Duapuluh

Anna masih mengenakan gaun yang sama. Gaun berwarna merah tua dengan renda putih di sekitar pinggul hingga menutupi mata kakinya. Bagian atasnya berwarna merah dengan pita putih di atas dadanya. Bagian lengan hanya menutupi bahu dan lengan tidak menyentuh sikunya dan sepatu boots cokelat selalu melekat di kakinya.

Anna menatap malas jerami yang berbentuk manusia setengah badan berdiri sejauh lima meter dari hadapannya. Anna membuka liontin besar di depan perutnya yang datar. "Dia membuatku menunggu selama lima menit." Gumamnya.

"Nona muda!" Panggil seseorang. Anna mengenal pemilik suara berat dan lembut ini. Anna tersenyum tipis dan memutar tubuhnya. Matanya tersirat sedikit kemarahan dengan wajah tenangnya.

Han membungkukkan tubuh seraya meletakkan telapak tangan kanannya menyentuh dada kiri. "Maafkan saya, Nona muda." Sesalnya.

"Letakkan buah apel itu di atas kepalamu dan berdiri di sana." Perintah Anna. Han memandangi Anna dengan wajah terkejut. Tanpa mengatakan apa pun Han melaksanakan perintah Anna.

Han selalu menjadi juri, komentator, dan pelatih bagi Anna selama berlatih menembak, tapi belum pernah dia menjadi sasaran tembak Anna. Dugaan terbesarnya, Anna sedang merasa marah padanya dan dia tidak tahu apa yang membuat nona mudanya marah. Apakah girl's day? Tidak. Han mengingat setiap bulan Anna mengalaminya. Hari ini bukan masanya.

Han berdiri sejauh tiga meter dari Anna dan meletakkan sebuah apel tepat di kepalanya. Dia memandangi Anna yang mengambil sebuah shotgun dan mengarahkan moncongnya ke arah Han. "Nona muda, bukankah senjata itu tidak cocok untuk anda? Bagaimana cara anda mendapatkannya?" Tanya Han dengan nada penasaran. Wajahnya tetap tenang memandangi Anna seraya tersenyum.

Angin kencang menerpa wajahnya, sesuatu yang dingin menyentuh kulit kepalanya, dan aroma apel menggelitik hidungnya setelah suara tembakan terdengar. Han membulatkan matanya dan menatap terkejut pada Anna.

Anna hanya menatapnya dengan wajah datar seraya menarik tuas dan bersiap untuk tembakan selanjutnya. Han mengerutkan dahinya dan segera mengambil apel dari keranjangnya yang terletak di dekat kakinya. Sekali lagi, Anna menembakkan peluru yang menghancur leburkan apel yang berada di kepala Han.

"Tidak sepatutnya kau membuatku menunggu selama lima menit, Han." Ujar Anna dengan dingin.

Han menghela napas dan mengembuskan napasnya dari mulut. Dia tersenyum dan memandangi Anna dengan wajah lega. Nona mudanya tidak mempermasalahkan kejadian semalam. "Maafkan saya, Nona muda." Sesal Han seraya membungkukkan tubuhnya dengan tangan kanannya menyentuh dada kirinya.

"Berdiri tegak!" Perintah Anna dengan dingin. Han segera menegakkan tubuhnya. Dugaan Han amarah Anna belum mereda dan bukan hanya karena keterlambatannya barusan. Han memandangi Anna dengan tenang dan berdiri dengan tegap.

Anna menatapnya dengan dingin dan menjatuhkan senjatanya ke tanah. Dia mengangkat gaunnya dan mengeluarkan revolver perak dari kantong pistol di paha kanannya. Dengan kedua tangannya yang sejajar bahu, Anna memicingkan matanya dan mengarahkan moncong revolvernya ke kepala Han.

"Terlambat memberikan laporan, Membiarkan penyusup masuk ke dalam kamarku, dan gagal menangkap pelaku penyebab kita masuk ke dalam jurang." Ujar Anna seraya melayangkan tiga peluru. Ketiga pelurunya hanya mengembuskan angin kencang di dekat telinga Han.

Anna masih berdiri dengan posisinya. Tembakan keempat meletus. Hembusan angin kencang di sebelah telinga kiri Han. Cairan merah perlahan mengalir dari daun telinga Han. "Tidak pernah jera membuatku kesal." Tambah Anna seraya mengembuskan napas panjang dan menurunkan kedua tangannya. Han masih terdiam dan menatap Anna dengan senyum penuh ketenangan.

