karena tidak ada suatu alasan yang membuatnya bersemangat.
Rahmat mengambil nafas dalam, sangat mengerti dengan sikap keras kepala Hasta.
Dengan perasaan sedih, Rahmat terpaksa mengambil makanan Hasta yang masih belum tersentuh sama sekali, kemudian keluar meninggalkan kamar.
Hasta menatap kepergian Rahmat yang menghilang di balik pintu.
"Maafkan aku Rahmat, aku tahu kamu pasti sedih dengan sikapku ini. Tapi ini yang aku mau. Aku sudah sangat lelah dengan penyakitku ini. Biarkan saja waktu mengambil nyawaku, agar aku tidak lagi merasakan kesedihan yang menyakitkan ini," ucap Hasta dengan nafas tertahan mengambil obat anti nyerinya dua kapsul sekaligus.
"Aku berharap waktu cepat berlalu, dan aku meninggalkan semua kenangan yang indah saat bersama Hanin," ucap Hasta dengan memejamkan matanya menelan obatnya dengan segelas air putih.
Setelah menelan obat anti nyerinya yang tidak sesuai dengan anjuran Husin, Hasta mulai merasakan tubuhnya sangat ringan. Tidak ada kekuatan apapun yang ia rasakan, bahkan untuk mengingat kenangan tentang Hanin pun pikirannya sudah tak mampu.
Tatapan Hasta terlihat mulai kosong dengan mulut setengah terbuka. Dadanya naik turun tak beraturan.
Rahmat yang berniat istirahat cepat, entah kenapa hatinya merasa tidak tenang meninggalkan Hasta sendiri.
Dengan perasaan cemas, Rahmat keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Hasta untuk memastikan keadaannya.
"Den Hasta? Apa anda sudah tidur?" Tanya Rahmat sambil membuka pintu kamar Hasta.
Jantung Rahmat hampir saja berhenti saat melihat keadaan Hasta yang terlihat lemas dengan tarikan nafas yang berat.
"Ya Tuhan!! Den Hasta!! Apa yang terjadi pada anda Den?!" Teriak Rahmat dengan panik menggenggam tangan Hasta yang terasa dingin.
Melihat keadaan Hasta yang mirip dengan orang yang akan meninggal, tanpa berpikir panjang lagi Rahmat mengangkat tubuh Hasta dan membawanya ke dalam mobil.
"Ya Tuhan, apa yang terjadi pada anda Den Hasta?" Ucap Rahmat dengan panik menjalankan mobilnya pergi ke rumah sakit.