"Tenang saja Hanin, aku tinggal beberapa orang lagi saja termasuk suamimu yang hari ini akan pindah ke kamar inap, setelah itu aku kemari lagi," ucap Dokter Soni dengan tersenyum.
****
Di kamar Hasta....
Beberapa menit setelah ia di pindahkan ke kamar inap atas persetujuan Dokter Soni. Hasta menatap dinding kamarnya dengan perasaan campur aduk, antara bahagia dan gelisah. Bahagia karena ia sudah tidak berada di ruang ICU yang banyak dengan peralatan dan gelisah karena Hanin belum kembali juga padahal Dokter Soni sudah bilang akan menggantikan Hanin menjaga Rafka.
"Kenapa Hanin masih belum kembali juga? Apa dia menjaga Rafka seperti apa yang aku inginkan?" Tanya Hasta dalam hati semakin gelisah dengan perasaannya.
"Ya Tuhan, apakah yang aku putuskan kali ini salah lagi? Apa aku harus menutup mata dengan semua pengorbanan yang sudah di lakukan Rafka?" Tanya Hasta merasa bimbang dengan keputusannya yang sudah di setujui Hanin yaitu menjaga dan merawat Rafka dengan hidup bersama.
"Ceklek"
Tiba-tiba pintu kamar terbuka tanpa ada suara ketukan.
Hasta melihat wajah Hanin yang masuk ke dalam dan menatapnya dengan sebuah senyuman.
"Apa kamu sedang menungguku Mas?" Tanya Hanin masih dengan tersenyum melihat wajah Hasta yang terlihat gelisah.
Hasta menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang di katakan Hanin.
"Kenapa kamu sangat lama Nin?" Tanya Hasta dengan tatapan penuh setelah Hanin berada di dekatnya.
"Dokter Soni ada panggilan mendadak jadi aku tidak bisa meninggalkan Rafka yang sendirian," ucap Hanin menjelaskan apa yang terjadi.
"Kalau Dokter Soni ada panggilan mendadak apa tidak ada perawat lainnya yang bisa menjaga Rafka, Nin?" Tanya Hasta dengan suara pelan menutupi rasa cemburunya.
"Dokter Soni sudah mengatakan seperti itu Mas. Tapi, aku kan sudah di sana jadi aku bilang pada Dokter Soni biar aku menjaga Rafka sampai Dokter Soni selesai," ucap Hanin dengan sangat tenang sambil menarik sebuah kursi dan duduk di samping Hasta.
Hasta menatap Hanin dengan tatapan percaya. Bagaimana Hanin sedikitpun tidak memikirkan dirinya yang juga membutuhkan Hanin untuk menjaganya.
"Ada apa Mas?" Tanya Hanin menyadari Hasta sedang menatapnya dalam diam.
"Tidak apa-apa Nin," sahut Hasta dengan nafas tertahan menyembunyikan perasaan sakit yang tiba-tiba ia rasakan.
"Apa kamu sudah makan Mas?" Tanya Hanin mengalihkan pembicaraan sengaja tidak membahas lagi apa yang sedang di pikirkan Hasta.
Hasta menggelengkan kepalanya, bagaimana ia bisa makan kalau tidak ada yang menyuapinya.
Melihat Hasta menggelengkan kepalanya, dengan reflek Hanin menoleh ke arah meja dan melihat makanan masih utuh.
"Kenapa tidak menghubungi aku kalau kamu belum makan Mas," ucap Hanin seraya mengambil makanan di atas meja.
"Aku tidak ingin mengganggumu Nin," ucap Hasta masih dengan tatapan tak berkedip menatap Hanin.
"Aku istrimu Mas, bagaimana kamu bisa berpikir akan menggangguku?" Ucap Hanin membalas tatapan Hasta yang terlihat sedih dan terluka dan itu membuat hati Hanin menjadi gemas ingin sekali mencium dan memeluk Hasta dengan sangat erat.
"Kamu sedang menjaga Rafka, Nin. Aku...." Hasta terhenyak tidak meneruskan ucapannya saat Hanin mencium bibirnya dengan tiba-tiba.
Hasta menatap Hanin, merasakan ciuman Hanin yang sangat brutal dan tidak seperti biasanya.
"Ada apa Mas? kenapa kamu diam saja?" Tanya Hanin setelah melepas ciumannya yang brutal karena marah.
"Tidak apa-apa Nin," sahut Hasta berusaha kembali menutupi apa yang ia rasakan.
Tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan, Hanin kembali fokus pada makanan yang di pegangnya.
"Makanlah dulu Mas. Karena setelah ini aku mau menjaga Rafka lagi. Dokter Soni hanya bisa menjaga Rafka satu jam saja," ucap Hanin seraya mendekatkan sendok di mulut Hasta.
"Aku belum lapar Nin," ucap Hasta tiba-tiba saja tidak ada lagi keinginan untuk makan setelah mendengar ucapan Hanin yang akan menjaga Rafka lagi.
"Bagaimana bisa kamu belum lapar Mas?Sejak tadi sore kamu belum makan," ucap Hanin benar-benar gemas dan merasa sakit melihat Hasta yang tidak memikirkan kesehatannya.
"Sungguh aku belum lapar Nin," ucap Hasta menatap kedua mata Hanin mencari setitik cinta di dalamnya.
"Apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa bersikap seperti ini yang bisa menyakiti hati Mas Hasta lebih dalam lagi. Aku tidak bisa melakukannya," ucap Hanin dalam hati dengan dada terasa sesak kemudian meletakkan kembali makanannya di atas meja.
Melihat Hanin mengembalikan makanan di atas meja tanpa berusaha membujuknya untuk makan membuat hati Hasta semakin sedih dan terluka. Tapi Hasta tidak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan selain dengan memejamkan matanya dan menahan rasa sedihnya di hatinya yang paling dalam.
"Kenapa kamu selalu menyembunyikan apa yang kamu rasakan Mas? Bukankah sangat sakit sekali rasanya?" Ucap Hanin menatap wajah Hasta dengan mata berkaca-kaca sedikit merasa bersyukur keadaan Hasta tidak seperti dulu yang selalu batuk dan muntah darah di saat hatinya terluka.
"Mas Hasta?" Panggil Hanin seraya mengusap lembut wajah Hasta setelah cukup lama menelusuri wajah Hasta.
Perlahan Hasta membuka matanya dan cukup terkejut melihat wajah Hanin sangat dekat dengan wajahnya.
Hembusan nafas Hanin menerpa wajahnya, membuat jantungnya berdetak kencang menahan rasa sedih dan kerinduan yang begitu dalam.
"Ada apa Nin? Kenapa menatapku dengan itu?" Tanya Hasta dengan suara yang hampir mencekik lehernya.
"Aku sangat mencintaimu Mas," ucap Hanin dengan suara lembut memeluk Hasta dengan sangat erat. Hanin tidak bisa lagi berkata apa-apa selain mengungkapkan apa yang rasakan. Cinta yang begitu dalam pada Hasta.
Hasta merasakan pelukan Hanin begitu erat seolah-olah takut kehilangan dirinya. Dengan penuh perasaan dan cinta yang begitu dalam Hasta membalas pelukan Hanin lebih sangat erat.
"Aku juga sangat mencintaimu Hanin. Sangat mencintaimu, jangan pernah berhenti mencintaiku," ucap Hasta dengan suara bergetar.
"Tidak akan pernah berhenti Mas. Apapun yang terjadi, apapun yang kamu inginkan, aku tidak akan berhenti mencintaimu," ucap Hanin seraya mengusap punggung Hasta dengan segenap hatinya.
"Terimakasih Nin," ucap Hasta memejamkan matanya benar-benar bisa merasakan besarnya cinta Hanin lagi.
"Jangan berterimakasih pada istrimu Mas," ucap Hanin dengan tersenyum melepas pelukannya dan mengusap bibir Hasta yang sedikit bengkak karena ciumannya yang cukup brutal.
"Apa sakit Mas?" Tanya Hanin masih dengan mengusap bibir bawah Hasta.
Hasta menganggukkan kepalanya merasakan detak jantungnya berdetak cepat dua kali lipat dari sebelumnya.
"Biar aku sembuhkan ya Mas," ucap Hanin tanpa menunggu jawaban Hasta menangkup wajah Hasta dan melumat bibir Hasta penuh dengan cinta dan hasrat.
Hasta memejamkan matanya, merasakan kehangatan dan hasrat Hanin dari setiap lumatan dan isapan bibir Hanin yang sedang mengulum bibirnya.
Gelora hasrat sudah mulai menguasainya, Hasta meraih tengkuk leher Hanin dan mulai membalas ciuman Hanin lebih sangat dalam dan lembut.