Vivi mendapatkan pekerjaan

Christian mengejar Tristan dengan langkah cepat. Tristan sudah membuka pintu mobil dan hendak masuk. Suara panggilan Christian membuat Tristan mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil. Tristan menutup kembali pintu mobil dan berdiri di samping mobilnya.

"Tristan! Tunggu!" 

Stevi mendekati Tristan dan Christian. Stevi bersembunyi di samping mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi Tristan berdiri. 

"Ada apa?"

"Apa yang kamu lakukan pada Haruna? Kenapa dia bisa tenggelam di dalam bak mandi?"

"Bukan urusan Kakak," jawab Tristan.

"Haruna? Siapa gadis yang mereka ributkan?" gumam Stevi pelan. "Baru kali ini aku mendengar Kak Chris mengkhawatirkan seorang gadis." Stevi tidak habis pikir, kenapa mereka memperebutkan gadis itu. Stevi meninggalkan tempat itu dan masuk ke dalam mobil merahnya. Stevi melaju menuju rumah Tristan, ia penasaran dengan gadis bernama Haruna. 

"Aku harus tahu, siapa sebenarnya Haruna? Dan kenapa dia ada di rumah Tristan?" 

Stevi menambah kecepatan laju mobilnya. Tidak sabar rasanya Stevi ingin segera sampai di rumah Tristan.

***

Tok! Tok! Tok!

Ceklek!

"Nona, kami masuk, ya." Pelayan itu masuk dan membawakan makanan untuk Haruna. Ia menaruhnya di nakas. "Nona, apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan.

Haruna menggelengkan kepala pelan. Haruna berdiri di dekat jendela. Memandang hampa mentari pagi hari ini. Mentari pagi yang selalu disambut dengan ceria oleh Haruna, hari ini Haruna tidak merasakan keindahannya. Pikiran Haruna menerawang. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan erat. Perlahan tubuhnya turun dan duduk di lantai dengan punggung bersandar di tiang jendela. Ia memperhatikan sekeliling halaman, terlihat beberapa orang pengawal yang berpakaian rapi. Para pengawal itu memakai kemeja putih dipadu setelan jas hitam. 

"Sepertinya dia sangat takut kalau aku melarikan diri. Padahal si brengsek itu tahu dengan jelas kalau aku tidak akan bisa meninggalkan rumah ini." Haruna bergumam sambil menelungkup wajahnya di lutut yang ditekuk.

"Nona, Anda makanlah sarapannya!" ucap pelayan itu. Pelayan itu berdiri di samping Haruna. Dia merasa kasihan melihat Haruna yang dikurung oleh Tristan. Dia berjongkok di samping Haruna. "Nona, Anda harus kuat. Ini pertama kalinya saya melihat Tuan muda mengurung seorang gadis di rumah. Pasti Anda adalah gadis spesial bagi Tuan muda, itulah kenapa Tuan muda sampai mengurung Anda. Saya yakin karena Nona adalah gadis yang dicintai Tuan muda," ucap pelayan itu mencoba menghibur.

"Gadis yang dicintai? Hah." Haruna mendecih mendengar kata pelayan yang mengatakan Tristan mencintainya. "Aku tidak ingin makan apapun. Bawa kembali makanannya!" ucap Haruna. Ia bangun dan kembali ke ranjang. Haruna berbaring dengan posisi meringkuk layaknya bayi mungil.

"Nona, makanlah walau cuma sedikit. Kalau Nona tidak makan, pelayan bisa dimarahi Tuan muda." Pelayan itu membujuk Haruna agar mau memakan sarapannya. 

Namun Haruna tetap meringkuk tidak beranjak sedikitpun dari posisinya. Sampai pelayan itu keluar dari kamarnya pun Haruna tetap diam. Air mata Haruna perlahan menetes membasahi telapak tangan yang menjadi alas kepalanya. Haruna tidak pernah menduga jika hidupnya akan menyedihkan seperti saat ini. Sejak Haruna menjadi anak angkat Kamal dan Anggi, hidup Haruna selalu dipenuhi cinta, kasih sayang, kebahagiaan yang Kamal dan Anggi berikan padanya dan Vivi.

Haruna mengenang masa indahnya saat kecil bersama Kamal, Anggi dan Vivi. Tidak ada satu haripun yang membuat mereka tidak bahagia, mereka selalu bahagia dengan kehidupan sederhana dan kebersamaan mereka. Kata-kata kasar Haruna pada Tristan telah mengubah kehidupan Haruna seratus delapan puluh derajat.

