Tepat malam pergantian tahun baru, selin yang sudah menunggu rangga dengan lama di rooftop nine cafe.
Tetap saja rangga tidak muncul dihadapannya.
Pukul 00.00 WIB. Rooftop Nine Cafe.
Kembang api meledak di langit malam, cahayanya memecah keriuhan.
Tetapi, di sudut Kota, seorang cewek justru berusaha menulikan telinganya. Ia berusaha menyangkal kenyataan yang terbentang di depannya.
Detik pertama di bulan Januari tanpa Rangga di sisinya.
Tidak.
Kembang api belum meledak.
Tahun baru belum datang.
Ia masih harus menunggu Rangga datang.
Karena jika tidak, artinya Rangga telah mengingkari janji.
Rangganya tidak datang.
Jarum jam sudah hampir sampai di angka satu. selin tetap berdiri di tempat yang sama.
Di depan tenda kecil Rangga, sambil memeluk kadonya. Ia terus menunggu cowok itu datang dan menjelaskan apa pun yang bisa diterima oleh akalnya.
Tetapi, selama apa pun ia menunggu, Rangga tak kunjung datang. Cewek itu menenggelamkan wajah di antara lipatan lutut, sampai seseorang tiba-tiba saja menyentuh lengannya.
Sesaat harapan itu memelesat dalam dadanya. Namun, harapan itu kembali gugur ketika ia menemukan bahwa cowok yang berjongkok di hadapannya bukanlah Rangga. Bukan sosok yang ia nantikan kedatangannya.
Selin mendongakkan kepalanya, menatap Ares dengan raut lelah. Sementara Ares tak mampu mengatakan apa-apa. Sorotnya tak terdefinisikan. Kosakatanya telah habis. Pertahanannya nyaris ambruk.
Namun, untuk seseorang di hadapannya Ares tahu, ia harus tetap berdiri setegap karang.
Kabar yang baru ia bawa, bisa jadi pukulan paling menyakitkan yang meruntulhkan saudari kembarnya.
Ares menghela napas, sebelum menarik selin ke dalam pelukannya.
la membisikkan kalimat itu dalam satu tarikan napas, sebelum dibiarkannya selin menampakkan kehancuran dengan nyata. selin menjerit, menangis, tergugu.
Malam itu, ia merasa langit runtuh tepat di atas kepalanya.
ada masa ketika manusia merasa dunianya telah berhenti berputar, waktu telah berhenti bergerak, dan jantung telah berhenti berdetak.
Bukan karena Tuhan mengambil nyawanya, tapi karena Tuhan mengambil alasannya untuk bernapas.
selin sedang berada dalam titik tersebut.
Titik ketika ia merasa bahwa ia sedang tersedot dalam kubangan mimpi buruk, terpuruk dalam palung tak berdasar, tersesat dalam labirin tanpa jalan keluar.
Tetapi, bagaimanapun ia menolak, orang-orang yang memeluknya sambil menangis.
Suara orang-orang yang berdoa serta suasana muram ini terlalu jelas untuk hal yang ingin ia anggap sebagai elusi semata.
Cewek itu sudah berhenti menangis sejak semalam. Kini, ia hanya menampakkan wajah kosong tanpa emosi.
Matanya tak berarah, mengikuti orang-orang yang menyalami sambil mengatakan ucapan berduka cita.
Katya yang terus mengelus pundaknya, bahkan tak bisa menahan mata. Ia tak sanggup melihat kehancuran sahabatnya.
Saat selin pikir ia sudah sampai dibatas penghabisan, di ujung kekuatan, dan tak ada lagi yang mampu menghancurkannya lebih dalam lagi.
Bundanya Rangga datang tanpa mengatakan apa-apa, wanita itu menariknya dalam pelukan.
Saat itulah selin membiarkan seluruh lukanya ternganga transparan, disaksikan puluhan pelayat yang menatap penuh iba.
Tangisannya pecah. Isakannya menggila.
Selin hancur dan tak terselamatkan lagi.