Bab 1

9 november 2019

Hari pertama perjalanan kepulanganmu setelah 7bulan lebih kita tidak bertemu.

Kalau dulu setiap 3bulan paling lama 4bulan sekali kamu pulang, sekarang setengah tahun lebih kamu baru pulang mengunjungi kita.

Itupun karna kakak mengancam akan mogok lomba kalau kamu tidak bisa hadir untuk melihat penampilan kaka, lomba drumband pertamanya.

Di wa story seorang wanita yang jauh disana tertulis "luka tak berdarah"

Sebagai sesama wanita, aku mengerti maksud dari story wa itu.

Wanita itu adalah wanita yg baru kamu nikahi tanpa izinku, dan harus aku terima pernikahan sirimu dengan ancaman jika tidak aku terima maka tidak akan ada nafkah untuk anak-anak kita, tiga anak kita.

Beberapa menit sebelum subuh, handphone berbunyi, sebuah pesan singkat masuk.

"Ma, aq sudah sampai, tolong jemput"

Aku keluarkan motor dengan pelan-pelan agar ketiga anak kita tidak terbangun dari tidurnya.

Aku pacu motor dengan cepat, karna tidak sabar ingin bertemu dengan suami yg sudah sangat lama tidak aku temui.

Aku sangat semangat.

Dari kejauhan sudah terlihat kamu berjalan sambil mendekap tubuhmu dengan kedua tanganmu, dingin ya?

Iya, kota malang yang baru beberapa hari ini mulai hujan memang sangat dingin, apalagi subuh subuh begini, berbeda dengan cuaca dibali yg gerah dan panas.

Pasti kamu merasa sangat berbeda.

Aku pelankan motor setelah mendekatimu, aku putar menuju ke arah berlawanan dari arah tadi aku datang, seperti biasa ketika kita bertemu.

Ku kecup punggung tangan kananmu, kamu cium pipi kanan, pipi kiri dan keningku.

Aku nyalakan motor dan bonceng kamu, kamu cium kepalaku dr belakang sambil menggigil karna dingin, aku pelankan motor karna takut membuat kamu kedinginan, apalagi akhir-akhir ini katanya kamu suka terserang asma dan sesak nafas.

Diperjalanan dari pertigaan sampai rumah entah kenapa berbeda dari perjalanan dari rumah menuju pertigaan, jika tadi aku menjemputmu dengan semangat karna rindu yang sangat besar, setelah bertemu denganmu dan melihat anting itu bersarang di kupingmu, aku menjadi teringat jika kamu berubah karna seorang wanita diluar sana.

Kamu bukan lagi milikku seorang, kamu sudah merubah dirimu untuk sepadan dengan seseorang diluar sana.

Kamu yang dulu setiap mau melakukan apapun izin dulu kepadaku, tiba2 menindik telingamu tanpa sepengetahuanku, tanpa izinku dan itu kamu lakukan hanya untuk membuat lebih menarik atau sepadan dengan wanita club malam yang beberapa bulan ini kamu nikahi siri di belakangku.

Sampai dirumah kamu berusaha memelukku, tapi entah kenapa tubuhku tiba2 menolak.

Bukan karna aku gak ingin, tapi tiba-tiba saja bayangan kamu memeluk dia di dalam foto story wa tiba-tiba terlintas saat itu.

Maaf, aku gak bisa.

Maaf, aku mengecewakanmu.

Aku yakin kamu sangat kecewa dengan reflek penolakan tubuhku.

Walau aku ingin mendekapmu karna sungguh rindu ini sudah sangat dalam.

Tapi hati dan tubuhku merespon berbeda.

Aku pergi ke dalam kamar ganti, menyiapkan keperluan kaka lomba drumband sambil menahan airmata yang sudah berontak ingin keluar, aku coba menahan.

====================

06.00 wib

Kita berangkat bersama-sama ke sekolah kakak.

Bersemangat dan sejenak melupakan kecanggungan kita tadi subuh.