***

"Tante, antar Kia ketemu mama!" 

"Tante harus pergi mencari pekerjaan, Sayang. Jadi, Kia di rumah dulu dengan Nenek, ok!"

"Hum." Kiara cemberut karena tidak ada yang bisa mengajaknya bertemu Haruna. 

Vivi sudah mengenakan rok hitam selutut dengan kemeja putih dan tas hitam yang ia pakai untuk menyimpan surat lamarannya. Vivi berpamitan dan pergi mencari pekerjaan. Sulit bagi Vivi untuk mencari pekerjaan dengan ijazah SMA yang sudah berlalu tiga tahun yang lalu. Kebanyakan perusahaan menerima siswa lulusan baru. Ada juga HRD beberapa perusahaan yang terang-terangan menghina Vivi. Tidak masalah bagi Vivi, asalkan mereka tidak bermain fisik. Jika mereka berani mendorong Vivi, maka Vivi akan marah.

Setelah lelah berkeliling dan bertanya pada beberapa perusahaan yang memajang lowongan, Vivi beristirahat di sebuah taman. Ia mengusap peluh yang menetes di lehernya. Cuaca hari ini begitu panas, saat melihat jalan raya seperti mengeluarkan uap panas yang terlihat membayang samar di matanya Vivi mengalihkan pandangannya. 

"Panas sekali." 

"Nih!" Seorang pria menyodorkan sebotol air mineral dingin lalu duduk di samping Vivi.

"Tidak, terima kasih." Vivi tidak bisa sembarangan menerima sesuatu dari orang asing. Vivi bangun dan melangkah, ia takut kalau pria itu merupakan orang jahat yang mencoba berbuat sesuatu padanya.

"Hei! Kau sedang mencari pekerjaan bukan?" Pria itu memanggil Vivi dan bertanya.

Vivi berhenti dan menoleh ke arah pria asing itu. Ternyata saat dipandang, wajah pria itu sangat tampan. Vivi terpesona beberapa saat lalu sadar kalau dia tidak boleh mempercayai orang asing.

"Menurutmu? Aku berpakaian seperti ini tentu saja sedang mencari pekerjaan." Vivi berkata dengan ketus.

"Galak sekali. Aku hanya heran saja. Masih ada yang melamar pekerjaan sepertimu?"

"Maksudmu?" Vivi kesal dengan ejekan pria itu.

"Sekarang kebanyakan mereka mencari pekerjaan secara online. Sudah jarang yang berkeliling mencari pekerjaan sepertimu dari satu gerbang perusahaan ke gerbang perusahaan yang lain."

"Aku juga tahu, tapi … hah, sudahlah! Untuk apa meladeni orang sepertimu," ucap Vivi. Ia kembali melangkah dan pria itu kembali memanggilnya.

"Hei! Aku bisa memberimu pekerjaan," ucap pria itu.

Vivi berhenti dan kembali menghampiri pria itu. "Apa kau serius?"

"Hem. Menjadi pelayan di …." Ucapan pria itu dipotong oleh Vivi.

"Sudah aku duga. Kau hanya pria cabul yang sedang menjerat mangsa. Kau ingin aku jadi pelayan di rumahmu, ya kan?!" ucap Vivi dengan suara menahan kesal. Vivi teringat dengan Haruna yang dipaksa menjadi pelayan di rumah Tristan. Vivi mengepalkan kedua tangannya. "Aku tidak akan melakukan sesuatu yang mengecewakan Kak Haruna. Bermimpi saja!" ucap Vivi setengah berteriak. Vivi meneteskan air mata.

"Aku belum selesai bicara. Aku mau kamu menjadi pelayan di cafe milikku. Dan kenapa kau menangis? Aku tidak berbuat apapun padamu. Orang-orang akan salah paham dan mungkin akan mengira kalau aku benar-benar pria cabul," ucap pria itu. Pria itu menatap Vivi yang berdiri dan menundukkan wajahnya. Menatap pundak Vivi yang turun naik seiring isakan tangis Vivi. Pria itu terenyuh mendengar tangisan Vivi yang begitu memilukan.

"Apa yang terjadi dengan gadis ini? Kenapa dia terlihat sangat sedih, membuatku merasa bersalah saja. Jelas-jelas bukan aku yang menyakitinya," gumam pria itu.