duapuluh satu

Han membantu Mey berdiri dan berjalan di belakangnya. Dia tidak ingin Mey secara mendadak terjatuh. Beruntungnya, Mey masih bisa berjalan normal.

Mey berjalan menuju dapur seraya meringis kesakitan. Kepalanya seperti berputar-putar setiap melangkahkan kaki. Mey pernah mengalami luka serius, jadi dia bisa menahannya lebih baik.

Di tempat lain, Anna masuk ke dalam ruang kerjanya. Setelah menutup pintu, dia segera menuju meja kerja, membuka laci, dan mengeluarkan surat dari amplop hitam. Anna membuka buku yang diberikan oleh Mey.

Novel Lolita bersampul hitam adalah salah satu novel karya penulis Rusia, Vladimir Nabokov. Novel ini mengisahkan seorang pria paruh baya, Humbert Humbert yang menyukai putri tirinya yang masih berusia dua belas tahun, Dolores.

Anna belum pernah membaca novel ini, tapi dia ingat kalau kakak laki-lakinya pernah membacanya di ruang kerja Anna. Ardian pernah bercerita tentang seorang ayah yang menyukai anak angkatnya adalah sebuah kejadian nyata. Anna tidak memperdulikan ceritanya dan hanya menganggapnya angin lalu.

Anna memperhatikan setiap angka yang berada di kertas kecil tersebut dan novel Lolita. Tak lupa dia sesekali menulis di atas kertas. Anna menulis kalimat teratas dari halaman yang dia buka.

Anna menulis sepuluh kalimat yang berbeda. Setelah selesai menulis, Anna menutup novel tersebut. Anna menghela napas seraya memegang pelipisnya dengan tangan kanannya. "Aku tidak mengerti kenapa Ardian membeli buku ini."

Anna berdiri. Dia berjalan menghampiri meja kecil yang berada di belakang pintunya. Dia menuangkan teh dingin ke dalam cangkir kosong dan meminumnya seteguk. Anna kembali ke meja kerjanya seraya membawa cangkir yang penuh dengan teh dingin.

Anna menyukai teh dingin. Bukan berarti dia membenci teh panas. Hanya beberapa jenis teh yang menurutnya lebih enak disajikan saat dingin. Teh yang dia minum adalah salah satu favoritnya. Sayang sekali, hanya ada sedikit orang yang tahu teh jenis yang dia gunakan karena sangat langka.

Anna kembali menatap tulisannya. Tulisan tangan yang cukup menekan dan rapi membuat orang lain mudah membacanya. Dia memperhatikan kata awal dari setiap kalimat dan tidak menemukan petunjuk.

Dia membacanya lagi dengan cara terbalik, menghubungkan kata di akhir kalimat dan awal kalimat. Tidak ada yang aneh. Anna semakin mengerutkan kepalanya. Sesuatu terlintas di pikirannya. Dia mengambil huruf pertama dari masing-masing kalimat.

Anna melingkari setiap huruf tersebut. Perlahan membentuk kata. Kata yang muncul adalah "Your Parent". Anna mengkerutkan dahinya. Dia memandangi dua kata yang terbentuk dengan arti, orang tua anda.

Apa maksud surat yang dia terima? Anna tidak memahaminya. Kenapa surat yang ditunjukan untuk calon korban pembunuh menunjukkan orang tuanya? Ada apa dengan orang tuanya sendiri?

Suara ketukan membuyarkan lamunan Anna. Pintu ruang kerjanya dibuka oleh Han. Han masuk ke dalam dengan tenang seraya senyuman manis di wajahnya. Anna hanya memutar bola matanya tidak peduli dengan kehadiran Han.

"Tolong ambilkan teko teh itu. Terima kasih." Pinta Anna seraya menompang dagu dengan tangan kanannya dan kembali memandangi kertas berisi tulisannya. Tanpa sadar Anna merasa kesal dengan kehadiran Han yang mengganggu konsentrasinya. Anna menghela dan mengembuskan napasnya tiga kali secara berurutan.

"Apakah anda ingin saya menuangkan teh?" Tanya Han dengan lembut mengangkat teko dari keramik tersebut saat berdiri di depan meja Anna.

Anna menatap tajam Han dan segera berubah menjadi tersenyum. Perasaan senang di balik senang. "Tolong, terima kasih." Ujar Anna. Segera dia mengalihkan pandangannya ke kertasnya sekali lagi setelah menyodorkan cangkir tehnya yang kosong.

Han dengan tenang mengambil cangkir Anna beserta piring cangkirnya dan menuang isi dari teko tersebut ke dalam cangkir. Han meletakkan cangkir tersebut di dekat Anna. Sebuah novel dengan sampul berwarna hitam cukup menarik perhatiannya.