"Apakah anda sudah selesai, Nona muda?" Tanya Han seraya tersenyum. Jarang sekali dia melihat Anna akan menyalurkan perasaan marahnya dalam latihan ini. Han tetap tenang dan membiarkan luka di telinganya.

Masih tersisa dua peluru dalam revolver Anna. Anna ingin sekali menghabiskan semuanya, tapi melihat Han yang begitu tenang membuatnya malas untuk menghabiskan sisa peluru. Anna mengembuskan napas panjang dan menatap Han dengan tenang. "Bagaimana penilaianmu?" Tanya Anna.

Han perlahan berjalan mendekati Anna. "Pertama, bagaimana anda memiliki shotgun? Kedua, posisi lengan anda lebih baik dibandingkan sebelum-sebelumnya. Ketiga, shotgun memiliki daya ledak yang luar biasa dan sangat tidak cocok untuk anda." Jawab Han seraya tersenyum. Setiap langkah Han ambil sangat ringan dan pasti. Dia hanya memerlukan lima langkah untuk sampai di hadapan Anna.

Sepatu Han hampir menyentuh sepatu boots Anna. Han berdiri di hadapannya dalam jarak kurang dari lima senti meter dari wajah Anna. Anna mendongakkan kepalanya. Han memandangi manik cokelat dalam mata Anna. Tatapan seorang murid kepada guru. Sebuah tatapan penuh penasaran membuat Han sedikit merasa kecewa. Apakah Nona mudanya sungguh tidak melihatnya sebagai seorang laki-laki?

"Keempat, apakah anda ..."

"Nona muda! Nona muda, saya menemukannya!" Teriak Mey seraya berlari dengan tangan kanan membawa sebuah buku bersampul hitam yang mengudara.

Anna yang mendengar teriakan Mey segera menolehnya. Han menatap Mey dengan wajah kesal mundur satu langkah ke belakang dari posisinya semula. Mey menemukan buku yang dimaksud.

Tanpa ada angin dan cahaya mentari yang masih bersinar terang, Mey tersandung kakinya sendiri dan terjatuh ke depan dengan dagu mendarat terlebih dahulu dengan keras. Anna yang melihatnya dari kejauhan memicingkan matanya seolah lebih merasakan rasa sakit yang diderita Mey.

Anna dengan segera berlari menghampiri Mey dan diikuti oleh Han dibelakangnya. Anna memegang bahu Mey, mencoba membuatnya terduduk. "Apa kau tidak apa?" Tanya Anna dengan wajah tenang.

Mey meringis kesakitan. Tanpa sengaja lidahnya tergigit membuatnya meludahkan darah. Mey melirik Nona mudanya. Wajah Anna terlihat tenang, tapi matanya terbesit rasa kekhawatiran membuatnya sedikit merasa bersalah. "Maafkan saya, Nona muda. Saya tidak merasakan rasa sakit sedikit pun." Jawab Mey seraya tersenyum.

Anna mengerutkan dahinya. Mey terjatuh begitu keras, noda darah di bibirnya, dan luka di dagunya ... dia hanya mengatakan tidak sakit. "Bodoh! Han, obati luka Mey." Perintah Anna seraya berdiri. Anna melihat sebuah buku hitam yang dipegang oleh Mey dan mengambilnya. "Terima kasih sudah menemukan bukunya." Ucap Anna lalu pergi.

Han menatap kepergian Anna dengan wajah memelas. Dia lebih baik mengikuti Nona mudanya daripada mengobati Mey. Terbesit rasa kesal pada gadis di hadapannya kini, tapi dia tidak bisa mengabaikan perintah Nona mudanya.

Mey menahan rasa sakitnya dan melihat punggung Anna yang perlahan menjauh. Dia merasa kesal pada dirinya karena membuat Nona mudanya khawatir. Selain rasa bersalah, dia juga merasa senang melihat Nona mudanya khawatir. Selama ini, jarang sekali dia berinteraksi dengan Anna dan hanya menatap kagum perempuan tersebut karena selalu ada Han yang berada di sampingnya. Siapa menyangka ternyata Nona mudanya bisa mengkhawatirkannya sedemikian rupa.

"Mari kita obati lukamu." Ajak Han.