Beberapa menit kemudian....
Setelah melepas kerinduan dengan perasaan cinta yang terdalam, Hati Hasta mulai tenang dan meyakini kembali bahwa perasaan cinta Hanin selamanya hanya untuk dirinya.
Hasta menatap Hanin yang sedang menyisir rambutnya yang basah, wajah Hanin yang putih terlihat semakin cantik.
"Ada apa Mas?" Tanya Hanin di tempatnya setelah selesai membersihkan badannya juga badan Hasta yang sedikit lengket karena habis bercinta.
"Kamu semakin cantik Nin. Pipimu terlihat berisi, apa itu karena kehamilanmu?" Tanya Hasta masih dengan tatapan tak berkedip.
"Aku tidak tahu Mas. Mungkin juga karena itu. Tapi yang bisa aku pastikan, aku terlihat semakin cantik karena kamu yang melihat," ucap Hanin seraya mendekati Hasta dengan tersenyum.
"Tidak Hanin, sejak kamu hamil terlihat sangat cantik. Apalagi dengan perubahan pipi dan pinggul kamu. Kamu terlihat berisi dan sangat cantik," ucap Hasta lagi setelah mengamati perubahan pada gesture tubuh Hanin.
"Benarkah Mas? Sejak kapan kamu melihat perubahan itu Mas?" Tanya Hanin merasa penasaran dengan apa yang di katakan Hasta.
"Baru saja, saat kamu menyisir rambutmu. Aku melihatnya dengan sangat jelas," ucap Hasta dengan jujur.
Wajah Hanin sedikit memerah mendapat pujian dari Hasta.
"Kamu juga ada perubahan Mas. Sekarang kamu terlihat sangat tampan, wajah kamu juga sudah tidak terlihat pucat. Aku semakin was-was kalau kamu di kantor nanti," ucap Hanin dengan bibir sedikit cemberut.
"Was-was kenapa Nin?" Tanya Hasta dengan kening berkerut.
"Apa kamu lupa Mas, bagaimana saat pertama kali kamu mengajakku ke kantor? Aku tidak bisa lupa bagaimana tatapan semua wanita yang ada di sana. Mereka menatapmu dengan tatapan penuh kekaguman," ucap Hanin dengan tatapan cemburu.
"Apa kamu cemburu Nin?" Tanya Hasta dengan perasaan bahagia melihat kecemburuan di wajah Hanin.
Hanin menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Tentu saja aku cemburu dan was-was kalau salah satu dari mereka ada yang mencoba mendekatimu dan kamu tergoda?" ucap Hanin sambil menggenggam tangan Hasta.
Hasta tersenyum membalas genggaman tangan Hanin.
"Hal itu tidak akan terjadi Nin. Percayalah, aku hanya mencintaimu dan selamanya akan seperti itu," ucap Hasta meyakinkan Hanin akan perasaan cintanya yang begitu dalam.
"Aku percaya padamu Mas. Dan kamu juga harus percaya seperti aku percaya padamu. Aku hanya mencintaimu dan selamanya akan seperti itu," ucap Hanin meyakinkan Hasta akan cinta tulusnya pada Hasta.
"Aku percaya padamu Nin. Maafkan aku tentang..."
"Jangan teruskan Mas. Aku tahu kamu ingin membahas apa yang sudah kamu putuskan kemarin. Aku tidak akan menghalangi kebaikan dan keinginan kamu pada Rafka ataupun pada Jonathan. Tapi aku juga sudah memutuskan, aku tidak akan melakukan hal apapun yang bisa menyakiti hati kamu. Aku tidak sanggup melihat kamu sedih dan terluka lagi. Aku akan menjagamu hanya kamu saja," ucap Hanin dengan tatapan sungguh-sungguh dan mata berkaca-kaca.
Hati Hasta sangat tersentuh dan merasa bersalah pada Hanin hanya karena keinginannya.
"Apa yang kamu katakan membuat aku bahagia Nin. Aku bahagia kamu tidak pernah berhenti mencintaiku, walaupun aku tidak muda lagi dan tidak setampan Rafka atau Jonathan," ucap Hasta dengan tatapan sayu.
Hanin menggelengkan kepalanya dengan tersenyum.
"Siapa bilang Mas Hasta tua dan tidak setampan Rafka atau Jonathan? Mas Hasta terlihat masih muda dan sangat tampan. Kalau orang lain melihat Mas Hasta di antara Rafka atau Jonathan, mereka pasti bilang kalian kakak beradik," ucap Hanin mengatakan yang sebenarnya.
"Benarkah Nin?" Tanya Hasta dengan tatapan tak percaya.