"Kenapa anda mencari novel ini?" Tanya Han.

"Bukan urusanmu." Jawab Anna tanpa mengalihkan pandangannya.

Han tahu, itu adalah novel yang dia kembalikan ke perpustakaan sebelum dia ke halaman belakang. Dia memperhatikan amplop hitam dan beberapa kertas di atas meja kerja Nona mudanya.

Han mengenal amplop tersebut. Itu adalah amplop yang ingin membunuh Anna. Dia ingat saat seorang pembunuh yang berbeda mencoba masuk ke dalam kediaman Anna beberapa tahun yang lalu. Hal yang paling mengecewakan adalah para pembunuh yang dikirim tidak pernah mau membuka mulutnya. Mereka lebih memilih mati dari pada membocorkan siapa yang mengirimkan mereka.

Hari ini, Anna mendapatkan amplop tersebut. Han dengan wajah penasaran memandangi Anna. Anna yang merasa Han masih berdiri di depannya, perlahan dia mendongakkan kepalanya dan memandangi laki-laki itu dengan wajah datar.

"Apa yang kau tunggu?" Tanya Anna. Han mengedipkan matanya dan tersenyum. Anna mengembuskan napas panjang. "Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain? Keluarlah!" Titah Anna.

Han masih berdiri di depan Anna tanpa ada menunjukkan pergi. Mereka berdua saling pandang tanpa berniat untuk mengedipkan mata. Han membalikkan tubuhnya, berjalan menjauh dari meja kerja Anna.

Anna mengembuskan napas panjang setelah Han membalikkan badannya. Dia mengira akan ada lomba dilarang mengedipkan mata. Akan tetapi, Han kembali berdiri di hadapannya tanpa membawa teko.

"Nona muda, saya memiliki beberapa pertanyaan. Apakah anda berkenan untuk menjawabnya?" Tanya Han dengan serius.

Anna mengerutkan dahinya. Tidak biasa Han menunjukkan wajah seriusnya. Di mata Anna, Han selalu bermain-main dengan senyum konyol di wajah, tapi senyuman itu memudar berganti dengan wajah dan suara serius. Sedikit berbeda saat dia melaksanakan perintahnya.

Anna menghela napas. "Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya Anna dengan tenang. Anna membuka laci meja dan memasukkan amplop hitam beserta isinya.

"Nona muda, bagaimana anda mendapatkan shotgun? Bukankah saya sudah mengatakan kalau senjata tersebut tidak cocok untuk anda?" Tanya Han dengan wajah serius.

"Aku meminta Johan untuk membelinya. Barang itu cukup berat dan memiliki daya ledak besar. Aku cukup menyukainya." Jawab Anna dengan santai.

"Kenapa anda tidak memperdulikan perkataan saya? Tangan anda terlalu halus untuk senjata tersebut. Apa yang akan anda lakukan mengenai pembunuh nanti?" Tanya Han lagi.

Anna meminum tehnya hingga habis. "Biarkan. Ini hanya peringatan. Jangan menurunkan kewaspadaanmu. Aku tidak mau kejadian Casper Burns terulang kembali." Jawab Anna dengan menatap tajam Han.

Han hanya tersenyum. Tangan kanannya menyentuh dada kiri dan perlahan sedikit membungkukkan tubuhnya. "Maafkan saya, Nona muda. Salah satu kekuatan Casper Burns adalah kemampuan tidak terdeteksi oleh iblis lain. Saya bahkan tidak bisa menandinginya." Sesal Han.

Anna menghela napas. Dia sedikit terkejut dengan pernyataan Han. Han sendiri tidak bisa menandinginya. Bagaimana dengan iblis yang lain? Bukankah itu berarti banyak iblis yang lebih kuat? Jika diingat kembali, Casper merasa takut pada Han.

Anna tidak bermaksud bermusuhan dengan iblis. Dia ingin berteman dengan mereka dan memanfaatkannya jika diperlukan. Tapi, apa yang menyebabkan Casper Burns datang ke kamarnya? Anna baru teringat. Lebih baik menunggu hingga dia bertu lagi dengan iblis itu.

"Apa lagi yang ingin kau tanyakan?" Tanya Anna dengan tenang. Han segera menegakkan tubuhnya.

"Apakah anda berniat untuk melakukan pertunangan lagi sengan Tuan Andrew Smith?" Tanya Han dengan tatapan serius menatap Anna.

Anna menggelengkan kepalanya. "Tidak. Lagi pula, aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Aku tidak ingin melakukan hal yang tidak aku inginkan." Jawab Anna dengan tenang seraya berdiri.