Hanin tersenyum di tempatnya menatap Hasta dengan wajah memerah.
Setelah ia melakukan apa yang ia inginkan, ternyata hasratnya semakin bergelora hingga ia membujuk Hasta untuk mengizinkannya melakukan hal yang lebih. Tapi Hasta menolaknya dengan halus karena takut dengan keadaan dirinya yang tidak bisa di prediksi, karena bisa saja terjadi sesuatu dan berakibat fatal.
"Kenapa kamu tersenyum seperti itu Nin?" Tanya Hasta dengan tatapan heran melihat Hanin tersenyum dengan wajah merah.
"Kamu telah menolakku Mas, aku jadi malu dan ingin marah," ucap Hanin dengan jujur.
"Aku tidak pernah menolak kamu Hanin, aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu padaku yang nantinya bisa membuat kamu cemas," jelas Hasta tentang alasan penolakannya.
"Ya Mas aku mengerti. Tapi penolakanmu ini aku anggap sebuah janji padaku. Kamu harus membayarnya dua kali setelah selesai operasi," ucap Hanin dengan bibir cemberut.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan tersenyum merasa gemas melihat kecantikan Hanin yang lebih menggoda sejak Hanin hamil.
"Seperti keinginanmu saja Nin. Setelah operasi selesai aku akan membayar janji itu. Aku berhutang padamu dan kamu boleh menagih janji itu kapan pun kamu mau," ucap Hasta lagi agar hati Hanin senang.
"Baiklah suamiku, aku akan mencatatnya," sahut Hanin sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Hasta berniat menciumnya namun gerakannya terhenti saat mendengar suara kursi roda yang berjalan.
Hanin segera menjauhkan wajahnya dari Hasta. Dan benar saja, Hanin melihat Rafka yang baru saja masuk dengan tersenyum.
"Selamat malam Hanin, Tuan Hasta?" Sapa Rafka sambil mendorong kursi rodanya mendekat ke tempat Hasta.
Melihat Rafka datang, ada keinginan Hasta untuk bicara empat mata dengan Rafka.
"Hanin, bisakah kamu membelikan kopi untuk Rafka," ucap Hasta dengan tatapan penuh.
Hanin menganggukkan kepalanya tidak menolak perintah Hasta. Karena Hanin tahu, kemungkinan Hasta ingin menyelesaikan masalahnya dengan Rafka tentang masalah yang di kampus.
"Aku pergi dulu Mas," ucap Hanin segera pergi keluar dan membiarkan Hasta berdua dengan Rafka.
"Raf, bisakah kamu mendekat. Aku rasa kita harus bicara. Karena aku merasa di antara kita ada masalah yang harus kita selesaikan selagi aku masih hidup," ucap Hasta dengan wajah serius.
"Tentu Tuan Hasta, aku juga ingin masalah kita selesai sebelum anda melakukan operasi," ucap Rafka dengan tenang mendorong kursi rodanya di samping Hasta.
"Hanin sudah menceritakan semuanya padaku tentang apa yang terjadi di kampus. Apa benar Hanin mengatakan hanya aku yang di cintainya?" Tanya Hasta dengan wajah serius.
Rafka menganggukkan kepalanya.
"Apa yang di katakan Hanin benar. Hanin sangat mencintai anda. Alasan kenapa cintanya padaku beralih pada anda karena anda selalu ada di sampingnya dan anda sangat membutuhkan Hanin. Kalian berdua saling membutuhkan. Sedangkan aku, aku hanya memikirkan kebahagiaan Hanin tapi tidak ada di sampingnya dan aku masih bisa bertahan walaupun jauh dari Hanin. Sedangkan anda dan Hanin tidak bisa hidup kalau berjauhan. Intinya, seperti itu Tuan Hasta," ucap Rafka memberitahu tentang alasan Hanin menyadari perasaan cintanya.
"Apa kamu benar-benar masih mencintai Hanin? Seperti yang aku dengar waktu itu?" Tanya Hasta lagi ingin mendengar langsung dari mulut Rafka.
"Aku memang masih mencintai Hanin sampai saat ini. Tapi aku sudah bahagia bisa berteman dan bersaudara dengan Hanin. Kenapa anda menanyakan hal itu? Apa anda takut aku akan merebut Hanin dari anda?" Tanya Rafka balik menatap Hasta dengan wajah serius.