"Benar Mas, kalau kamu tidak percaya bisa kita tanyakan ke orang lain nanti," ucap Hanin masih dengan tersenyum.
"Tidak Hanin, tidak perlu melakukan hal itu. Aku malu nanti," ucap Hasta dengan wajah memerah.
"Kalau begitu kamu harus percaya dengan apa yang aku katakan. Jadi jangan berpikir seperti itu lagi," ucap Hanin sambil mengusap lembut wajah Hasta yang masih memerah.
Hati Hasta semakin merasa damai dan lega, tidak ada lagi hal yang ia kuatirkan. Sudah beberapa kali ia hampir saja memperburuk hubungannya dengan Hanin hanya karena keinginan dan ketakutannya.
"Aku tidak akan lagi melakukan hal yang membuat kamu jauh dariku Nin. Hanya aku saja yang berhak atas dirimu, karena kamu milikku hanya milikku," ucap Hasta dengan suara hampir tak terdengar memeluk Hanin dengan sangat erat.
Hanin tersenyum bahagia, merasa lega setelah mendapatkan Hasta yang dulu pernah ia kagumi dan ia cintai sepenuh hati.
"Aku semakin mencintaimu Mas. Dan aku tidak akan rela melepaskanmu begitu saja. Aku tetap mempertahankanmu walaupun aku harus menanggung semuanya," ucap Hanin membalas pelukan Hasta dengan segenap hati dan perasaannya.
"Terimakasih Nin," ucap Hasta semakin menenggelamkan kepalanya dalam pelukan Hanin.
"Tok...tok...tok"
Pelukan Hasta dan Hanin seketika terlepas saat mendengar suara pintu terketuk.
Hanin bergegas ke pintu dan membukanya.
"Jonathan?? Pagi sekali kamu datang?" Tanya Hanin dengan kening berkerut saat melihat Jonathan berdiri di depannya.
"Aku harus melihat Rafka, kata Dokter Soni dia belum sadar dari kemarin," ucap Jonathan dengan wajah terlihat lelah.
Dari tempatnya Hasta cukup terkejut saat mendengar ucapan Jonathan. Kemarin ia berpikir Hanin belum kembali karena terlalu nyaman berduaan dengan Rafka hingga lupa waktu. Tapi ternyata Rafka belum sadar sampai saat ini. Hasta menatap Hanin dengan tatapan bersalah karena telah berpikir buruk buruk hanya karena cemburu.
"Masuklah Jo, ada sesuatu yang akan aku bicarakan denganmu tentang Rafka dan kamu," ucap Hanin berniat membicarakan tentang keinginan Hasta langsung di hadapan orangnya.
"Ada apa Nin? Wajah kamu serius sekali? Aku dan Rafka tidak membuat kesalahan kan?" Tanya Jonathan dengan wajah serius setelah duduk di hadapan Hanin.
Hanin menggelengkan kepalanya dengan tersenyum.
"Tidak Jo, kamu dan Rafka tidak melakukan kesalahan. Malah aku dan Mas Hasta sangat berterimakasih pada kalian berdua. Karena selalu ada di samping kita berdua. Untuk itu aku berpikir, bagaimana kalau kamu dan Rafka tinggal bersama kami? Apa kamu mau?" Tanya Hanin dengan tatapan penuh.
Jonathan menegakkan punggungnya sedikit merasa aneh dengan keinginan Hanin.
"Kenapa kamu tiba-tiba ada keinginan seperti itu?" Tanya Jonathan masih dengan posisi tegak.
Hanin terdiam mencari alasan yang tepat yang memungkinkan Jonathan tidak bisa menolak keinginannya.
"Dengarkan aku Jo, yang pertama kamu adalah saudaraku dan aku membutuhkan kamu. Rafka juga sudah aku anggap sebagai keluargaku. Kalian berdua tinggal sendiri tidak ada yang memperhatikan kesehatan kalian. Dengan tinggal di sini, aku dan Mas Hasta bisa memperhatikan kalian berdua," ucap Hanin dengan wajah memelas menatap kedua mata Jonathan.
Melihat tatapan Hanin yang terlihat memelas, Jonathan hanya bisa menelan salivanya. Entah kenapa setiap kali Hanin menatapnya seperti itu, perasaannya luluh lantak.
"Baiklah Hanin, aku tidak bisa menolak keinginan kamu dan Tuan Hasta yang sudah sangat baik padaku. Terimakasih kalian berdua sudah memperhatikan aku sampai pada kesehatanku," ucap Jonathan sambil mengusap tengkuk lehernya.