Walau aku tau kamu sibuk dengan hapemu memberi kabar mungkin untuk pengantin barumu yang harus kamu tinggalkan.

Tapi di tempat umum kamu memperlakukanku dan anak-anak seolah kami adalah satu-satunya yg berharga untuk kamu.

Seolah-olah tidak ada wanita lain diluar sana yang sedang mengisi hati dan fikiranmu.

Memeluk kami, perhatian, menyuapi kita, berfoto bersama.

Ah, sungguh indah, walau aku gak tau apa itu sengaja di tunjukkan di tempat umum untuk menutupi atau real karna kamu begitu menyayangi kami.

Yang pasti sejenak aku sangat bahagia,anak anak juga.

Tiba-tiba kamu pinjam hape ku dan melakukan panggilan video dengan wanita itu.

Iya, aku simpan nomernya setelah kamu mengaku menikah siri dengan dia.

Dan mau tidak mau aku harus belajar menerima dan berusaha mengenal dia.

"Please, jangan di tempat umum" Pintaku

"Gak papa, kan dari hapemu, orang gak akan mikir macam-macam" Jawabmu

Aq mengangguk, jawaban tanda setuju walau sebenarnya sangat berat dan menyakitkan.

Karna sebenarnya aku ingin waktu kita hanya kita habiskan berlima. Aku, kamu dan ketiga anak kita.

Toh habis ini juga kamu akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dia disana kalau kamu kembali.

Tapi kamu tidak akan pernah peduli lagi apa yang aku mau, karna jika kamu peduli kamu tidak akan pernah melakukan pernikahan siri itu.

====================

11.00 wib

Lomba berakhir.

Diperjalanan pulang kita bercanda bersama, mengobrol hal yang tidak penting.

Berfoto selfie, kita bahagia, aku bahagia dan anak anak juga pasti bahagia.

Kamu mengeluh capek, mengantuk.

Sampai rumah pingin segera tidur.

Tapi realitanya tidak.

Sampai rumah hal pertama yg kamu lakukan adalah VIDEO CALL dia yg ada disana.

Dadaku bergetar, sepenting itukah dia?setidak bisa jauh itukah kamu sama dia?ataukah karna dia masih pengantin barumu?

Dengan dada bergetar, airmata sudah mengetuk ingin keluar, aku mencoba diam mendengarkan obrolan kalian dengan pura-pura sibuk memainkan handphone, padahal mataku tertuju di gawaiku, tapi otakku panas dan kupingku meradang.

Ditambah lagi obrolan kalian semakin mesra, dia semakin manja, padahal jelas tau aku ada di depannya.

"Ayah aku minta izin mau kesana, ayah aku minta izin mau kesitu, ayah aku mau ini, ayah aku mau itu" tapi semua yg dia minta kamu gak izinkan, jangan ini jangan itu.

Seolah olah dia hanya mengetes atau menunjukkan kepadaku bahwa kamu peduli kepadanya melebihi kamu memperdulikan kita.... Aku diam.

Sampai di detik dia izin kamu untuk nongkrong disebuah cafe dilegian, kamu bilang "udah dirumah aja, jangan keluar malam, bahaya!"

Aku tau itu benar, tapi aku marah, bukannya selama ini dia juga kerja malam? Juga kerja di cafe? Kenapa seolah2 dia seperti gadis suci yg tidak pernah pergi dan minta izin sekali pergi karna penasaran??

Aku cas gawaiku sambil berkata dengan nada sedikit keras dan bergetar "udah, pulang saja ke bali, temenin dia kalau kamu takut dia kenapa2, daripada ngancem2 nongkrong di cafe padahal dia sudah tau jawabanmu jangan, pergilah!"

Kamu tutup telephone mu dan menghampiri aku.

"Dia hanya izin, jangan marah!" kamu tetap membelanya.

"Aku tidak marah, hanya saja bisa gak waktu kita yang singkat ini kita maksimalkan untuk anak2? Tolong" pintaku.

"Baiklah, aku mengerti" kamu menjawab dengan mata tetap menatap layar hapemu.

Bersambung....