Hasta menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Aku percaya padamu, kamu tidak akan melakukan hal itu. Aku tahu kamu sangat tulus mencintai Hanin, karena itu Hanin sangat menghormati kamu," ucap Hasta dengan jujur apa yang ia rasakan.
"Syukurlah kalau anda percaya padaku. Kalau anda percaya padaku, apa anda bersedia kalau aku yang menangani operasi nanti?" Tanya Rafka dengan tatapan tak berkedip.
"Aku mau Raf, aku percayakan hidupku padamu. Tapi seandainya Tuhan memberiku takdir sampai di sini. Apa kamu mau berjanji padaku satu hal Raf?" Ucap Hasta dengan suara parau.
Kening Rafka berkerut mendengar ucapan Hasta.
"Janji tentang apa?" Tanya Rafka tidak mengerti maksud ucapan Hasta.
"Kalau aku tidak tertolong, bisakah kamu berjanji padaku untuk menjaga dan merawat Hanin dan bayi kembarku. Hanin membutuhkan pendamping seperti kamu dan bayi kembarku juga membutuhkan seorang Ayah. Aku ingin kamu bisa menikahi Hanin dan menjaganya dengan baik," Ucap Hasta dengan wajah serius.
"Jangan berkata seperti itu Tuan Hasta. Aku akan berusaha agar anda selamat. Aku hanya minta anda harus optimis dan tetap bertahan demi Hanin dan bayi kembar anda," ucap Rafka tidak ingin berjanji apapun pada Hasta.
"Aku berusaha bertahan Raf. Tapi aku tidak bisa melawan takdir. Aku hanya ingin kamu berjanji padaku tentang hal itu saja. Aku mohon padamu, berjanjilah padaku Raf," Ucap Hasta seraya menggenggam tangan Rafka.
Rafka menghela nafas dalam, tidak tahu harus berbuat apa. Melihat tatapan mata Hasta yang memohon Rafka tidak bisa menolaknya.
"Baiklah Tuan Hasta, aku berjanji padamu. Tapi aku berjanji hanya menjaga dan merawat Hanin juga bayi kembar. Tapi tidak dengan menikahinya. Untuk hal itu, hanya Hanin yang bisa memutuskan aku tidak bisa memaksanya," ucap Rafka akhirnya menyetujui permintaan Hasta.
Hasta menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang di katakan Rafka.
"Terimakasih banyak Raf, sekarang aku sudah siap untuk melakukan operasi itu," ucap Hasta sudah mengikhlaskan apapun yang terjadi nanti.
"Baiklah Tuan Hasta, aku rasa untuk saat ini anda harus benar-benar banyak istirahat. Dan berpuasa sebelum operasi besok pagi. Anda tenang saja, aku sudah mempersiapkan semuanya dengan baik," ucap Rafka menjelaskan segala sesuatunya pada Hasta.
Hasta hanya menganggukkan kepalanya sangat percaya dengan kemampuan Rafka.
"Hem...Hem, kopinya sudah datang. Apa kalian masih belum selesai bicara?" Tanya Hanin seraya meletakkan kopi Rafka di atas meja.
"Sudah selesai tepat saat kamu datang, dan sekarang aku harus pergi. Nanti pagi, beberapa perawat akan menjemput Tuan Hasta. Dan kamu harus kuat, agar suami kamu tidak sedih," ucap Rafka menasihati Hanin lagi.
Hanin menganggukkan kepalanya kemudian mengambil kopi dan memberikannya pada Rafka.
"Terimakasih, sudah membantuku dan Mas Hasta," ucap Hanin dengan tersenyum.
"Sama-sama Hanin, Tuan Hasta aku permisi dulu. Terimakasih kopinya," ucap Rafka dengan tersenyum kemudian mendorong kursi rodanya ke arah pintu keluar.
"Hem...Hem," tiba-tiba Hasta berdehem setelah Rafka meninggalkan ruangan.
"Ada apa Mas?" Tanya Hanin menoleh ke arah Hasta dan mendekatinya.
"Sepertinya rasa cemburuku ini sudah akut Nin. Aku tidak bisa menahannya setiap kamu tersenyum pada Rafka," ucap Hasta dengan nada bercanda.
"Benarkah? Kalau begitu apa aku harus menyembuhkannya biar cepat sembuh?" Ucap Hanin sambil mengusap bibir bawah Hasta yang masih pucat.